Minggu, 06 Mei 2012

KAGUM

KAGUM
(Sebuah Percikan Permenungan)

O Lord my God
When I in awesome wonder,
Consider all the worlds Thy Hands have made;
I see the stars, I hear the rolling thunder,
Thy power throughout the universe displayed

Secuil syair lagu yang berjudul, How Great Thou Art yang ditulis oleh Carl
Gustav Boberg (1859 – 1940) yang lahir di Swedia dan penulis puisi di atas
tadi, hendak menunjukkan betapa besar kuasa Tuhan atas alam raya.
Menyaksikan alam yang indah serta penuh misteri ini, kita hanya bisa
berdecak kagum. "Sesungguhnya, bangsa-bangsa adalah seperti setitik air
dalam timba dan dianggap seperti sebutir debu pada neraca. Sesungguhnya,
pulau-pulau tidak lebih dari abu halus beratnya" (Yes 40: 15). Jika
merenungkan kutipan tersebut, maka tidak ada alasan untuk menyombongkan
diri, karena manusia tidak ada apa-apanya. Inilah yang membuat para
biarawan MSC suka sekali untuk mengungkapkan salah satu kutipan dari
konstitusi lama no 4, "Ama nesciri de pro nihilo reputari" yang artinya
kira-kira : suka tidak dikenal dan dianggap nol.

Kekaguman adalah awal dari sebuah kreativitas. Kekaguman memunculkan suatu
curiosity yang pada gilirannya mencetuskan penemuan-penemuan yang amat
berguna bagi kehidupan umat manusia. Para filsuf dan ilmuwan dari Yunani
kuno, seperti: Archimedes dari Syracusa (287 – 212 Seb. M) menemukan
rumus-rumus maupun teori-teori dikarenakan rasa kagumnya terhadap alam
semesta dan ketika menemukan suatu teori ia sempat mengalami trance dengan
berseru, "Eureka" yang berarti aku telah menemukannya. Pengalaman kekaguman
itu pula bisa disebut sebagai Ah-ha experience atau Aha-Erlebnis, kalau
bahasa Manado-nya mungkin, "Bagitu koté kang!"

Pada gilirannya, manusia akan mengagumi ciptaan buatan tangan manusia.
Penemu-penemu, seperti: James Watt (1736 –1819) penemu mesin uap. Johannes
Guttenberg (1400 – 1468) penemu Mesin cetak, Christopher Sholes (1819 –
1890) penemu mesin ketik dan Guglielmo Marconi (1874– 1937), penemu Radio
dan masih banyak lagi penemu-penemu lain itu yang telah mengukir sejarah.
Mereka adalah orang-orang yang pantas dikagumi atas prestasi-prestasi yang
telah diraih, admiranda. Tujuh keajaiban dunia (Kolosus di Rodos - patung
Helios yang sangat besar, dibuat sekitar tahun 292 – 280 Seb.M oleh Chures,
sekarang Yunani. Taman Gantung Babilonia dibangun oleh Nebukadnezar II,
sekitar abad ke-8 Seb.M – abad ke-6 SM, sekarang Irak. Makam Mausolus,
satrap Persia, Caria, dibuat pada tahun 353 – 351 Seb. M di kota
Halicarnassus, sekarang Bodrum, Turki. Mercusuar Iskandariyah dibangun
sekitar tahun 270 SM di pulau Pharos dekat Alexandria pada masa pemerintahan
Ptolemeus II oleh arsitek Yunani Sostratus, sekarang Mesir. Piramida Giza
dipakai sebagai makam untuk firaun Mesir Khufu, Khafre, dan Menkaure,
sekarang Mesir yang dibangun pada dinasti ke-4 Mesir (sekitar 2575– sekitar
2465 Seb.M) Patung Zeus yang berada di Olympia, dipahat oleh pemahat
Yunani Fidias, kira-kira 457 Seb.M sekarang Yunani. Kuil Artemis – 550 SM,
di Efesus, sekarang Turki) adalah saksi sejarah yang membuat kagum umat
manusia. Atau ketika orang mengunjungi bangunan monumental dari Vatikan
sampai Barcelona, tidak putus-putusnya bibir ini berdecak kagum. Antoni
Gaudi (1852 – 1926) di Barcelona memperlihatkan betapa cerdasnya manusia
menciptakan bangunan yang indah dan ramah lingkungan. Para pengunjung pun
antre amat panjang untuk melihat dari dekat Sagrada Família itu. Tetapi
sangat disayangkan bahwa untuk mengagumi kedahsyatan bangunan yang
mengagumkan itu, tour leader, dalam setiap kunjungan senantiasa
meng-hayo-hayo, supaya perjalanan kami itu dipercepat, karena masih harus
melihat obyek wisata lain. Yasraf Pialing dalam Dunia yang Dilipat, menulis
bahwa dunia zaman sekarang ini memiliki prinsip: cheaper, better dan faster.
Dengan harga yang murah, manusia ingin cepat-cepat menikmati dan yang paling
baik. Prinsip ini sangat bertentangan dengan orang-orang yang mengagumi
keindahan. Orang barangkali bisa menggagumi: ukirannya, proses pembuatannya
dan – tentunya – penciptanya dan ini bisa berlama-lama, seolah-olah "waktu
berhenti" seketika. Arvan Pardiansyah dalam Cherish every moment, mengajak
para pembaca untuk menikmati hidup itu dari peristiwa ke peristiwa dengan
penuh syukur. Kita super sibuk, ibaratnya mau jalan-jalan ke pulau Bali,
tetapi sudah berpikir bagaimana nanti perjalanan pulang dari Bali.

Orang bisa kagum terhadap diri sendiri. Kekaguman yang berlebihan, akan
memunculkan deviasi / penyimpangan yang disebut sebagai narcisime. Pada
abad pertengahan, orang-orang kagum dengan tubuh manusia, maka lukisan dan
patung-patung pun dipahat secara detail: tubuh yang indah dan otot-otot yang
sangat hidup. Padahal sebenarnya, ajakan untuk berani berpikir sendiri itu
sudah ada sejak zaman Romawi Kuno. Maka muncullah sebuah ungkapan yang
dicetuskan oleh Horatius (65 – 8 seb. M), sapere aude yang berarti:
beranilah untuk mencari tahu. Atau menurut bahasa lain, "Beranilah untuk
berpikir sendiri"
Kita pun tidak salah jika memiliki kekaguman kepada orang lain. Kekaguman
terhadap orang lain ini, memunculkan istilah ngefens. Dalam pertunjukan yang
menampilkan bintang idola, banyak akil baliq, menjerit-jerit histeris ketika
menyaksikan sang bintang yang melantunkan sebuah lagu. Sang idola bagaikan
doll yang bisa dimilikinya dan senantiasa menjadi fancy (bayang-bayang)
setiap harinya. Yudi dalam Giri melukiskan kehidupan pioner-pioner Islam di
tlatah Jawa. Pada waktu itu, Ki Agung Bungkul didatangi oleh seorang
pemuda yang bernama Jaka Samodra. Sang Ki Agung begitu kagum atas
kejujuran sang pemuda itu. Karena itulah, Jaka Samodra diminta menjadi
menantunya dengan menikahi putrinya yang bernama Selasih, yang kemudian
berganti nama menjadi Wardah. Padahal pada waktu itu, ia sudah hampir pasti
menjadi menantu Sunan Ampel (1420 – 1481). Akhirnya, pada saat yang
bersamaan calon sunan itu menikahi dua gadis. Joko Samodra kemudian disebut
sebagai Sunan Giri (1443 - 1506). Pemujaan yang berlebihan terhadap orang
lain bisa menjadikan dirinya fanatik dan cenderung posesif dan pada suatu
saat akan bersikap destruktif (merusak dan mematikan). Mahatma Gandhi
(1869 - 1948) dan John Lennon (1940 - 1980) dibunuh sendiri oleh orang-orang
yang mengidolakan tokoh-tokoh tersebut.

Akhirnya kita kagum dengan "Yang Di Atas". Kekaguman ini merupakan
kekaguman yang paripurna. Rudolf Otto (1869 – 1937) memandang kekaguman
pada Tuhan sebagai "Pribadi" yang menggentarkan atau mysterium Tremendum
(kata Latin Tremendum berarti: mendahsyatkan atau menggentarkan). Di pihak
lain, Allah dialami atau dirasakan sebagai "Pribadi" yang baik, penuh kasih,
peduli, menyenangkan, menenteramkan dan menakjubkan. Manusia merasakan hal
seperti itu ketika berhadapan dengan peristiwa kelahiran, kesembuhan,
kesuksesan, hasil panen, pergantian malam dan siang, pergantian musim,
pertolongan dan penyertaan Tuhan dalam hidupnya dan lain sebagainya. Di
hadapan Allah yang seperti itu manusia merasa damai dan bahagia. Allah
dilihat manusia sebagai "Pribadi" yang menggemarkan atau mysterium
fascinosum (kata Latin fascinans berarti mengasyikkan atau menggemarkan),
ada rasa takut sekaligus mencintai, ajrih-asih (Bhs. Jawa). Rasa kagum
kepada Tuhan itu oleh para biarawan MSC selalu dilantumkan dalam lagu yang
berjudul Ave Admirabile. Isi lagu itu penuh dengan puji-pujian atas Tuhan
yang telah banyak memberi anugerah yang melimpah kepada umat manusia. Untuk
itu sebagai manusia, rasa kagum itu hanya bisa dinyatakan dalam bentuk
pujian ( laudatio) memuliakan dan mengagungkan (magnificatio)

Ssebelum Natal 2011, saya jalan-jalan ke Wanea – Manado dan sempat singgah
di Restoran Mawar Sarron depan Gereja Bethany yang amat megah. Saya makan
bersama-sama dengan seorang bapak. Sebelum makan, saya berdoa dengan khusuk
atas berkat yang melimpah. Dan waktu makan pun kami senang dengan hidangan
yang lezat: ayam goreng kampung. Sambil menikmati hidangan, kami mengagumi
Tuhan yang menciptakan ayam yang gurih. Tetapi tiba-tiba, ada tulang yang
menyangkut di gigiku. Kemudian saya berseru, "Sialan ini tulang. Kurang
ajar, membuat acara makanku tidak nyaman!" Bapak itu pun kemudian berkata,
"Hai saudara, dalam waktu yang hampir bersamaan saudara mengagumi Tuhan dan
tidak lama kemudian memaki Tuhan, sang Pencipta alam semesta!!" Dengan agak
malu-malu, saya hanya bisa tersenyum, "He he he!"

Skolastikat MSC, 26 Desember 2011
Biara Hati Kudus – Pineleng
Jl. Manado – Tomohon KM. 09
MANADO – Sulawesi Utara – 95361

Markus Marlon msc

Tidak ada komentar: