Senin, 30 April 2012

PEKA

PEKA
(Sebuah Percikan Permenungan)

Tahun 80-an, saya sering menggunakan jasa omnibus vehiculum – yang kemudian
orang menyebutnya sebagai bus – dari Jogya ke Magelang, tepatnya di
Mertoyudan. Di dalam perjalanan, kami duduk di kursi masing-masing. Di
tengah perjalanan, kadang ada penumpang baru yang naik. Tidak terelakkan
bahwa penumpang yang baru itu adalah seorang ibu yang sudah hamil tua.
Dengan kepekaan yang tinggi dan gentleman, seorang pemuda tentu akan berdiri
dan mempersilakan ibu itu untuk menempati tempat duduknya. Inikah makna
dari lady first? Wallahu alam bissawab!

Sikap pemuda tadi sungguh pantas untuk dipuji. Sikap peka bisa dilatih sejak
anak usia dini. Kahlil Gibran, lahir di Bsharri, Libanon (1883 - 1931)
dalam Suara Sang Guru, menulis seorang anak yang dididik dengan penuh
kasih, akan menjadi pribadi yang yang menasihi. Sejak usia dini, anak
dilatih untuk keluar dari diri membantu orang lain. Dari sini kita kenal
dengan sebuah syair, "Sympathy for the suffering of others¸often including a
desire to help" yang berarti: rasa simpati terhadap penderitaan sesamanya
yang dinyatakan dengan keinginan untuk menolong. Bagi Ėmmanuel Lévinas
(1906 – 1995), pengalaman dasar manusia adalah pertemuan dengan orang
lain. Oleh karena itu, seseorang bertanggungjawab total atas keselamatan
sesamanya. Di sinilah muncul istilah effect of care (kepekaan dan
kepedulian). Hal ini sama dengan ahli kopi yang sangat peka pada cita rasa
sesendok kopi. Pencicip kopi yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan kopi
disebut sebagai coffe taster memiliki kepekaan yang sangat tinggi. Mereka
dapat menjelaskan, meskipun dengan mata tertutup tentang kopi yang mereka
minum secara detail. Keahlian menjadi peka itu dibutuhkan latihan sejak
dini.

Pepatah Cina kuno berujar, "Hanya orang buta yang dapat menikmati cahaya
sesungguhnya." Bagi seorang yang menderita tuli, bisa mendengar suara air
yang menetes saja sudah menjadi musik yang paling indah. Sama seperti orang
buta yang bisa melihat rembulan, pasti akan indah luar biasa. Helen Keller,
lahir di Tuscumbia – Alabama (1880 – 1968) pernah berkata, "It is terrible
thing to see and have no vision." Menurutnya, asal melihat dan benar-benar
melihat adalah dua hal yang berbeda. Tetapi bagi kita yang mendengar dan
melihat secara normal, seringkali hal-hal yang kecil itu lewat begitu saja.
Bunda Maria memiliki kepekaan yang tinggi. Dalam kisah perkawinan di Kana
(Yoh 2: 1 – 10) menunjukkan kepekaan Maria terhadap kondisi orang yang
sedang mengadakan pesta pernikahan. Maria meminta Yesus untuk membantu tuan
pesta supaya terhindar dari rasa malu. Ia sehati seperasaan dengan tuan
pesta. Marah Rusli (1889 – 1968) dalam Sitti Nurbaya, melukiskan kepekaan
yang dibuat oleh Arifin, sahabat Samsulbahri. Arifin paham sekali apa yang
menjadi kesedihan dan kedukaan sahabatnya itu, maka ke mana pun pergi Samsul
selalu diikuti.

Para pemimpin yang terhormat itu dipilih oleh rakyat. Vox populi, vox Dei –
Suara rakyat adalah suara Tuhan. Tugas mereka menyuarakan apa yang ada di
hati rakyat, lebih-lebih mereka membela mati-matian orang yang diwakili.
Para pemegang amanah rakyat itu bersidang, ber-rembug dan berbicara demi
kesejahteraan yang diwakilinya. Tidak heranlah jika kata parlement itu dari
kata parler (bhs Prancis) yang berarti berbicara. Untuk itulah, rakyat
akan sangat kecewa, jika amanah yang diberikan kepada wakilnya itu
disalahgunakan. Lihat saja apa yang terjadi dalam diri anggota DPR
akhir-akhir ini. Mereka tersandung masalah etika, sehingga para rakyat
berkata, "Apa yang dapat diteladani dari pejabat public?" (Kompas 19
November 2011). Berita di media cetak maupun elektronik tentang korupsi para
elit politik membuat kepercayaan rakyat mulai luntur. Istilah sense of
crisis umumnya terkait dengan makna kepekaan terhadap sebuah situasi yang
sedang dihadapi oleh masyarakat. Sudah layak dan sepantasnyalah bahwa
orang-orang yang menerima amanah itu peka dengan jeritan rakyat. Ungkapan
Latin, "Salus populi suprema lex esto" – hendaklah keselamatan rakyat
menjadi hukum tertinggi – menginspirasi kita bahwa penentu kebijakan atau
stakeholder, diharuskan peka akan keselamatan rakyat dan ini sebagai bentuk
tanggung jawab. Masyarakat Jawa menekankan kepekaan "membaca" apa yang
berada di belakang sesuatu yang tampak. Sebab memang masyarakat Jawa
cenderung sungkan menyampaikan sesuatu secara langsung dan terbuka.
Penyampaian sesuatu, khususnya kritikan terhadap pimpinan secara terbuka
sering dianggap tidak sopan, melanggar etiket bahkan dianggap mbalelo atau
berontak. Hal ini bisa kita lihat dalam kisah Ki Ageng Mangir yang berontak
melawan kekuasaan Mataram. Kisah asmara yang diwarnai ambisi dan tragedi
kekuasaan. Seorang pemimpin yang peka terhadap penderitaraan rakyatnya,
harus mampu membaca tanda-tanda zaman dan yang menjadi rumor masyarakat yang
dipimpinnya. Sri – Edi Swasono dalam Kepemimpinan, dilukiskan bahwa
seorang pemimpin itu haruslah memiliki hati yang lapang dan peka terhadap
masyarakat, terlebih mereka yang tidak mampu bersuara, voice of voiceless.
Kepekaan itu modal awal bagi seseorang bisa merasa peduli. Orang yang tidak
peka mustahil untuk peduli. Seseorang yang mata hatinya tertutup oleh ego
dan ambisi akan menjadi orang yang tidak peka. Sindhunata dalam Anak Bajang
Menggiring Angin, hendak melukiskan ketidakpekaan yang ada dalam diri Dewi
Keikeyi. Karena ambisi pribadinya, ia tidak hanya mengorbankan keluarganya,
melainkan juga seluruh kerajaan Ayodya. Orang yang peka, sudah hampir
pasti memiliki pengorbanan yang tinggi. Lihat saja pengorbananan Nabi
Ibrahim AS untuk menyembelih putra semata wayangnya yang sangat dicintainya:
Ismail yang kemudian oleh Allah Allah SWT digantikan dengan hewan korban.
Jika pengorbanan semacam ini kita teladani, maka pejabat pemerintah akan
memegang amanah itu sebagai tugas pelayanan. Kalau menurut bahasa McGannon,
leadership is action, not position.

Kepekaan tidak hanya terhadap sesama manusia, tetapi juga harus dibangun
juga kepekaan dengan hewan maupun lingkungan. "If you can read the sign, the
sign is every where". Tanda itu ada di mana-mana dan kita seharusnya
membacanya. Di Jawa orang-orang dilarang memotong daun pupus paling muda
yang berwarna indah dari pohon pisang, bukan karena alasan mistis atau
pemali. Namun jika dilakukan, maka pohon-pohon pisang itu pun akan mati dan
ini berakibat fatal. Di Lamalera, pulau Lembata (Flores), ada tradisi unik
berburu ikan paus. Dalam perburuan itu para nelayan tidak diperkenankan
membabi buta membunuh ikan paus, melainkan dibatasi satu atau dua ekor
saja. Atas kepedulian itu pula, oleh undang-undang ditetapkan ada
binatang-binatang yang dilindungi, karena populasi mereka semakin langka.
Komodo di pulau Rinca dan Pulau Komodo, Badak di Ujung Kulon dan Tarsius di
Sulawesi Utara adalah beberapa contoh betapa peduli dan peka manusia
terhadap binatang yang jika tidak dilindungi akan segera punah. Para
pendongeng kisah dunia, seperti: H.C. Andersen – lahir di Odense, Denmark
(1805 - 187) dengan dongengnya: Bunga Snowdrop yang Beruntung, Sebuah
Keluarga yang Bahagia. Charles Perrault, lahir di Paris - Prancis ( 1628 -
1703) dengan dongengnya: Cinderella, Sleeping Beauty, Tujuh Istri si
Janggut Biru dan Grimm Bersaudara (Jacob Grimm: 1785 - 1863 dan Willem
Grimm: 1786 - 1859) dengan dongengnya: Rubah dan Angsa, Tiga Anak yang
Beruntung, hendak mengajak kita supaya melalui fairy tales tersebut, kita
memiliki semangat dan kepekaan dalam berelasi dengan orang lain.

Sementara menulis artikel ini, tetangga sebelah sementara dilanda sakit.
Tetapi entah karena apa, kesukaanku untuk mendengarkan musik keras-keras
tidak terkendali. Akhirnya kudengarkan group band asal Liverpool yakni The
Beatles. Lagu yang berjudul, "Yesterday" memekakkan telinga. Kemudian
salah seorang dari tetangga itu datang kepada saya sambil menyodorkan sebuah
kertas memo dengan kutipan, "kami menyanyikan kidung duka, tetapi kamu
tidak menangis." (Luk 7: 32 b). Dalam hati saya berkata, "Nyindir nie ye!!!"

Skolastikat MSC, 22 November 2011
Biara Hati Kudus – Pineleng
Jl. Manado – Tomohon KM. 09
MANADO – Sulawesi Utara – 95361

Markus Marlon msc

Tidak ada komentar: