Jumat, 17 Agustus 2012

HADIAH TERINDAH dan GURU TERBAIK BAGI KEHIDUPAN


"Sebelum tidur, saya sering mengatakan kepada Alden, anak saya, bahwa dia adalah hadiah terindah yang pernah Tuhan berikan dan sekaligus guru kehidupan terbaik bagi saya…"

Semua orangtua pasti setuju bahwa perjalanan yang kita lalui bersama anak tidak selalu indah dan menyenangkan. Anak-anak tidak selamanya bersikap manis dan lucu. Ada kalanya mereka tampil sebagai pengganggu yang sangat menjengkelkan dan tidak jarang kemarahan kita pun terpancing oleh perilaku mereka. Saya akui bahwa terkadang saya pun melakukan kekeliruan yang seharusnya tidak saya lakukan dan mengeluarkan kata-kata yang pada akhirnya saya sesali.

Saat ini anak saya berusia 3,5 tahun. Masih kecil memang, namun sejak kehadirannya di dunia ini Alden memproses hidup saya dan menjadikan saya manusia yang lebih baik. Anak saya adalah guru terbaik yang mengajarkan kesabaran dan pengendalian diri. Ketika melihat dia dengan sengaja memecahkan telur dan mengotori lantai saat saya masih lelah sepulang kerja, saya sedang diajar untuk sabar dan mengendalikan amarah.

Tidak ada kekuatiran dan penyerahan total yang lebih besar pada Tuhan ketika saya harus berangkat untuk sebuah operasi besar dan meninggalkannya di Jakarta selama dua minggu pada tahun 2009. Sering saya menangis ketika menatap wajah lugunya yang sedang tidur lelap dan bertanya pada Tuhan, "Mengapa saya harus mengalami ini? Kau baru saja mengaruniakan seorang anak dalam kehidupan kami dan saat ini ia masih sangat kecil." Hadirnya sakit penyakit yang menakutkan di saat baru merasakan bahagianya atas kehadiran seorang anak, mengajarkan saya makna kehidupan, penerimaan dan penyerahan total kepada Tuhan.

Ingatkah kita akan lagu ini? "Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali…" Apakah ada kasih yang hanya memberi tak harap kembali? Begitulah saya sering bertanya-tanya dan ternyata sungguh ada. Saya mulai memahami makna kasih tak bersyarat ketika saya sudah memiliki anak. Kasih yang hanya memberi dan tak harap kembali, kasih yang saya berikan pada anak saya.
Sekarang saya pun dapat mengerti dengan pasti apa yang dimaksud sebagai "kasih Allah yang tiada batasnya kepada kita." Allah mengasihi kita seperti seorang bapa yang sayang pada anak-anaknya dan menerima mereka apa adanya. Yesus menggambarkannya dalam kisah perumpamaan tentang anak yang hilang, Lukas 15: 20-24: "Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa kepada sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa. Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa kemari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelilah dia dan marilah kita makan dan bersukacita. Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."

Pengorbanan Allah yang sehabis-habisnya dalam Sakramen Ekaristi adalah peristiwa lain yang sungguh sulit dicerna oleh akal logika. Allah telah memberikan diri-Nya dalam bentuk kemesraan yang paling dalam, yang tidak bisa dipikirkan dengan cara lain, yaitu secara fisik, emosional dan spiritual dalam komuni. Sekali lagi, Tuhan membantu dan memakai anak saya sebagai perantara untuk memahaminya. Tidak ada guru kebijaksanaan yang seefektif anak dalam mengajarkan makna pengorbanan, yaitu semua yang saya lakukan dan berikan bahkan mengesampingkan ego dan kesenangan diri sendiri.
Markus 10:15 ini hendak mengingatkan bahwa kita bisa dan perlu belajar dari anak-anak. "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya." Saya sangat bersyukur Tuhan menghadirkan Alden dalam kehidupan saya. Dia bukanlah beban, melainkan pribadi yang membantu saya menjadi seseorang yang lebih baik. Saat saya mengajarkan dan membentuk karakter baik dalam dirinya, tanpa saya sadari sebenarnya saya pun sedang membentuk diri saya sendiri dengan berusaha menjalankan apa yang saya katakan dan ajarkan padanya.

"Terima kasih Tuhan atas hadiah terindah dan guru kehidupan terbaik bagi hidup saya…"

Inspirasi: My twinkle little star Alden
******

Oleh:
Hanlie Muliani, M. Psi
Warga Lingkungan St. Benediktus

Terima kasih & Salam

Tidak ada komentar: