Selasa, 29 Mei 2012

TERSINGGUNG

TERSINGGUNG
(Sebuah Percikan Permenungan)

Saya pernah bertamu di rumah sahabatku. Ketika sedang menikmati kopi,
tiba-tiba terdengar suara, "pyar!!" dan ternyata ada seseorang yang melempar
pesawat televisi dengan sebuah remote control. Tentu saja, layar kaca itu
pun pecah. Terjadilah keributan sejenak dan tidak lama kemudian, suasana
menjadi dingin kembali. Kemudian saya bertanya kepada sahabat saya tadi.
Jawabnya, "Anak saya yang sulung itu sedang tersinggung dengan acara di
televisi. Ia melihat Angelina Sondakh senyum-senyum dalam acara
entertainment bahkan menebar pesona ketika dia diwawancarai oleh beberapa
wartawan. Sekarang anak itu duduk dêlêg-dêlêg dengan pandangan kosong."
Terus kami berdua pun tertawa sambil berkata, "tersinggung! Hah!!"

Ini adalah ketersinggungan yang tidak ada gunanya, sebab pengelola acara
televisi pun tidak tahu siapa diri si anak sulung yang sedang tersinggung
itu. Ini sama ketika saya melihat televisi di kampung halamanku,
Gunungkidul – Yogyakarta. Satu pesawat televisi biasanya dilihat oleh
beberapa orang, sebab tidak semua memiliki idiot box tersebut. Ketika
disiarkan secara langsung pertandingan sepak bola, maka komentar pun
bersahutan. Kalau ada salah seorang pemain yang salah tendang bola, maka
pemain itu pun dimaki-maki. Tentu saja penonton yang menjagoi pebola itu
pun tersinggung. Maka terjadilah adu mulut di antara para pentonton. Ini
juga merupakan tersinggung yang sia-sia. Mereka lupa bahwa kata ndelok itu
punya makna kendel alok. (Kendel alok, bhs Jawa artinya: berani dan bebas
berkomentar).

Kalau dilihat dari makna katanya, "kata tersinggung" sendiri memiliki arti
tidak sengaja kena singgungan. Jadi sebenarnya yang menjadi "korban" adalah
orang yang merasa "disakiti" oleh orang lain. Orang merasa tersinggung
karena perkataan maupun perbuatan orang lain, baik yang disengaja maupun
yang tidak disengaja, apalagi orang itu sedang sensitif, luka batin dan
bermasalah. Sri Mulyono Herlambang (1930 – 2007) dalam Wayang dan Wanita
menulis, "Tokoh Drona yang dipermalukan oleh teman lamanya, Prabu Drupada,
hanya karena ia memanggil sang prabu dengan menyebut nama tanpa gelar yakni
Sucitra." Ia tersinggung dan langsung menghajar begawan Drona hingga
babak-belur dan wajahnya yang tampan menjadi bopeng bahkan tangan dan
kakinya pun cacat. Barangkali pada saat itu Drona menegur di muka banyak
orang, terutama bawahan-bawahan dari Drupada. Tentu saja ia menjadi malu.
"Mana mungkin ada orang yang suka ditegur – dengan tidak sopan lagi – di
depan banyak orang. Orang Jawa memiliki kata yang tepat untuk itu yaitu:
empan papan (tepat saat dan tepat tempat). Publius Cornelius Tacitus
(56 – 117 ), seorang Senator dan penulis sejarah Kerajaan Romawi pernah
menulis pepatah, "Secreto amicos admone, lauda palam" yang artinya:
tegurlah sahabatmu di bawah empat mata (secara diam-diam), namun pujilah
mereka secara terbuka.

Dalam pengalaman keseharian, kita sering menyaksikan sendiri orang-orang
yang tersinggung. Kebanyakan mereka tersinggung hanya karena hal-hal yang
sepele saja. Seorang sopir tersinggung karena ada mobil lain yang
melampauinya. Seorang camat tersinggung sebab master ceremony lupa
menyebut namanya ketika ada acara peresmian gedung sekolah. Seorang
direktur tersinggung gara-gara dalam undangan tidak menaruh gelarnya.
Seorang cowok tersinggung lantaran ketika sedang berbicara ceweknya terima
tilpon dari orang lain.

Kalau kita membaca berita-berita di media elektronik maupun media massa,
suguhan-suguhan tentang kekerasan yang terjadi, membuat diri kita menjadi
gamang. Mereka memiliki sumbu yang pendek, sehingga cepat terbakar.
Disinggung sedikit saja langsung maki-maki. Mobil tergores sang pemilik
langsung mencak-mencak. Usulnya tidak diterima dalam rapat berdiri dan
protes dan lebih parah lagi demo. Bangsa kita yang pernah dijuluki sebagai
bangsa yang ramah dan murah senyum, lama-kelamaan menjadi pudar. Bahkan
bangsa Indonesia telah memberi kontribusi kata "amuk" ke bahasa
Internasional, "the amok" yang berarti: mata-gelap. Tentu saja ibu pertiwi
menangis, sebab bangsa ini memberi kontribusi kata koq yang negatif. Anand
Krishna dalam Jangka Jayabaya menulis, "Jaran doyan mangan sambel" yang
berarti: Kuda suka makan sambal. Seekor kuda bila diberi sambal akan
mengamuk. Ia akan lepas kendali karena kêpêdêsên. Ia tidak doyan sambal.
Tapi, apa yang terjadi bila kuda yang tidak doyan sambal menjadi doyan?
Kebiasaan baru itu pasti mengubah sifat dasarnya. Ia menjadi tukang ngamuk –
ia akan lepas kendali, sulit diatur.

Dalam minggu-minggu ini, kita menyaksikan sendiri drama kolosal dengan judul
kenaikan BBM. Para petinggi pemerintah berdiskusi mengenakan jas dan dasi
dan dalam berkomunikasi menggunakan bahasa yang tidak dapat dipahami oleh
rakyat kebanyakan. BBM belum naik, tetapi barang-barang sudah mulai
pelan-pelan naik dan celakanya kalau barang sudah naik, maka sulit untuk
turun lagi. Belum lagi ketika merenungkan kelakuan para wakil rakyat. Banyak
kursi kosong saat Rapat Paripurna DPR (Kompas, 7 Maret 2012) dan di seberang
Gedung DPR terpasang spanduk dengan tulisan, "Negeri salah urus. Negeri Auto
Pilot" Kritikan tersebut disampaikan sebagai bentuk kekesalan masyarakat
atas berbagai persoalan bangsa yang tak kunjung selesai (Kompas, 6 Maret
2012). Tersinggungnya rakyat memang dapat dipahami. Rakyat sudah bosan dan
lelah dan muak serta apatis dengan kehidupan yang mereka hadapi ini. Cicero
(106 – 43 seb. M) dalam Orationem in Catilinam pernah berpidato, "O
tempora! O mores!" yang artinya oh, zaman apakah ini! Akhlak macam apakah
ini! Rakyat pada zaman ini seperi kaum nisada dalam dunia pewayangan. Ini
merupakan julukan dari mereka yang diperbodoh dan ditindas serta
dipermiskin. Dalam Kisah Mahabaratha, kaum nisada adalah kaum papa yang
mengorbankan diri demi kemuliaan Pandawa. Maraknya musim kampanye dengan
iming-iming yang menjanjikan kesejahteraan rakyat akhirnya hanya merupakan
isapan jempol belaka. Rakyat sudah kehabisan kata-kata dan akhirnya hanya
berkata dalam hati, "Oh, zaman apakah ini! Akhlak macam apakah ini!"

Akhir bulan Februari 2012 ini, saya singgah di salah satu keluarga di Jl.
Bethesda – Sario – Manado. Tatkala saya masuk di ruang tamu, anaknya menutup
pintu keras-keras, "derrr!" Tentu saja membuat ibunya anak itu marah.
Kemudian sang bapak itu berkata, "Maklum tanggal tua, jadi sumbunya pendek
sehingga cepat terbakar!" Kemudian saya bertanya, "Oh istri bapak itu
mungkin tersinggung?" Bapak itu pun berkata, "Iya, dia tersinggung!" sambil
tersungging.

Skolastikat MSC, 12 Maret 2012
Biara Hati Kudus – Pineleng
Jl. Manado – Tomohon, KM. 9
MANADO – 95361
Markus Marlon msc

Tidak ada komentar: