Rabu, 02 Mei 2012

ARTI

ARTI
(Sebuah Percikan Permenungan)

Setiap orang ingin membuat dirinya berarti, bukan saja bagi dirinya sendiri
melainkan juga bagi orang lain. Ada seorang ibu yang sangat asing dengan
anaknya sendiri. Seorang ibu yang amat kaya mempunyai dua putri. Suaminya
seorang kontraktor yang terkenal. Karena hartanya melimpah, maka kedua
putrinya disekolahkan di Amerika. Tentu saja anak-anaknya hidup dengan gaya
dan model ala Amrik.

Suatu kali kedua putrinya liburan semester. Ibunya amat kangen dan ingin
sekali memanjakan putri-putrinya itu. Waktu itu, sang anak sedang di kamar
dan ibu masuk kamarnya langsung merangkulnya. Tetapi sang anak berkata,
"Mengapa ibu masuk kamar saya tanpa mengetuk pintu terlebih dulu?" Maka, ibu
pun menyahut, "Engkau khan anakku, sayang" Tetapi anak itu menjawab, "Tapi
ma, saya khan punya privacy!" Hubungan jadi tegang dan sang ibu salah
tingkah. Bisanya hanya menangis. Ibu itu sedih karena merasa dirinya tidak
berarti bagi anak-anaknya.

Mengapa orang bangun pagi-pagi dan tidur larut malam? Maka jawabannya ialah
bahwa orang itu ingin dirinya berarti. Bukankah seorang kepala keluarga akan
merasa tidak berarti di hadapan istrinya kalau ternyata penghasilannya lebih
kecil dari istrinya? Mark Antony (82–30 S.M) yang perkasa pun pernah
frustasi ketika mengalami kekalahan fatal di Actium, yang dikenal dengan
nama "Battle of Actium". Di sinilah sebenarnya batin Mark Antony galau,
karena tidak mampu membahagiakan jantung hatinya dan akhirnya muncul
bayangan Julius Caesar (100–44 S.M) yang dengan mudah mampu menaklukkan
musuh dengan gemilang. Klimaks dari kisah karangan William Shakespeare ini
ialah bahwa Mark Antony melarikan diri dari kenyataan dengan minum-minuman
sampai mabuk. Namun, dirinya menjadi semangat dan merasa berarti ketika
Cleopatra (69–30 S.M) berbisik kepadanya, "Kau sangat berarti bagiku."
Kata-kata itu berbunyi merdu di telinganya sehingga dirinya berani maju
berperang, meskipun harus mengalami kekalahan di tangan Gaius Octavius (63
Seb. M – 14 S.M), yang kemudian dikenal dengan nama Kaisar Agustus. Kita
tidak akan sangsi bahwa orang bisa berjuang sampai titik darah penghabisan
karena ingin merasa berarti bagi orang yang dicintai.

Kisah drama tragis seperti Hamlet – misalnya – hendak – melukiskan
bagaimana dalam keragu-raguannya ia hendak menunjukkan keberartiannya di
hadapan ibunya, Ratu Gertrude. Hamlet mau menyelamatkan ibunya dari
cengkeraman si hati busuk yang adalah pamannya sendiri yang bernama
Claudius. Perjuangan Hamlet ialah bahwa dia adalah sebagai putra mahkota,
maka dalam hidupnya dia berusaha menjadi "pahlawan" dengan membalas kematian
ayahnya. Sang idealis, Don Quixote de la Mancha, karya sastra terkenal
Miguel de Cervantes Saavedra juga hendak melukiskan petualangan "sang
pahlawan" yang ingin menumpas kebatilan, tetapi ternyata kejahatan itu
selalu ada dan malah makin merajalela. Dari sinilah kita boleh berefleksi,
banyak orang yang ingin membuat dirinya berarti tetapi karena kurang
realistis, yang terjadi adalah kegetiran jiwa seperti Hamlet dan kekonyolan
seperti yang dilakukan oleh Don Quixote.
Merasa diri berarti merupakan kebutuhan dasar manusia – yang menurut bahasa
Abraham Maslow dalam "Mazhab Ketiga" diartikan sebagai aktualisasi diri
(self actualization). Seorang yang mampu mengakualisasikan dirinya, dia akan
berarti bagi orang lain. Misalnya, betapa bahagianya ketika seseorang baru
belajar menulis dan ternyata artikelnya dimuat dalam suatu media massa. Ia
merasa berarti bagi orang lain, karena opininya dibaca oleh banyak orang.
Dengan demikian, keberartian hidup itu dimulai dari mengerjakan hal-hal
yang kecil yang akhirnya diakui oleh orang lain. Pengakuan dari orang lain
itu, yang akhirnya mendorong seseorang untuk lebih dan lebih lagi mencoba
untuk berbuat, sehingga dirinya semakin merasa berarti. Dan memang self
actualization itu alangkah baiknya jika sudah dialami ketika seseorang masih
dalam tahap pertumbuhan. Dan kita patut bersyukur bahwa zaman sekarang ini
ilmu pengetahuan berkembang pesat dan ini berpengaruh bagi pendidikan anak.
Ada intelligent quotient, emosional quotient dan spiritual quotient. Semua
ini hendak menunjukkan betapa besar perhatian kita bagi generasi penerus
kita.

Tetapi bagaimana yang terjadi jika dalam bertindak, manusia senantiasa
dirong-rong arti hidupnya? Dalam hidup keluarga sering terjadi orang tua
memiliki anak favorit, meskipun itu tidak begitu nampak. Anak favorit tentu
saja senantiasa dipuji, mungkin karena kerajinannya, di muka orang tuanya.
Di pihak lain, tentu ada anak yang menurut orang tuanya sebagai anak nakal.
Terhadap anaknya yang nakal itu, orang tua sering menganjurkan agar dirinya
bertingkah laku seperti kakaknya yang sikapnya terpuji. Tentu saja perlakuan
orang tua yang suka membanding-bandingkan itu membuat dirinya merasa tidak
berarti. Gambaran diri bahwa dirinya tidak berarti bisa membuat dirinya
terpuruk yang mengakibatkan dirinya bersikap rendah diri. Sikap rendah diri,
penolakan diri, pertahanan diri dan proyeksi yang menurut Erik Erikson
(1902 – 1994) disebut sebagai krisis identitas diri inilah yang bisa membuat
dirinya (tanpa disadari) merasa tidak berarti. "Life is beautiful" yang
berarti hidup itu indah adalah ungkapan keseharian yang amat akrab dengan
hidup kita. Tugas kita selama hidup di dunia ini adalah mengisi hidup yang
indah ini dengan hal-hal yang berarti.

Kemarin, saya dapat e-mail japri (jalur pribadi) yang isinya kira-kira
demikian, "Tulisan saudara selama ini hanya mengolah kata dan tidak
berdasarkan fakta. Tulisan-tulisan saudara bagaikan sampah, sehingga
langsung saya delete saja. Sungguh-sungguh tidak berarti!". Saya merenungkan
kata-kata itu dalam hati, "Memang ada benarnya juga. Tapi paling tidak,
tulisan-tulisanku itu berguna bagi diriku sendiri sebagai introspeksi!"
Antony de Melo dalam Burung Berkicau, menulis, "Burung tetap berkicau, entah
didengar atau tidak" Atau Andre Wongo dalam Audio Book dengan judul, Bunga
Lily memotivasi, "Entah dilihat atau tidak dilihat, bunga Lily itu tetap
berbunga di lereng bukit". Pembelaan diri nie ye!!

Skolastikat MSC, 12 Desember 2011
Biara Hati Kudus – Pineleng
Jl. Manado – Tomohon KM. 09
MANADO – Sulawesi Utara – 95361

Markus Marlon msc

Tidak ada komentar: