Selasa, 21 April 2015

Sesama

SESAMA
(Kontemplasi Peradaban)
 
       Di kota Makassar –  pada hari Jumat, saya pergi ke Mall Ratu Indah lewat jalan Tupai dengan becak. Setelah sampai tujuan saya tanya biaya yang harus dibayar. Dia mengatakan bahwa setiap hari Jumat dia ingin beramal dengan tidak minta biaya bagi penumpang yang diantarnya." Lantas dia berkata lagi, "Meskipun saya hanya tukang becak, saya mencoba untuk beramal. Bukankah saya telah banyak diberi rejeki oleh orang-orang yang naik becak saya."
 
Dalam hal ini kehadiran sesama menjadi berkat. Gagasan ini sudah dicetuskan oleh Cecelius (230 – 168 seb. M) yang berbunyi, "Homo homini Deus" –  manusia adalah Allah bagi sesamanya. Sesama manusia harus kita hormati dan hargai karena mereka adalah  Imago Dei (gambaran Allah). Semakin banyak sesama yang kita kenal, berkat pun makin melimpah. Kita menjadi ingat akan kata-kata bijak yang berbunyi, "Seribu kawan masih kurang, satu musuh kebanyakan." Memang setiap manusia cenderung  membangun suatu persahabatan. Manusia bukanlah sebuah pulau, "No man is an island" seperti yang didengungkan  oleh  John Donne (1572 – 1631).
 
Sesama kita adalah sahabat (Bhs. Latin socius). Driyarkara (1913 – 1967) mengulasnya dengan ungkapan, "Homo homini Socius"  – manusia menjadi sahabat bagi sesamanya. "Sesama" dari kata satu dalam sama (derajat)  atau dalam bahasa jawa disebut sebagai pepadha (padha, artinya sama). Memang sejak diciptakan manusia adalah sama-sederajat. Manusia diciptakan  untuk aling menghargai, yang oleh Martin Buber  (1878 – 1965) disebut sebagai  relasi  "I-Thou" – Aku-Engkau.  Persahabatan sejati akan teruji ketika sesamanya hidup dalam kesulitan, "A friend in need is a friend indeed" – teman dalam kesusahan adalah teman sejati.
 
Sesama adalah mereka yang membuat kita bisa berkembang. Mereka – menurut caranya masing-masing – telah menempa pribadi kita menjadi pribadi yang sekarang ini. Hati sesama – pada dasarnya – baik. Sebagai penutup kontemplasi ini, saya terkesan dengan budaya di Afrika Selatan dengan istilah Ubuntu.
 
Ubuntu adalah sebuah istilah dalam bahasa Nguni Bantu (salah satu bahasa di Afrika Selatan) yang bisa diartikan sebagai "kebaikan hati manusia". Secara harfiah, Ubuntu berarti "kemanusiaan" dan sering diterjemahkan sebagai "kemanusiaan bagi sesama". Dalam bahasa Xhosa, salah satu dari 11 bahasa resmi di Afrika Selatan ada kata-kata bijak yang berbunyi, "Umntu ngumntu ngabanye abantu" – manusia tumbuh kemanusiaannya karena ada manusia lain. Saya manusia karena saya menjadi bagian dari komunitas manusia dan saya memandang serta memperlakukan orang lain pun demikian (Trias Kuncahyono dalam Kredensial, Kompas 19 April 2015).
 
Rabu, 22 April 2015   Markus Marlon
 
Website :
http://pds-artikel.blogspot.com

Tidak ada komentar: