Kamis, 16 April 2009

Nasi Sudah Menjadi Bubur

Nasi Sudah Menjadi Bubur

Saat keterlanjuran sudah berlalu, kita sering mengatakan "Nasi sudah menjadi
bubur". Betulkah ungkapan ini ? Atau sekedar mencari pembenaran untuk tidak
memperbaiki yang sudah ada ? Insya Allah setelah membaca cerita berikut,
kita akan memiliki pandangan berbeda terhadap suatu keterlanjuran.

Ada seorang mahasiswa kuliahnya tidak serius. Kadang masuk kuliah kadang
tidak, tugas terbengkalai, SKS yang harus dikejar masih banyak, dan jarang
sekali belajar. Begitu ditanya ternyata dia merasa terjebak masuk ke jurusan
yang dipilihnya karena dia hanya ikut-ikutan saja. Teman-temannya masuk
jurusan tersebut, dia pun ikut.

"Mengapa kamu tidak pindah saja ?", tanya temannya, Budi.
"Ah, biarlah, nasi sudah menjadi bubur", jawabnya, tidak peduli.
"Apakah kamu akan tetap seperti ini ?"
"Mau gimana lagi, saya bilang nasi sudah jadi bubur, tidak bisa diperbaiki
lagi", jawabnya berargumen.
"Kalau kamu pindah kejurusan yang kamu sukai, kan kamu akan lebih enjoy."
kata temannya.
"Saya ini sudah tua, masa harus kuliah dari awal lagi. Saya terlambat
menyadari kalau saya salah masuk jurusan", jelasnya sambil merebahkan diri
di kasur dan mengambil remote control TV-nya.
"Memang tidak ada yang bisa kamu lakukan lagi ?", selidik temannya.
"Tidak, saya sudah katakan berulang-ulang nasi sudah jadi bubur".

Temannya pun diam sejenak, dia bingung melihat temannya yang sudah tidak
semangat lagi. Kemudian dia teringat pada Thomas, temannya yang memiliki
nasib yang sama, salah memilih jurusan. Dia pun pulang ke rumahnya kemudian
menemui temannya tersebut.

"Jaka, perasaan kamu pernah cerita sama saya, kalau kamu salah memilih
jurusan ?" tanya Budi kepada Thomas
"Memang saya salah memilih jurusan, memangnya kenapa ?", jawab Thomas.
"Yang saya heran, kenapa kamu tetap semangat kuliah, sedangkan teman saya
malah malas dan tidak serius kuliahnya."
"Yah nggak tahu yah, saya juga dulu sempat seperti itu. Tapi sekarang sudah
tidak lagi", jelas Thomas.
"Apa sich resepnya ?"
"Pertama saya merelakan diri masuk jurusan ini. Mungkin ini yang terbaik
menurut Allah. Jadi saya terima saja."
"Terus ?", kata Budi bersemangat
"Yang kedua, saya mencari cara menggabungkan ilmu yang saya miliki di
jurusan ini dengan hobi saya. Ternyata saya menjadi enjoy saja. Memang, saya
terlanjur memilih jurusan ini, kata orang sih nasi sudah jadi bubur. Tetapi
bagi saya, nasi sudah menjadi bubur ayam spesial yang enak dan lebih mahal
harganya ketimbang nasi."
"Oh gitu…."
"Yah, kalau kita menyesali tidak ada manfaatnya. Kalau kita berusaha
mengubah bubur jadi nasi, itu tidak mungkin. Satu-satunya cara ialah membuat
bubur tersebut menjadi lebih nikmat, saya tambahkan ayam, ampela, telor dan
bumbu. Rasanya enak dan lebih mahal", jelas Thomas sambil tersenyum lebar.

Tidak ada komentar: