Minggu, 12 Oktober 2008

Papa Mama, jangan bertengkar lagi

"Papa Mama, jangan bertengkar lagi!"

Yacinta Senduk SE, SH, MBA, LLM

Principal of Yemayo – Advance Education Center

     "Papa Mama, jangan bertengkar lagi! Baikan dong." Tulis seorang anak perempuan berusia 5 tahun dengan tulisan yang sangat jauh dari sempurna. Wajahnya lucu dan menggemaskan, ia adalah seorang anak murid yang cerdas yang sering terlihat mau menang sendiri di dalam kelas. Sangat menyentuh hati karena ternyata pada saat diberikan 2 tugas dalam subjek yang berlainan, gadis mungil ini masih membawa subjek yang sama, yaitu perihal jeritan hatinya agar ayah ibunya tidak bertengkar.

Benarkah tidak boleh bertengkar di hadapan anak?

     Di dalam kenyataan hidup, konflik-konflik memang sering kali tidak dapat dihindarkan. Konflik-konflik yang me-nyebabkan naik-turunnya emosi,  memang sering mewarnai hidup. Memang sangat manusiawi kita terbawa emosi, namun bila benar-benar kita mau memikirkan kepentingan anak-anak kita, sebaiknya anda mengetahui beberapa hal ini.

1. Bertengkar & berdamai di depan anak. Bertengkar dengan pasangan anda di hadapan anak sebenarnya boleh-boleh saja dengan syarat anda dan pasangan anda pun harus mampu berbaikan lagi dan memperlihatkan bahwa anda telah berbaikan lagi di hadapan anak-anak anda. Jika anda hanya tahunya bertengkar, sedangkan 'bermesraan' anda lakukan di belakang anak, baik di kamar tidur atau makan malam mesra di luar rumah berduaan, hal ini akan menimbulkan persepsi yang salah bagi anak-anak. Bertengkar dan berdamailah dengan pasangan anda di hadapan anak-anak anda, sehingga anak akan mempelajari perihal konflik sebagai suatu lingkaran yang utuh, yaitu orangtua bisa bertengkar tapi juga mampu berdamai.

Pesan tersirat yang disampaikan dari pasangan yang bertengkar namun mampu berdamai di hadapan anak adalah "kami, orangtuamu, bisa menyelesaikan masalah kami". Anak pun akan mampu mengaplikasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari, dimana jika mereka berkonflik dengan sesamanya mereka pun akan mengusahakan untuk damai kembali. Bila orangtua hanya tahu bertengkar dari hari ke hari, pesan tersirat yang disampaikan kepada anak adalah "untuk memenangkan apa yang kita mau di dalam hidup ini adalah dengan cara bertengkar." Nyatanya, memang banyak anak menjadi pemarah justru karena terlalu sering mendapatkan orangtuanya bertengkar bahkan sampai bercerai. Dalam hal ini, anak tidak terlahir sebagai pemarah, tapi sesung-guhnya ia terbentuk menjadi pemarah karena hal itulah yang justru dipelajari dari orangtuanya.

2. Frekwensi bertengkar. Siapa yang dapat menahan lajunya emosi kemarahan? Nyatanya hal ini memang sulit luar biasa. Namun bila anda benar-benar mengasihi anak-anak anda, ketahuilah bahwa pertengkaran yang sering terjadi hampir pasti membuahkan kecemasan-kecemasan pada anak-anak baik terlihat pada sikap ataupun sering timbulnya penyakit pada anak. Bila memang anda dan pasangan anda tergolong 'sering' bertengkar dan pertengkaran demi pertengkaran tidak dapat terhindarkan, sebaiknyalah memang 'tidak sering' bertengkar di hadapan anak-anak. Anda berdua bisa memilih masuk mobil dan pergi di suatu tempat, kemudian bertengkarlah.

Memang sebaiknyalah saya menyaran-kan agar anda tidak bertengkar, tetapi saran ini akan menjadi lucu sekali mengingat pertengkaran memang sering tidak terduga datangnya.

Bagaimanakah emosi keluarga anda?

     Cobalah anda memikirkan bagaimana emosi keluarga anda saat ini. Tulislah di secarik kertas. Setelah itu baca kembali. Anda perlu mengerti bahwa emosi bersifat sangat menular. Seorang ibu menulis demikian mengenai keluarganya:

"Suami saya pekerja keras, pulang selalu malam hari. Saya sendiri selalu kelelahan di dalam menghabiskan hari saya setelah mengantar dan menjemput anak beraktivitas. Anak-anak saya sering sangat berisik di rumah, hal ini membuat saya sering marah-marah pada mereka. Anak bungsu saya hanya tahunya minta uang untuk dibelikan mainan-mainan baru…"

Dari contoh di atas, sungguh terlihat ketegangan sebuah keluarga. Tidak diperlukan seorang ahli jiwa untuk meramalkan kekacauan hati jiwa-jiwa di rumah keluarga ibu tersebut. Kami menyarankan perbaikan seperti di bawah ini:

"Suami saya pekerja keras, pulang selalu malam hari, tetapi saya selalu menantinya dan memberikannya senyum ketika ia pulang. Saya sendiri selalu kelelahan di dalam menghabiskan hari saya setelah mengantar dan menjemput anak beraktivitas, namun saya bangga melakukan hal ini demi masa depan anak-anak saya. Anak-anak saya sering sangat berisik di rumah, tapi saya bahagia dengan keberadaan mereka, tingkah mereka selalu lucu-lucu, saya sering mencubit pipi-pipi mereka karena merasa gemas. Anak bungsu saya hanya tahunya minta uang untuk dibelikan mainan-mainan baru, yah, jika memang mainan-mainan itu mendidik, tentu saja dengan senang hati saya membelikan-nya."

     Tidak ada keluarga yang sempurna kedamaiannya di dunia ini. Namun hendaknyalah dimengerti bahwa emosi-emosi anda sangat menular, baik sebagai pasangan ataupun sebagai orangtua. Hanya dengan merubah emosi negatif menjadi positif, anda dapat menciptakan keluarga yang positif.

 

Tidak ada komentar: