Rabu, 08 April 2015

Suka Tampil

SUKA TAMPIL
(Kontemplasi Peradaban)
 
       Yang namanya manusia, tentunya suka tampil. Bisa jadi penampilannya itu malah sudah menjadi kebiasaannya. Di mana-mana, ia show. Pada acara pesta pernikahan, ia tampil untuk menunjukkan "suara emas"-nya. Pada acara kematian, ia suka diminta mewakili keluarga untuk mengucapkan "terima kasih" kepada para tamu. Di Gereja, ia suka tampil sebagai lektor ataupun komentator. Namun, "suka tampil" yang ini harap dibedakan dengan kecenderungan lahiriah untuk memamerkan bagian-bagian sensual tubuhnya, yang sering disebut sebagai ekshibisionisme.
          Tidak jarang bahwa orang-orang yang suka tampil itu menjadi pergunjingan.  Apalagi jika cara tampilnya itu nepotisme. Yang menjadi master of ceremony adalah sang ibu, among tamu, penerima tamunya sang ayah, anak-anak mereka menjadi organist dan conductor.   Mereka, para outsider itu  -katanya-  muak menyaksikan pemandangan seperti itu. Tetapi ternyata, kejengkelan serupa itu sudah ada sejak jaman Romawi Kuno. Decimus Junius Juvenalis (60 – 140), penulis satir  pernah menulis, "Ecce iterum Crispinus!" – itu Crispinus lagi. Ungkapan ini dipakai untuk mengungkapkan kejengkelan terhadap seseorang yang selalu ingin terus muncul menjadi tokoh.
          Sebaliknya, ada orang-orang yang memang sukanya di belakang layar. Mereka pendukung acara yang sukses tanpa harus tampil. Dan orang-orang seperti itu malah dikenang sepanjang masa. Ada kisah tentang seorang Sparta yang namanya Paedaretos. Tiga ratus orang akan dipilih untuk memerintah Sparta dan Paedaretos adalah salah seorang calon. Ketika daftar calon diumumkan, ternyata namanya tidak tercantum, salah seorang kawannya berkata, "Saya menyesal karena kamu tidak terpilih. Rakyat semestinya sudah tahu bahwa kamu sudah menunjukkan diri sebagai pejabat negara yang sangat bijaksana." Kata Paedaretos, "Saya senang  bahwa di Sparta ada tiga ratus orang yang lebih baik dibanding saya."
          Jujur saja, dalam hidup ini banyak orang yang suka tampil dan banyak orang yang suka dianggap penting. Paedaretos menjadi legenda, karena ia siap untuk memberikan tempat pertama kepada orang lain dan sama sekali tidak merasa sakit hati.

Kamis, 09 April 2015  Markus Marlon

Website :
http://pds-artikel.blogspot.com

Tidak ada komentar: