PENDIDIKAN ATAU PENGAJARAN ?
Sebuah penelusuran kata-kata: Othak-athik Gathuk
Sering saya dibingungkan dengan istilah teacher (pengajar) dan educator
(pendidik). Saya akan mencoba meng-othak-athik (menelurusi sekenanya) dan
semoga gathuk (bertemu dan cocok). Di sini saya gunakan kata "mencoba" dan
"semoga". Jadi seandainya tidak berhasil menemukan "kecocokannya" yah
maklum adanya.
Kata education yang berarti pendidikan itu berasal dari bahasa Latin,
educare: e-, keluar dan ducere, memimpin atau menuntun. Orang dituntun untuk
keluar dari diri sendiri serta lingkungannya. Ia menjadi bebas. (Bdk.
INSPIRASI, Lentera yang membebaskan, tulisan Markus Marlon: April 2012).
Orang dididik supaya bebas dari kegelapan dan melihat terang. Helen Keller
(1880 – 1968) dan Louise Braille (1809 – 1852) telah membebaskan dari buta
bisa "melihat", Pusat-pusat Rehabilitasi narkoba telah membebaskan
orang-orang yang ketagihan bisa pulih kembali. Lapas-lapas (Lembaga
Pemasyarakatan) telah mengubah orang-orang yang bertindak kriminal menjadi
orang yang berguna bagi masyarakat. Sekolah-sekolah (baik formal maupun
formal) telah mengajak anak-anak melihat dunia yang lebih luas
(cakrawala).
Ketika saya live in di Pondok Pesantren Pabelan – Magelang (1983), di sana
terlihat sekali betapa para kiai itu mendidik para santrinya. Mereka hidup
bersama dalam satu pondok dan apa yang dibuat oleh sang kiai dibuat oleh
para santri. Mereka dididik. Tidak heranlah jika Ki Hajar Dewantara (1889 –
1959), seorang pelopor pendidikan yang telah mendirikan sekolah Taman siswa
pada tahun 1922 mengajak para anak didiknya di Taman Siswa (tentunya) untuk
memiliki jiwa yang bebas – merdeka. Namun – menurut Ki Hajar (sang guru),
kebebasan yang bertanggung jawab. Brian Klemmer dalam The Compassionate
Samurai menulis, "Viktor Frankl (1905 – 1997) pernah menyarankan agar Patung
Liberty (patung kebebasan) di Panti Timur dilengkapi dengan "Patung Tanggung
Jawab" di Pantai Barat".
Para pendidik atau educator mengajak para anak didiknya untuk menjadi
manusia-manusia yang bebas karena pendidiknya terlibat di dalamnya. Ing
ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Arti dari
semboyan ini adalah: tut wuri handayani (dari belakang seorang guru harus
bisa memberikan dorongan dan arahan), ing madya mangun karsa (di tengah atau
di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide), dan ing ngarsa
sung tuladha (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh
tindakan yang baik).
Di pihak lain, para pengajar atau guru tugasnya mengajar para muridnya. Ia
mengajar dengan mentransfer ilmu yang ada padanya. Pengajaran zaman ini,
ada metode CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), di sini para guru menjadi
"moderator". Para pengajar juga bisa diterapkan dalam diri pelatih, misalnya
pelatih renang, pelatih sepak bola. Maka tidak mengherankan jika ada siswa
yang tindakannya kurang terpuji, akan dikatakan, "Kurang ajar!" (02 Mei
2012)
"SELAMAT HARI PENDIDIKAN NASIONAL 2012"
Markus Marlon msc
Skolastikat MSC
"Biara Hati Kudus"
Jl. Raya Pineleng KM. 9 – PINELENG
MANADO – 95361
Rabu, 02 Mei 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar