Selasa, 07 April 2015

Titik Lemah

TITIK LEMAH
(Kontemplasi  Peradaban) 
       "Rocker juga manusia" adalah sebuah ungkapan yang kini bisa digunakan untuk pelbagai kalangan. Kalau ada seorang yang berbuat salah, maka muncullah kata-kata, "Dia juga manusia!" Seolah-olah, manusia adalah sumber kelemahan, "Itulah manusia!"  
          Memang, yang namanya manusia itu tidak pernah akan luput dari kesalahan. Seneca (4 seb.M – 65) pernah berkata, ""Errare humanum est, perseverare diabolicum" – berbuat salah itu manusiawi (namun) tetap melakukan kesalahan itu iblis.  Orang-orang yang sukses itu pada awalnya banyak berbuat salah, namum mereka tidak pernah mau jatuh dalam kelemahan yang sama. Bahkan keledai pun tidak pernah akan jatuh di lubang yang sama.
          Manusia pada dasarnya memiliki titik lemah. Achilles, dalam Mitologi Yunani dilukiskan sebagai pahlawan yang seluruh badannya kebal dengan senjata, kecuali pada tumitnya (tendon Achilles). Titik lemah itu terjadi ketika anak itu dicelupkan pada sungai Styx: salah satu aliran sungai di Hades, tumitnya dipegang oleh ibunya yang bernama Dewi Thetis, sehingga tidak terkena air. Simson "jatuh" bukan karena dikeroyok oleh orang-orang Filistin tetapi ia "jatuh" karena membuka rahasia titik kelemahannya sendiri kepada Delila yang seharusnya tidak boleh dibuka kepada siapa pun (Bdk. Hak 16: 4 – 22).  Prabu Niwatakawaca raja raksasa sakti dari Kerajaan Manikmantaka itu tewas  karena membeberkan rahasia titik lemahnya (pada langit-langit mulutnya) kepada Betari Supraba yang kecantikannya luar biasa.  (Bdk. Lakon wayang dengan judul, "Supraba yang Bernyali"). Orang yang hanya fokus pada titik lemah, akan menjadi lemah, seperti yang dialami tiga orang kuat dalam contoh di atas.
          Kelemahan itu sebenarnya bisa menjadi kekuatan jika kita bisa mengelolanya, misalnya: seorang karyawan yang hendak melaporkan presentasinya.  Sebelum ia berdiri di hadapan boss dan pimpinan kantor, ia –mungkin-  mengalami yang namanya stress atau distress juga eustress. Karyawan itu takut gagal dan ingin tampil prima akan memandang stress itu secara positif eustress dengan cara menyiapkan materi sebaik dan semaksimal mungin. Kelemahannya yang mudah grogi atau merasa tidak layak itu malah digunakan  sebagai kesempatan untuk tampil secara optimal.
Memang, sedigdaya apa pun yang namanya manusia harus diakui bahwa mereka memiliki kelemahan. Ada orang yang memandang kelemahan sebagai masalah, namun adapula yang memandang bahwa kelemahannya itu adalah sebagai kesempatan. "Kelemahan" dalam bahasa bisnis disebut sebagai krisis. Dan Krisis dalam bahasa China diucapkan dengan  wei-ji dan memiliki dua arti yaitu: bahaya dan peluang.
          Jim Cymbala (lahir 1943) seorang pendeta dan penulis dari Gereja Brooklyn Tabernacle menulis, "Our weakness, in fact, make room His power" – Kelemahan kita, kenyataannya membuka ruang bagi kuasa-Nya. Saat kita "merasa diri amat mampu dan sangat kuat"  justru kuasa-Nya tidak bisa bekerja. Tetapi pada saat kita "merasa lemah"  mujizat-Nya bekerja secara luar biasa.  

Selasa, 7 April 2015  Markus Marlon


Website :
http://pds-artikel.blogspot.com

Tidak ada komentar: