Selasa, 09 Juni 2009

Kejujuran

Kejujuran
Jakarta, 12 Mei 2009

Oleh Chappy Hakim

Pada tahun 1969, saya mengikuti latihan para dasar, terjun payung statik di
pangkalan Udara Margahayu Bandung. Menjalani latihan yang cukup berat
bersama dengan lebih kurang 120 orang dan ditampung dalam dua barak panjang
tempat latihan terjun tempur.

Setiap makan pagi, siang dan malam hari yang dilaksanakan di barak, kami
memperoleh makanan ransum latihan yang diberikan dengan ompreng dan atau
rantang standar prajurit. Di ujung barak tersedia drum berisi sayur, dan di
sampingnya ada sebuah karung plastik berisi kerupuk - milik seorang ibu
setengah baya warga sekitar asrama prajurit yang dijual kepada siapa saja
yang merasa perlu untuk menambah lauk makanan jatah yang terasa kurang
lengkap bila tidak ada kerupuk -. Sang ibu paruh baya ini, tidak pernah
menunggu barang dagangannya.

Setiap pagi, siang dan malam menjelang waktu makan dia meletakkan karung
plastik berisi krupuk dan di sampingnya diletakkan pula kardus bekas rinso
untuk uang, bagi orang yang membeli kerupuknya. Nanti setelah selesai waktu
makan dia datang dan mengemasi karung plastik dengan sisa kerupuk dan
kardus berisi uang pembayar kerupuk.

Iseng-iseng saya tanyakan, apakah ada yang nggak bayar Bu? Jawabannya cukup
mengagetkan, dia percaya kepada semua siswa latihan terjun, karena dia
sudah bertahun-tahun berdagang kerupuk di barak tersebut dengan cara
demikian. Hanya meletakkan saja, tidak ditunggu dan nanti setelah semuanya
selesai makan dia baru datang lagi untuk mengambil sisa kerupuk dan uang
hasil jualannya. Selama itu, dia tidak pernah mengalami defisit. Artinya
tidak ada satu pun pembeli kerupuk yang tidak bayar. Setiap orang memang
dengan kesadaran mengambil kerupuk, lalu membayar sesuai harganya. Bila dia
harus bayar dengan uang yang ada kembaliannya, dia bayar dan mengambil
sendiri uang kembaliannya di kotak rinso kosong tersebut.

Demikian seterusnya. Beberapa pelatih terjun, bercerita bahwa dalam
pengalamannya, semua siswa terjun payung yang berlatih di situ dan menginap
di barak latihan tidak ada yang berani mengambil kerupuk dan tidak bayar.
Mereka takut, bila melakukan itu, khawatir payung nya tidak mengembang dan
akan terjun bebas serta mati berkalang tanah.

Sampai sekarang, saya selalu berpikir bahwa, orang sebenarnya bisa jujur
dan dapat dipercaya, jika pintu kematian berada di depan wajahnya. Yang
saya pikirkan, bagaimana caranya membuat manusia setiap saat berada dalam
kondisi atau suasana latihan terjun, mungkinkah ?

Tidak ada komentar: