KEBERUNTUNGAN
Kategori: Artikel - Pekerjaan
Dalam acara Business Art With Mario Teguh di saluran O-Channel, ada
seorang yang bertanya, "Berapa persen peran keberuntungan dalam
menentukan sebuah kesuksesan?"
Karena sebelumnya Mario Teguh selalu menekankan tentang berpikir positif
dan bertindak positif untuk mencapai hal yang positif, saya jadi
bertanya-tanya, apa jawaban yang akan diberikannya. Sebab umumnya orang
beranggapan bahwa keberuntungan itu adalah sesuatu hal yang berada di
luar kepastian sebuah teori yang matematis.
"Luck" bagi banyak orang adalah suatu misteri, sehingga di dalam saku
atau dompet dengan diam-diam orang membawa sebentuk "jimat
keberuntungan." Benda-benda yang sudah didoakan atau dikeramatkan
diharapkan bisa membawa keberuntungan bagi pemiliknya.
Tentunya kita masih ingat akan ikan arwana yang harganya bisa mencapai
puluhan juta rupiah karena dianggap bisa memberi keberuntungan. Padahal
dahulu kala di tempat asalnya, ikan Arwana termasuk dalam daftar menu
makanan kegemaran penduduk setempat.
Saya termasuk seberuntung saudara kita di pedalam Kalimantan, karena
pernah menikmati daging ikan Arwana milik saudara yang tiba-tiba sekarat
karena salah makan. Terasa nikmat lebih karena membayangkan sedang
menyantap daging seekor ikan yang pernah ditawar jutaan rupiah, tetapi
berakhir tragis di penggorengan.
Fengshui bagi sebagian orang juga dipercaya mengubah keberuntungan lebih
besar bagi yang mengikutinya. Bahkan ada saluran TV yang secara khusus
menayangkan program fengshui, dan ternyata menjadi tayangan dengan
rating yang tinggi - karena memang orang sangat rindu untuk meraih
keberuntungan hidup.
Keberuntungan adalah hal yang diliputi kabut misteri yang menyebabkan
orang mengambil kesempatan dengan menawarkan barang dan jasa yang bisa
menyingkap kabut kalau-kalau bisa menemukan keberuntungan dibaliknya.
Beruntung adalah lawan dari sial, yang kedatangannya pasti dihindari
oleh semua orang.
Kemudian apa jawaban Mario Teguh ? Seperti biasa sambil tersenyum dan
penuh percaya diri dia menjawab, "Orang menempuh pendidikan yang baik
supaya hidupnya beruntung. Orang berpakaian dengan rapi dan baik supaya
beruntung. Orang menjaga tutur kata dan tingkah lakunya supaya beruntung
dalam pergaulan. Orang melakukan semua hal yang baik supaya beruntung
dalam hidupnya."
"Jadi berapa persen peran keberuntungan dalam sebuah kesuksesan?
Jawabnya adalah Seratus Persen!"
Hebat sekali sekali jawaban yang diberikan. Mengubah hal yang diluar
perkiraan dan tidak terukur (intangible) menjadi hal yang terukur
(tangible) dan masuk akal. Semua penonton di studio dan juga di rumah
setuju dan membenarkan jawaban jitu yang diberikan oleh Mario Teguh.
Tetapi kemudian saya melihat hal berbeda - bukan karena mau mengkritisi
atau merasa lebih pintar dari Mario Teguh. Saya lebih melihat bahwa
keberuntungan yang disampaikannya adalah bentuk "keberuntungan yang
diusahakan."
Orang dengan pendidikan yang tinggi mempunyai tingkat keberuntungan yang
lebih besar daripada yang berpendidikan rendah. Orang dengan penampilan
fisik yang sempurna akan lebih beruntung dalam hidupnya dibandingkan
yang cacat. Orang yang kuper (kurang pergaulan) tidak akan seberuntung
orang yang pergaulannya luas. Dan masih banyak deretan yang lain untuk
menunjukkan bahwa semua yang terbaik dan sempurna bisa menciptakan
keberuntungan yang lebih. Semua alasan itu mudah untuk dipahami.
Tetapi disamping "keberuntungan yang diusahakan" saya akan menambahkan
dengan "keberuntungan yang dianugerahkan". Akan tetapi kita harus
hati-hati dengan keberuntungan yang kedua untuk tidak menjadi latah
dengan gambaran jimat ataupun ikan arwana di penjelasan awal.
Di kantor, saya menemukan orang melamar pekerjaan dengan ijazah SMU
karena itu yang dibutuhkan dibandingkan dengan ijazah sarjana yang
dimiliki.
Ada teman wanita yang cantik, pintar, karir bagus dan sudah ingin
menikah tetapi tidak ada yang mengajukan proposal padanya. Sempat dia
memburu cowok idamannya, tetapi pelaminan ternyata berpihak pada wanita
lain yang tampak biasa-biasa saja.
Ada staf di kantor yang pendidikannya tinggi, pintar, pribadinya
simpatik, mudah bekerjasama dengan baik - tetapi di manapun ditempatkan
tidak mencapai target karir yang membuatnya frustrasi. Sampai akhirnya
saya ajak dia untuk bergabung dengan team di proyek yang saya kerjakan.
Baru saya tahu penyebab utamanya, yaitu entah kenapa dia selalu berada
di tempat dan waktu yang tidak tepat.
Banyak kali, dia tidak ada di tempat karena sedang ditugaskan untuk
mengerjakan pekerjaan yang lain. Padahal momen itu berguna bagi
karirnya. Walaupun saya sudah berusaha memberi jalan untuk membantunya,
mendorong semangatnya, tetapi pada akhirnya selalu ada saja yang
membuatnya tidak berhasil.
Kemudian dia resign. Ternyata hanya beberapa minggu setelahnya ada
program penyegaran perusahaan yang menawarkan kompensasi resign dengan
nominal yang lebih tinggi. Karena surat resignnya terlanjur sudah
diterima oleh management sebelumnya, maka dia tidak bisa menerima
kompensasi sebesar yang ada di program penyegaran.
Karena ketidakberhasilan bekerja dengan orang lain, dia memutuskan untuk
wirasrasta. Tetapi setelah itu saya mendengar usahanya juga bermasalah
cukup serius. Saya sampai bingung sendiri melihat kenyataan itu, dan
akhirnya mengakui bahwa dia adalah orang yang 'tidak beruntung'.
Saya punya banyak teman yang merasa tidak seberuntung yang lain -
walaupun tingkat pendidikannya lebih tinggi. Walaupun dia sudah berusaha
bekerja sama dengan semua pihak. Walaupun sudah mengorbankan waktu dan
pikiran untuk lebih mementingkan pekerjaan dibandingkan keluarga dan
hubungan sosial; tetapi tetap saja mereka merasa tidak sukses - sehingga
harus berpindah dari satu tempat kerja ke tempat yang lain. Sehingga
akhirnya memutuskan untuk berhenti berpindah dan menekuni satu pekerjaan
dengan merasa tetap tidak berhasil.
Kalau saya mengajukan sebuah pertanyaan, "Apakah anda merasa beruntung
saat ini?" Saya percaya jawaban yang saya terima adalah lebih banyak
gelengan kepala dengan perasaan sedih. Kenapa bisa seperti itu? Karena
semua usaha dan kerja keras yang sudah dilakukan untuk membuatnya
beruntung ternyata tidak sebanding dengan harapan keuntungan ataupun
sukses yang sudah diraih. Itu yang membuat orang merasa tidak sukses
atau bahkan merasa gagal dalam hidup.
Mereka pada akhirnya merasa gagal karena berusaha meraih keberhasilan
dengan menggunakan "Keberuntungan yang diusahakan."
Ada jalan keluar yang lebih manjur untuk mencapai kesuksesan diluar
cara-cara pengumpulan jimat, fengshui atau pun kerja keras untuk
membentuk "kebentungan yang diusahakan." Cara yang ampuh yaitu dengan
menggunakan jurus, "keberuntungan yang dianugerahkan."
Petrus, Thomas, Natanael dan dua orang murid Tuhan Yesus adalah para
profesional penjala ikan. Tetapi dengan semua kemampuan yang membuatnya
bisa memperoleh "Keberuntungan yang diusahakan," semalam-malaman mereka
bekerja dan tidak menangkap apa-apa. Nothing! Tidak ada satu ikan pun
yang berhasil diperoleh.
Tetapi menjelang siang, mereka kembali melaut dengan berbekal
"Keberuntungan yang dianugerahkan" oleh Tuhan Yesus, dan mereka
memperoleh ikan-ikan besar sebanyak seratus lima puluh tiga ekor dan
jalanya tidak koyak (Yohanes 21:11).
Memang tetap diperlukan keahlian dan usaha mereka sebagai "keberuntungan
yang diusahakan." Mereka harus bisa mengendalikan perahu, harus bisa
membuat jala, harus bisa menebarkan jala dan menarik jala dengan benar
serta semua keahlian yang harus dimiliki oleh seorang nelayan. Akan
tetapi keberhasilan memperoleh ikan ternyata hanya karena "keberuntungan
yang dianugerahkan."
Berapa besar perbandingan keduanya? Kalau diperhitungkan terhadap hasil
akhir dan kesuksesan yang diraih, maka porsi "keberuntungan yang
diusahakan" sekitar 10% dan "Keberuntungan yang dianugerahkan" sebesar
90%. Ada yang menyebut 15% dan 85%, tetapi semuanya setuju bahwa
"keberuntungan yang dianugerahkan" menduduki peran yang paling utama.
Apa kata TUHAN melalui nabi Yeremia mengenai kedua macam keberuntungan
ini?
Pertama, mengenai "keberuntungan yang diusahakan," dalam Yeremia 17:5
dikatakan :
"Beginilah firman TUHAN: 'Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia,
yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari
pada TUHAN!' "
Ternyata TUHAN sama sekali tidak berkenan dengan orang yang MENGANDALKAN
kesuksesannya pada "keberuntungan yang diusahakan." Kemampuan dasar
memang harus dimiliki dan kerja keras harus dilakukan - tetapi itu lebih
dipandang sebagai sarana pendukung saja. Sebab jika itu yang menjadi
andalan untuk memperoleh keberhasilan, maka TUHAN justru berfirman
sebaliknya: "Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak
akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di
padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk."
Melihat hasil dari jerih payah yang sia-sia itu, kita bisa menyimpulkan
dengan satu kalimat pendek, "Capek deh ...."
Sekarang bagaimana dengan "keberuntungan yang dianugerahkan" ? TUHAN
rupanya menjamin dengan firmanNya, "Diberkatilah orang yang mengandalkan
TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN." (Yeremia 17:7)
Kemudian hasil yang bisa dicapai dengan "keberuntungan yang
dianugerahkan" itu adalah: "Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi
air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak
mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak
kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah."
Suatu kesuksesan yang luar biasa yang pasti dicapai oleh orang yang
mengandalkan dan bergantung kepada, "keberuntungan yang dianugerahkan."
Dahsyat...
Saya merasa tidak memiliki cukup "keberuntungan yang diusahakan."
Pendidikan saya tidak setinggi teman-teman ataupun bahkan staf saya.
Penampilan fisik saya jauh dibanding dengan mereka yang memiliki
kriteria tampan dan keren. Yang yang lebih parah, saya merasa otak di
kepala ini tidak secanggih anak-anak muda jaman sekarang. Saya termasuk
orang yang gaptek alias 'gagap teknologi'.
Walaupun dengan segudang kelemahan dan kekurangan, tetapi saya
dilahirkan sebagai manusia biasa yang juga memiliki harapan dan
keinginan untuk bisa berhasil dan sukses dalam hidup. Karena merasa
tidak ada pilihan dan harapan di bagian yang pertama, maka saya bisanya
hanya bergantung pada pilihan yang kedua yaitu pada "keberuntungan yang
dianugerahkan."
Ya, seperti Petrus dan teman-temannya, saya melengkapi diri dengan
kemapuan dasar supaya bisa bekerja dengan baik.
Seingat saya setelah itu, saya diterima bekerja di tempat ini dengan
menyingkirkan ratusan pelamar yang lain adalah karena pada setiap
tahapan test, saya selalu minta didoakan oleh ibu saya. Jadi Tuhan
mengabulkan doa ibu saya dan saya bisa pindah kerja di tempat ini.
Saya bersyukur karena di dalam kebodohan saya, Tuhan memberikan para
staf yang berpendidikan tinggi, pintar dan cemerlang, sehingga semua
angan-angan dan gambaran yang mustahil sekalipun bisa diwujudkan secara
mengagumkan. Bahkan lebih progresif dibandingkan dengan proyek sama yang
dikerjakan di group perusahaan di luar negeri. Apa jadinya pekerjaan
saya tanpa didukung oleh para staf yang loyal dan berdedikasi tinggi.
Mereka bahkan selalu setia 'mengikuti' kemana saja saya ditempatkan, dan
saya sangat bersyukur untuk itu.
Tuhan juga telah mempertemukan saya dengan orang-orang yang ternyata di
kemudian hari sangat menopang pekerjaan dan karir saya baik di Indonesia
maupun di luar negeri. Saya melihat itu semua sebagai keping-keping
puzzle yang ternyata baru terlihat gambar indahnya setelah
bertahun-tahun terlewati.
Kalau diibaratkan seekor burung, saya tidak perlu terus menerus memeras
energi dan pikiran untuk mengepak supaya bisa terbang tinggi. Memang
tetap harus diperlukan kepakan sayap awal supaya bisa terangkat ke
angkasa. Tetapi setelah itu lebih banyak melayang, mengikuti dorongan
angin lembut dan nyaman, yang menjaga ketinggian di udara bahkan
mendukung untuk dapat terbang lebih tinggi lagi.
Saya merasa bahwa usaha dan kerja keras yang saya lakukan tidak
sebanding dengan keberhasilan yang telah saya peroleh - dibandingkan
dengan mereka yang harus 'jungkir balik' tetapi tetap tidak bisa
mencapainya. Ini yang terkadang membuat orang merasa iri melihat
"kesuksesan" yang saya terima - dan keingintahuan mereka saya jawab
dengan, "Semuanya terjadi hanya karena 'keberuntungan yang
dianugerahkan' oleh Tuhan saja ..."
Ya, "keberuntungan yang dianugerahkan" pada kenyataannya merupakan 90%
penentu dari semua keberhasilan yang bisa dicapai. Semua usaha dan kerja
keras untuk membuat "keberuntungan yang yang diusahakan" hanya
menyumbang 10%, dan tidak lebih sebagai sebuah langkah awal.
'Sepuluh persen' pun bisa tidak membuahkan hasil apa-apa seperti Petrus
dengan segala keahliannya sebagai nelayan yang berusaha keras semalaman
menjaring ikan tetapi kembali tanpa menangkap seekor pun. Akan tetapi
usaha yang 'sepuluh persen' akan berbuah keberhasilan yang menakjubkan,
manakala yang 'sembilan puluh persen' turut terlibat di dalamnya.
Jika demikian halnya, mengapa kita tidak mengandalkan diri pada
"keberuntungan yang dianugerahkan" ; sehingga membuat kita dengan bangga
mampu untuk mengaku, "Bahwa pertolongan kita adalah di dalam nama Tuhan
yang menciptakan langit dan bumi." Bukankah itu adalah kunci rahasia
keberuntungan yang dahsyat dan super?