Jumat, 13 April 2012

TERGANGGU

TERGANGGU
(Sebuah Percikan Permenungan)

Di lereng Long's Peak di Kolorado terdapat reruntuhan sebuah pohon raksasa.
Para ahli ilmu hayat mengatakan bahwa pohon tersebut sebelumnya pernah hidup
selama empat ratus tahun. Pohon itu mulai tumbuh ketika Columbus mendarat di
San Salvador dan tumbuh setengah umur tatkala kaum Pilgrims (Puritan
Inggris) menduduki Playmouth pada tahun 1620. Selama masa hidupnya yang
panjang itu, pohon raksasa tersebut telah disambar petir empat belas kali
dan diserang badai serta salju longsor beribu-ribu kali. Hal itu terjadi
selama empat abad. Pohon itu tetap hidup dan berdiri dengan megah. Akan
tetapi akhirnya pohon raksasa tersebut tumbang dan roboh menggeletak rata
dengan tanah setelah diserbu oleh pasukan militer kumbang kayu.
Kumbang-kumbang yang badannya amat kecil bila dibandingkan dengan pohon
raksasa tersebut mampu mengalahkan pohon yang kuat perkasa. Serangga kecil
itu melobangi batangnya sedikit demi sedikit namun tak kunjung berhenti
sampai akhirnya pohon raksasa itu kehilangan kekuatannya. Pohon raksasa yang
gagah perkasa tidak mempan disambar petir, tak goyang diserang badai, tak
lapuk dimakan usia, akhirnya roboh dan hancur hanya karena diserang
kumbang – serangga kecil yang dapat kita bunuh dengan menggunakan satu jari
saja. Kisah ini bisa dibaca dalam Petunjuk Hidup Tentram dan bahagia
tulisan Dale Carnigie (1888 – 1955)

Hal sepele yang seharusnya tidak diperhitungkan itu malah justru bisa
mengganggu kehidupan kita. Dalam biografi orang terkenal dapat dipelajari,
betapa banyak orang kuat yang akhirnya mati atau kalah dengan hal-hal yang
tidak diperhitungkan sebelumnya. Alexander Agung (356 s.M –323 s.M) Julius
Caesar (100 s.M – 44 s.M) Jengis Khan (1162 – 1227) dan Napoleon Bonaparte
(1769 – 1821) mangkat bukan karena perang besar, melainkan karena penyakit
atau kelelahan. Padahal, cita-cita seorang satria harusnya mati di medan
laga. Berbahagialah Bisma, dalam Mahabharata tulisan C. Rajagopalachari dan
Achilles dalam Illiad tulisan Homerus serta Winnetou dalam End of Winnetou
tulisan Karl May, karena para pahlalwan itu gugur dalam medan laga. Romo
Mangunwijaya (1929 – 1999) pun tercapai cita-citanya, karena ketika wafat
sedang menjalankan tugasnya sebagai penceramah yang pada waktu itu berbicara
tentang "Buku dan Masa Depan Bangsa."

Sebagai manusia, tidak jarang dalam hidup ini kita kehilangan orientasi,
karena memikirkan hal-hal yang remeh-temeh. Kita lihat saja, hidup sebagai
pengkritik ternyata lebih mudah, dibandingkan sebagai pemuji. Kalau ada satu
lembar kertas putih bersih dan di sana ada satu titik noda hitam, maka
orang akan dengan mudah melihat titik noda hitam tersebut. Orang lebih
terfokus pada titik noda hitam tersebut, sehingga melupakan satu lembar
kertas putih bersih. Demikian pula, hidup kita itu diwarnai dengan masa
lampau yang mungkin bersimbahkan dosa. Oleh karena itu, pandangan kita ke
depan menjadi kabur dan kita tidak jernih lagi melihat masa depan yang
terbuka luas membentang. Kita lihat bagaimana seseorang yang mau keluar
rumah tetapi Hand Phone-nya tertinggal, tentu saja akan sangat terganggu.
Tanpa kehadiran Hand Phone, maka dirinya akan terganggu, bahkan dapat
dijadikan alasan untuk tidak melakukan ini dan itu. Sarana yang semestinya
membantu kita untuk memudahkan pekerjaan, malah mempersulit diri kita.
Begitu pula dengan sarana yang namanya Air Conditioner. Orang yang sudah
terbiasa dan menggantungkan dirinya kepada Air Conditioner tersebut, akan
merasa sulit jika tinggal di tempat yang panas. Ia akan terganggu dengan
udara yang panas dan tidak bersahabat, sehingga tidak bisa berbuat apa-apa,
kecuali mengeluh dan mengeluh.

Richard Carlson dalam "Don't sweat the small stuff for men" ini mengajari
kita untuk lebih relax dalam menghadapi pelbagai masalah dalam hidup ini.
Salah satu tulisan yang berbicara tentang kecemasan hati sungguh baik untuk
disimak. Kita sering mencemaskan hal-hal kecil yang berhubungan dengan orang
lain. Kita menjadi cepat marah, terganggu, cemas dan tidak sabar atau heran
mengapa orang berperilaku (atau tidak berperilaku) menurut cara yang kita
anggap benar. Dicontohkan bahwa seorang bapak membawa putrinya ke sebuah
restoran dan melihat seorang pria yang mengeluh tentang pelayanan di
restoran itu dengan nada yang sangat marah. Dia berkata, "Bodoh sekali
pelayan-pelayan itu," Dia marah dan menganggap pelayanan di restoran itu
buruk sekali. Pria itu tidak berpikir kalau si pelayan tersebut sedang
melayani lusinan meja. Saat itu tampaknya restoran sangat padat oleh
pengunjung dan kekurangan pegawai. Pria itu marah di tempat dan saat yang
seharusnya tidak perlu marah yang pada gilirannya bisa menimbulkan penyakit
mental.

Untuk mengakhiri permenungan ini, saya menjadi ingat akan novel tulisan
Charles Dickens (1812 – 1870) yang berjudul, "Christmas Carol" dan
novelnya sudah di-film-kan. Novel ini menceriterakan tentang Ebenezer
Scrooge, seorang rentener London yang amat pelit. Selama hidupnya dia amat
terganggu dengan orang-orang yang meminjam uang darinya. Maka, setiap hari
dia berusaha supaya uang itu dapat kembali dengan bunga yang mencekik. Dia
mempunyai pandangan bahwa orang lain yang meminjam uangnya adalah sarana
untuk memperkaya dirinya sendiri. Saat menjelang Natal, Scrooge dikunjungi
oleh roh dari rekan kerjanya yang terakhir yakni almarhum Marley, yang
memperingatkan supaya peduli dengan kehidupan orang. Orang lain bukanlah
sebagai gangguan, melainkan sebagai rekan ataupun mitra untuk hidup bahagia.
Malam itu, Marley memperlihatkan Natal yang telah lampau dan mengingatkan
masa mudanya. Natal saat ini menunjukkan dia sebuah keluarga yang miskin
tetapi bahagia yakni keluarga Cratchit. Termasuk Tini Tim yang pincang.
Kemudian ditunjukkan juga penglihatan dari Natal yang akan yang
melukiskaan suatu kematian Scrooge dan orang-orang yang selama ini diberi
pinjaman bersuka ria. Ketika Scrooge bangun dari tidurnya pada Natal pagi,
ternyata dirinya masih hidup serta sehat. Pada saat itulah, ia baru bisa
bersyukur karena selama hidupnya telah menyia-nyiakan relasinya dengan
sesama. Dalam kisah ini, kita diingatkan kembali tentang Zakheus, pemungut
cukai yang bertobat dan rela memberikan hartanya bagi orang lain yang telah
diperasnya (Luk. 19: 1 – 10). Orang lain yang dulunya dianggap sebagai
"gangguan" kini menjadi berkat. Maka, jangan mudah terganggu.

Skolastikat MSC, 1 Agustus 2011
Biara Hati Kudus - Pineleng
Jl. Manado – Tomohon KM. 10
Pineleng II, Jaga VI
Minahasa – MANADO – Sulawesi Utara – 95361

Markus Marlon MSC

Tidak ada komentar: