Kamis, 04 Juni 2009

Tikus pun berfilsafat

Tikus pun berfilsafat

Didalam sebuah hutan, hiduplah seekor tikus ahli filsafat. Ia mengetahui
satu hal yang tidak pernah diketahui hewan-hewan lain. Ia yakin bahwa
gelisah bisa membunuh seseorang. Sebab, gelisah bisa membunuh kebahagiaan,
memadamkan kilauan cahaya dan menghilangkan kenyamanan. Selain itu,
kegelisahan juga bisa menghancurkan akal, hati dan fisik.

Pada suatu hari, ia ingin mengajari teman-teman dan anak-anaknya dengan
pelajaran tersebut. Tetapi sang tikus tidak ingin pelajarannya sekadar
didengar dan dihafal saja. Ia ingin pelajaran itu dipraktekkan dan tertanam
dalam sanubari.

Ketika sedang berceramah dihadapan hewan-hewan tersebut, tiba-tiba
muncullah seekor singa. Tikus sang filosof kemudian
berkata, "Tuan singa, aku hendak mengatakan sesuatu. Aku berharap engkau
mau memberikan jaminan keamanan kepadaku."

Sang singa menjawab, "Aku menjamin keamananmu, wahai tikus yang pemberani."

Tikus kemudian berkata, "Di hadapan semua hewan-hewan ini, aku hendak
menyatakan bahwa aku mampu membunuhmu jika engkau memberiku waktu selama
sebulan penuh. Seluruh penghuni hutan ini akan melihat hal itu."

Mendengar hal itu, sang singa langsung tertawa. Dengan nada mengejek, dia
berkata, "Engkau mau membunuhku?"

"Benar", jawab filosof tikus mantap dan percaya diri.

"Aku setuju. Tetapi jika engkau tidak bisa melakukannya, engkau akan
kupancung di depan semua hewan. Waktunya sebulan mulai dari sekarang."

"Baik, aku setuju."

Sepuluh hari telah berlalu dan singa sama sekali tidak pernah memikirkan
ancaman tikus tersebut. Akan tetapi, beberapa hari kemudian, terbersit
dalam hatinya, "Apa yang sebenarnya hendak dilakukan oleh tikus itu? Kenapa
ia kelihatan begitu meyakinkan? Bagaimana kalau ancaman itu benar-benar
terjadi?"

Beberapa saat kemudian ia tertawa jungkir balik sambil berkata, "Bagaimana
mungkin si tikus mampu membunuhku sedangkan aku punya anak-anak yang akan
membelaku? Walaupun ia mengerahkan seluruh tikus yang ada sekalipun, tidak
mungkin bisa membunuhku."

Beberapa hari kemudian, bisikan tersebut kembali hadir dalam benaknya.
Untuk kali ini, ia merasakan bahwa bisikan tersebut
terasa lebih kuat dari sebelumnya.

Waktu terus berjalan dan batas waktu yang ditentukan hampir berakhir.
Sementara itu, sang tikus tidak datang untuk mencabut pernyataannya ataupun
menyerah. Justru, filosof tikus malah terus mengumumkan ancamannya ke
seluruh
penghuni hutan.

Melihat kenyataan tersebut, sang singa terus berpikir, "Apakah filosof
tikus mempunyai senjata yang ampuh atau telah mengumpulkan kekuatan yang
luar biasa, atau membuat jebakan yang mematikan?"

Hari demi hari berganti dan pikiran-pikiran tersebut selalu muncul hingga
membuat singa tidak doyan makan dan minum. Dia selalu memikirkan nasib dan
akhir yang begitu mengerikan, seperti ancaman tikus tersebut.

Sebelum hari yang ditentukan tiba, tepatnya pada pagi hari yang keduapuluh
lima, hewan-hewan menemukan singa tersebut telah mati di dalam sarangnya.

Dia telah terbunuh oleh perasaan was-was dan ketakutan. Daging dan lemaknya
telah terbakar oleh kesedihan yang ia rasakan, padahal sang tikus tidak
pernah melakukan tipu muslihat atau merancang persengkongkolan apapun. Ia
hanya mengetahui sebuah rahasia, bahwa menunggu musibah, memperkirakan
bencana dan was-was terhadap sebuah tragedi adalah senjata ampuh yang bisa
membunuh jagoan pemberani ataupun sang perkasa yang tidak punya rasa takut.

Jangan pernah menyia-nyiakan waktu. Kebanyakan orang tidak pernah
menghiraukan hari-hari yang dijalaninya, karena sibuk untuk masa depan.
Cita-cita telah membuatnya lupa manisnya kehidupan yang sedang dia jalani.
Yang ada hanyalah ketakutan akan masa depan. Mereka selalu resah dengan
hari-hari yang akan datang.

Mereka selalu berpikir bagaimana seandainya kehilangan pekerjaan ?
Bagaimana dia akan memberi makan anak-anak ? Apa yang akan dia katakan
kepada teman-teman ? Serta bagaimana nasibnya kemudian ?

Kalau kegelisahan mengenai hal-hal tersebut mampu diatasi, dia akan
memikirkan hal-hal lain. Bagaimana seandainya dia menderita sakit, buta
atau kaki buntung ? Bagaimana bentuk tubuhnya nanti ? Bagaimana dia akan
menanggung semua itu ?

Yang ada di dalam kepala hanyalah musibah dan musibah. Barangkali, mobil
yang dinaiki akan mengalami kecelakaan, barangkali pesawat yang ditumpangi
akan jatuh, barangkali kapal yang ia naiki akan tenggelam dan barangkali
saja bangunan tempat dia tinggal akan runtuh.

Dia pun takut kalau sampai hal-hal yang tidak diinginkan tersebut terjadi.
Orang seperti ini akan menjadi mangsa empuk serigala buas bernama
kegelisahan dan makanan lezat hantu bernama kesedihan.

Sumber : Unknown

Tidak ada komentar: