Orangtua, percayalah hal yang baik !
Yacinta Senduk SE, SH, MBA, LLM
Principal of Yemayo Advance Education Center
Seorang ayah mengeluhkan perilaku anaknya kepada saya, wajahnya nampak marah, "Saya sudah tidak tahu harus bagaimana lagi menghadapi James (bukan nama sesungguhnya). Semua usaha sudah saya lakukan tetapi James tidak berubah! Saya sudah kehabisan akal. Masak iya saya harus marah-marah terus?" Ujar ayah itu. Hari itu saya tidak memberi saran apapun kepada sang ayah, saya ingin melihat langsung saja si anak yang dikeluhkannya.
Memang benar, James yang berusia 7 tahun itu terlihat sulit diatur, bicaranya sinis cenderung kasar, bahkan sesekali ia memang terlihat sangat menganggu kelas. Beberapa kali pengajar harus memberikan peringatan dan mengharuskan ia menulis janji tulus tentang hal-hal apa yang perlu diperbaikinya.
Berangkat dari rasa percaya bahwa setiap masalah pastilah mempunyai jalan keluarnya, maka satu per satu masalah perilaku James kami pikirkan jalan keluarnya. Memang tidak ada proses instan, tetapi bagaimanapun, kami memilih percaya bahwa James adalah anak yang baik.
Setelah 2 bulan, kami melihat ada perubahan yang baik pada James, tapi sifatnya memang belum permanen, sesekali ia masih berperilaku kasar. Kembali kami bertemu dengan sang ayah. Kali ini tampak ia bukan saja frustrasi pada James, tapi ia sudah frustrasi juga dengan pengajar yang dianggapnya tidak berhasil mengubah James. "Saya sudah tahu dari awal, James memang tidak bisa berubah. James memang nakal dan dibawa kemanapun dia tidak akan berubah." Kami mengkomunikasikan hal-hal apa saja yang mulai berubah dari James walaupun sifatnya belum permanen, tetapi perubahan itu murni dari usaha James. Menurut kami itu adalah awal yang baik, yang harus lebih diperkuat lagi. Sang ayah berkata, "Saya tidak yakin James bisa berubah."
Belakangan kami mengerti bahwa sebenarnya yang membuat James tidak bisa berubah adalah keyakinan orangtuanya. Kami berupaya memberikan fakta bahwa James sudah mulai belajar sendiri setengah jam atas kemauannya sendiri, sudah mau mengurangi frekwensi bertengkarnya dengan teman di sekolah, sudah mulai mau menahan diri tidak marah-marah; tapi ayahnya terus saja mengatakan berulang-ulang kenakalan-kenakalan James, seperti ketika James berteriak-teriak di mal, menjambak rambut adiknya, membantah perkataan orangtuanya. Lalu kami berkata, "James selalu mengerjakan PR-nya". Sanggah ayahnya, "Ya, itu kan karena disuruh". "Tapi James juga mau membereskan mainannya". Sanggah ayahnya, "Dia mana berani berantakan, nanti bisa saya hukum". "James sudah lebih sabar menunggu gilirannya beraktivitas di kelas kami", lanjut kami. "Iya, cuma di sini saja dia pura-pura baik, di rumah sih enggak tuh", ujar sang ayah sinis seolah merasa terpojok.
"Baiklah, menurut bapak, anak yang baik itu seperti apa?", tanya saya. Ayah itu tidak langsung menjawab, bahkan ia tampak kehilangan kata-kata sampai akhirnya ia berkata, "Ya seperti anak-anak lainnya itulah, yang tidak menyusahkan orangtuanya, yang kerjanya tidak bikin sakit kepala saja. Kita kan juga sudah sibuk, ditambah musti mengurus dia, kok dia nggak bisa ngerti yang kayak beginian sih?"
Untuk James, saya merasa sedih, ia ternyata anak yang dipercaya sebagai anak yang menyusahkan dan hanya membuat pusing orangtua. Padahal kami melihat bahwa sebenarnya James pun mau dan mampu berjuang memperbaiki dirinya.
Setengah bulan setelah pembicaraan dengan sang ayah, James kembali ke pola lamanya sebagai anak pemberang, di dalam percakapannya dengan pengajar, James berkata ketus dengan sorot mata tajam yang marah, "Papa bilang aku anak nakal kok, ya memang aku anak nakal, mau diapakan lagi!"
Menuai apa yang anda percaya
Sebut saja Ika, anak perempuan mungil yang lucu, berusia 6 tahun. Ika adalah anak yang cerdas, namun bila beraktivitas, ia terlihat kaku. Pada aktivitas melompat, Ika menangis tidak mau melakukan lompatan, ia berkata, "Aku kan nggak bisa melompat." Ika terisak-isak. "Bisa kok!" Ujar pengajar. "Nggak bisa! Mama bilang pinggul aku terlalu besar! Aku nggak bakal bisa melompat!" Tangis Ika menjadi-jadi. Melihat bentuk pinggulnya, malah kami percaya, jika tumbuh menjadi seorang gadis nantinya, Ika akan memiliki bentuk tubuh yang indah. Namun tidak etis jika mengatakan bahwa kata-kata mama Ika tentang dirinya itu salah. Akhirnya setelah tangis Ika mereda, pengajar membimbing lembut tangannya untuk melompat. Ika pun berhasil melompat, ia sendiri terkejut melihat dirinya bisa melompat. Kemudian ia melompat-lompat sendiri tanpa disuruh.
Apa yang anda percaya bagi putra-putri anda akan anda tuai hasilnya. Ada ibu yang tidak menyerah dengan anaknya yang autis, akhirnya anaknya bisa bersosialisasi dengan orang-orang normal. Ada ibu yang percaya bahwa anaknya pasti jadi orang berhasil walaupun lingkungannya tidak mendukungnya, nyatanya, anaknya benar-benar jadi orang berhasil.
Janganlah anggap remeh tentang apa yang anda percayai bagi putra-putri anda. Percayalah hal yang baik! Maka hal baik pulalah yang akan anda tuai.
"Setiap tindakan, cara bicara, dan pemikiran selalu dapat diubah,
dan perubahan itu dapat dijadikan kebiasaan."
= William Paley
(Presiden Columbia Broadcasting System)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar