Senin, 22 Juni 2009

Takut berbuat salah

Takut berbuat salah.

Susie selalu ragu-ragu dalam bertindak. Ia tidak berani mengungkapkan
pendapatnya dalam rapat. Ia selalu menunggu hingga detik terakhir karena
harus melalui perang batin yang panjang dalam hatinya. Sebagian dirinya
yakin bahwa pendapatnya benar, tapi sebagian lagi takut kalau-kalau
ternyata ia salah. Ia takut disalahkan orang lain. Ia takut terhadap
berubahnya pendapat orang lain tentang dia.

Bukankah kebanyakan orang sebenarnya takut melakukan sesuatu karena takut
disalahkan? Padahal, seandainya salah sekalipun, lalu apa sih yang paling
buruk yang akan terjadi? Apakah ia lalu dipecat? Dimasukkan ke penjara?
Atau dibunuh karena bersalah? Tidak bukan? Paling-paling disalahkan,
ditegur, atau dimarahi.

Vinna bekerja bersama Susie. Kemampuan mereka juga hampir sama. Tapi Vinna
selalu berani melakukan hal-hal baru. Ia berani mengambil risiko. dalam
rapat pun ia berani mengemukakan pendapat yang memang beralasan, bukan
sekadar mengritik orang lain. Kalaupun ternyata pendapatnya salah, ia
segera belajar dari kesalahannya tersebut. Ia bersikap terbuka sehingga ia
juga mempertimbangkan pendapat orang lain meskipun berlawanan dengan
pendapatnya. Kalau ternyata pendapatnya yang benar, ia bersikap wajar dan
tetap rendah hati. Tapi apabila ternyata pendapat orang lain yang benar,
ia dengan hati lapang bisa menerimanya.

Mungkin kebiasaan orangtua kita yang selalu memarahi anak kalau anak
berbuat salah, telah membuat kita menjadi takut untuk melakukan kesalahan
setelah kita dewasa. Kita takut pandangan orang terhadap kita berubah. Kita
takut tidak
disukai orang lain. Kita takut dibenci. Sebagian orang rela mengorbankan
prinsip hidupnya demi disukai oleh atasan atau teman. Ironis bukan?

Tentu kita tahu berapa kali Thomas Alpha Edison atau Einstein melakukan
kesalahan sebelum akhirnya berhasil. Mereka tidak langsung berhasil ketika
pertama kali mencoba.

Mungkin perlu ratusan kali gagal sebelum mencapai satu keberhasilan.
Kesalahan bukan akhir hidup kita. Kesalahan sebenarnya hanya merupakan
langkah menuju keberhasilan. Setiap kesalahan membawa kita semakin dekat
dengan keberhasilan.

Belajar dari kesalahan

Joyo ingin menjadi seorang petinju. Setiap hari ia harus berlatih minimal 5
jam. Setiap kali berlatih ia selalu mencari teknik-teknik yang lebih baik.
Cara berdiri, cara memindahkan kaki, memukul, menghindar, meningkatkan
kecepatan, dan sebagainya. Ia masih sering melakukan kesalahan. Tapi dengan
bantuan pelatihnya, setiap kesalahan dipelajari agar ia menjadi semakin
baik dan semakin mendekati sempurna.

Kesalahan bukan untuk disesali, tapi untuk diperbaiki.

Seorang petani membelikan kuda untuk anaknya laki-laki. Suatu kali sewaktu
menunggang kuda, anak tersebut jatuh dan kakinya cedera. Semua orang
menyalahkan petani itu karena membelikan kuda. Tak lama kemudian negara
dalam keadaan perang. Semua anak muda harus mengikuti wajib militer. Tapi
karena kakinnya cedera, anaknya ditolak mengikuti wajib militer. Ia bebas.

Semua orang mengatakan untung bahwa petani itu membeli kuda sehingga
anaknya cedera sehingga tidak perlu ikut berperang. Jadi sebenarnya benar
atau salahkah si petani itu membeli kuda ?

Sesuatu yang tampaknya salah bisa berubah menjadi benar apabila ditinjau
dari sisi lain. Tentu saja ada kesalahan yang jelas seperti mencuri,
merampok, membunuh, atau menyakiti orang lain. Apapun alasannya, perbuatan
itu tetap salah.

Seorang pengembara mengendarai untanya di padang pasir. Ketika ia sampai di
sebuah mata air dimana ada sebatang pohon, ia memutuskan untuk
beristirahat. Ketika itu ia berpikir bahwa ia perlu sebuah patok kayu agar
dapat menambatkan ontanya. Patok kayu itu juga pasti perlu untuk orang lain
yang juga beristirahat di situ. Maka ia segera membuat sebuah patok yang
ditanamkan ke tanah. Kemudian ia melanjutkan perjalanannya dengan perasaan
puas karena telah berbuat baik. Tak lama kemudian seorang pengembara lain
sampai di tempat itu juga. Ia pun beristirahat. Melihat sebuah patok kayu
menyembul dari tanah, ia berpikir bahwa patok kayu itu berbahaya sekali.
Orang atau onta bisa tersandung pada patok kayu itu. Karena itu ia segera
mencabut patok kayu itu dan membuangnya. Kemudian ia pun pergi melanjutkan
perjalanannya dengan perasaan
puas, karena telah berbuat baik. Dalam hal ini, siapa yang salah dan siapa
yang benar?

Setiap orang cenderung untuk membenarkan diri sendiri dan menyalahkan orang
lain. Seandainya pengembara pertama kembali ke tempat itu dan melihat hasil
kerjanya dibongkar oleh pengembara lain, bagaimana perasaannya ?

Seandainya pengembara kedua melihat bahwa pengembara pertama telah dengan
sengaja menanam patok kayu itu, bagaimana perasaannya ?

Vinna tidak pernah membiarkan dirinya berlarut-larut dalam penyesalan. ia
segera bangkit dan memperbaiki kesalahannya. Beberapa tahun kemudian tampak
kemajuan pesat yang dialami Vinna. Ia semakin matang, pertimbangannya
semakin baik.
Ia tidak pernah takut salah. Ia belajar dari kesalahan.

Bukankah "to err is human"?
Learn from your mistakes!

Tidak ada komentar: