Senin, 29 Juni 2009

Menciptakan Kesempatan

Menciptakan Kesempatan dalam Kesempitan

Tentu saja dia lebih berhasil, karena dia mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolah. Tidak salah kalau dia berhasil, karena dia memperoleh pinjaman dari Bank untuk mengembangkan usahanya. Dia berhasil karena dia bisa mengambil hati para atasan di kantornya.

Seringkali kita merasa iri terhadap keberhasilan orang lain. Kita menganggap mereka mendapat kesempatan untuk berhasil sedangkan kita tidak ataupun belum. Akibatnya, kita cenderung menunggu datangnya kesempatan tersebut. Ataupun kita akan menunggu sampai kita cukup siap untuk mencari kesempatan sukses. Jika kesempatan itu sepertinya tidak datang juga dalam waktu yang cukup lama, kita akhirnya menyalahkan keadaan kita yang kurang menguntungkan, kegagalan kita, masalah kita, dan krisis yang melanda kita.

Dalam keadaan seperti ini, biasanya kita hanya bisa merasa iri terhadap kesuksesan orang, tanpa berusaha melakukan apa pun untuk mengubah "kesempitan" kita menjadi kesempatan untuk sukses. "You don't have to be great to get started, but you have to get started to be great," demikian yang dituturkan Les Brown.

Jadi, kita tidak perlu menjadi besar dulu untuk memulai langkah menuju sukses, tetapi yang lebih penting adalah berani memulai mengambil langkah untuk meraih sukses.

Jika kita sudah memiliki keberanian untuk meraih sukses, yang perlu kita lakukan adalah mulai mencari atau bahkan menciptakan "kesempatan" dari "kesempitan" yang kita alami.

Sumber Kesempatan Banyak orang merasa bahwa keberuntungan, kekayaan, dan kepandaian merupakan sumber kesempatan untuk memperoleh sukses.

Ternyata tidak selalu demikian. Seringkali "kenyamanan" yang kita alami menyamarkan kesempatan untuk sukses. Kenyamanan ini kerap membuat kita terlena, sehingga kita enggan untuk keluar dari zona nyaman ini untuk menciptakan kesempatan untuk menjadi lebih berhasil.

Sebaliknya dalam "kesempitan" ataupun ketidaknyamanan yang kita alami, kesempatan untuk sukses lebih mudah dicari dan diciptakan.

Kegagalan.
Siapa yang mengira kalau kegagalan yang dialami Suksesi telah membuka lebar kesempatan wanita ini untuk meraih keberhasilan. Esi, demikian panggilan akrabnya, di PHK karena perusahaan tempatnya bekerja bankrut. Setelah setahun berusaha mencari kerja ke sana-sini, mengirim lamaran ke berbagai perusahaan, hasilnya nihil.

Gagal mendapat pekerjaan, tidak membuat Esi putus asa. Esi pun memutar otak, dan memutuskan untuk mencoba menciptakan pekerjaan untuk dirinya sendiri. Esi menggali kembali keterampilannya menjahit, dan minatnya yang sempat tenggelam dalam interior desain. Setelah berhasil mengorek tabungannya yang masih tersisa dan meyakinkan kakak, serta beberapa saudaranya untuk menanamkan modal, Esi memulai usahanya sendiri untuk membuat bantal-bantal hias, taplak meja, seprei, bedcover, dan pernak-pernik lainnya yang dapat digunakan sebagai penghias ruang tamu ataupun ruang tidur. Pada awalnya, hasil karyanya ia jual kepada sanak keluarga, tetangga dan kenalannya. Kemudian ia mulai ikut pameran industri di dalam negeri untuk memperluas jaringan usahanya. Ketika bisnis Esi makin meningkat, kesempatan berpameran di luar negeri pun ia raih, dan pelanggan serta mitra di luar negeri berhasil ia yakinkan untuk membeli hasil kerajinan tangannya.

Masalah.
Solusinta, yang lebih akrab dipanggil Lusi, berasal dari keluarga sederhana. Setelah lulus dari sekolah menengah, Lusi, berniat melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi, karena ia bercita- cita menjadi seorang dokter yang dapat membaktikan diri pada masyarakat sekitar. Sulit bagi Lusi untuk mengandalkan kemampuan keuangan orang tuanya untuk membiayai sekolah, apalagi sang ayah baru saja pensiun, dan pada saat yang bersamaan adiknya yang terkecil juga membutuhkan biaya untuk masuk ke sekolah menengah. Masalah keuangan ini tidak menyurutkan niat Lusi untuk melanjutkan sekolah. Ia juga tidak menunggu belas kasih orang lain, atau mengharapkan rezeki yang tiba-tiba datang. Ia menghubungi berbagai Yayasan dan mengirimkan
"proposal"nya untuk mendapatkan bea siswa. Walaupun Lusi bukan merupakan siswa terbaik di sekolahnya, keinginannya yang kuat untuk melanjutkan sekolah dan kesediaannya mengamalkan ilmunya nanti di Yayasan ataupun perusahaan yang akan memberikan beasiwa, dikemasnya dengan meyakinkan dalam proposal yang dikirimnya ke berbagai pihak.

Niat baik dan keinginan kuat ini merupakan nilai tambah Lusi dalam memenangkan kesempatan mendapat bea siswa. Hasilnya mudah diduga, Lusi mendapatkan kesempatan yang ia cari, bahkan bukan hanya satu tetapi beberapa Yayasan bersedia memberinya bea siswa.

Tentu saja Lusi memilih yang terbaik, yang bersedia membiayainya bahkan sampai jenjang S2. Bayangkan apa yang terjadi jika Lusi tidak berupaya mencari solusi dari masalah keuangan yang dihadapinya. Mungkin saja saat ini ia masih termenung meratapi nasib, dan menunggu datangnya kesempatan yang tak kunjung tiba.

Krisis.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia beberapa waktu lalu juga berimbas pada catering yang sedang dirintis oleh Latif dan keluarganya. Beberapa perusahaan yang selama ini menjadi langganannya menghentikan pesanan mereka karena alasan pemotongan anggaran. Tempat yang disewanya di sebuah gedung perkantoran juga menaikkan uang sewa dan menerapkan pembayaran sewa dengan dolar yang berada di luar kemampuan Latif. Diancam kebangkrutan, Latif menjadi kreatif. Ia mengadakan rapat untuk mengumpulkan ide kreatif agar bisa bertahan bahkan menjadi lebih sukses di tengah badai krisis. Hasil pengumpulan pendapat membuahkan ide kreatif untuk tetap menjalankan usahanya dengan menggelar tenda di daerah-daerah sekitar perkantoran (di luar gedung kantor) pada waktu siang, dan di pinggir jalan dekat tempat-tempat hiburan seperti bioskop atau mall untuk menjalankan usaha di malam hari.

Pada pagi dan siang hari, sang isteri dan anak kedua Latif yang baru lulus sekolah perhotelan di bidang tata boga, bertugas menjalankan usaha cafe tenda mereka untuk melayani sarapan dan makan siang bagi karyawan kantor. Sedangkan Latif dan beberapa karyawannya bertugas malam melayani orang-orang yang baru keluar dari bioskop atau mall untuk menyajikan makan malam bagi mereka. Usaha keluarga Latif maju pesat. Setelah beberapa tahun bekerja keras dan cerdas, Latif berhasil mengumpulkan uang untuk membuka restoran kecil di sebuah lokasi strategis dekat sekolah dan perkantoran. Usaha ini terus berkembang, sampai akhirnya ia mampu membangun jaringan restoran yang membuka cabang di beberapa tempat.

Kemapanan bisa membuat kita lupa untuk melakukan perbaikan. Sebaliknya, kegagalan, masalah dan krisis kita perlukan untuk meraih sukses. Jadi, jika ketidaknyamanan datang, jangan putus asa, gali ketidaknyamanan tersebut, karena di balik semua itu ada kesempatan sukses yang bisa kita raih.

7 strategi menciptakan sukses.

Kegagalan, masalah, dan krisis yang dimanfaatkan dengan baik bisa menjadi kunci untuk membuka pintu kesempatan untuk meraih sukses.

Bagaimana Esi, Lusi, dan Latif sampai pada ide-ide brilian mereka untuk menciptakan kesempatan sukses? Berikut ini adalah strategi menciptakan kesempatan sukses dalam berbisnis yang diusulkan oleh Stephen M. Shapiro dalam bukunya 24/7 Innovation: A Blueprint for Surviving and Thriving in an Age of Change. Ketujuh strategi berikut mendorong kita untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan tepat agar ide-ide brilian bisa kita peroleh dan kesempatan sukses bisa kita raih.

Rethink.
Strategi ini mendorong para pelaku bisnis untuk menantang "status quo" dengan terus-menerus memikirkan ide-ide baru untuk melakukan perubahan guna meraih kesempatan sukses yang lebih besar. Dengan strategi "rethink" ini, pelaku bisnis diajak untuk senantiasa menggali ide-ide baru dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: "Mengapa harus begini? Apakah ada alternatif yang lebih baik untuk menjalankan usaha ini?" Jawaban dari pertanyaan ini diharapkan akan memberikan cara yang lebih baik, alternatif yang lebih beragam untuk meraih sukses.

Reconfigure.
Kegiatan apa yang dimodifikasi sehingga hasil diperoleh bisa menjadi lebih baik. Bagaimana proses produksi yang sekarang dijalankan bisa dijadikan lebih baik sehingga hasilnya pun lebih menguntungkan. Pertanyaan-pertanyaan seperti inilah yang harus dijawab untuk menjalankan strategi "reconfigure". Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut diharapkan bisa memberi arahan yang jelas untuk memperbaiki efektifitas dan efisiensi proses bisnis yang dijalankan saat ini.

Resequence.
Apakah ada urutan kegiatan yang lebih baik untuk menghasilkan produk atau jasa yang optimal? Kapan kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan? Berapa lama waktu yang diperlukan untuk melakukan kegiatan-kegiatan tersebut? Adakah cara untuk melakukan hal-hal ini dalam waktu yang lebih singkat dan urutan kegiatan yang berbeda? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang dicoba dijawab dalam menerapkan strategi "resequence." Strategi ini menjoba memikirkan kembali masalah "waktu" dan "urutan kegiatan" yang lebih tepat untuk meraih sukses lebih besar.

Relocate.
Jika ternyata alternatif kegiatan, proses dan urutan sudah tepat, hal lain yang bisa dipikirkan kembali adalah lokasi. Apakah lokasi usaha sudah tepat? Perlukah pindah ke tempat lain yang lebih strategis dan lebih mendekati target pasar? Perlukan membuka usaha baru atau pabrik baru di tempat lain ? Perlukan meminta supplier untuk mendekatkan usaha mereka di sekitar lokasi pabrik kita, agar penyaluran spareparts lebih mudah dan cepat, sehingga biaya bisa ditekan, dan harga jual bisa lebih bersaing? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dalam menerapkan strategi "relocate."

Reduce.
Strategi berikutnya mencoba mencari jawaban terhadap beberapa pertanyaan berikut: Berapa banyak bahan baku yang bisa dihemat ? Beberapa banyak kegiatan dalam proses produksi yang bisa dihilangkan atau dilakukan dengan lebih cepat? Adakah kegiatan yang tidak perlu dilakukan sendiri? Kegiatan mana yang perlu lebih difokuskan dan kegiatan mana yang bisa di "outsource" kepada pihak lain untuk memantapkan kualitas dan meminimumkan biaya produksi?

Reassign.
Siapa orang-orang yang perlu saya hubungi untuk menciptakan kesempatan sukses? Siapa orang-orang yang bisa melakukan suatu pekerjaan dengan lebih baik dan lebih cepat? Siapa yang bisa saya andalkan untuk membantu saya meraih sukses? Perlukah saya mempekerjakan orang-orang baru? Perlukah saya menugaskan orang lain untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini mecoba mencari orang-orang yang tepat, dan menempatkan orang-orang yang tepat untuk membantu kita menciptakan kesempatan sukses yang lebih baik.

Retool.
Strategi terakhir yang diusulkan Saphiro adalah yang menyangkut teknologi ataupun keterampilan untuk menunjang kesempatan meraih sukses. Strategi ini mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: Bagaimana saya bisa memanfaatkan teknologi yang terbaru (misalnya teknologi informasi, internet) untuk memperbaiki bisnis saya sehingga menjadi lebih menguntungkan? Teknologi ataupun keterampilan baru apa yang perlu saya dan perusahaan saya pelajari agar kesempatan sukses lebih mudah dapat diraih?

Ketujuh strategi ini diharapkan bisa memacu kita untuk melahirkan ide-ide brilian, dan menciptakan kesempatan-kesempatan luar biasa untuk meraih sukses. Seringkali pertanyaan-pertanyaan yang tepat membantu kita menemukan dan meraih sukses.

Tidak ada komentar: