Minggu, 31 Agustus 2008

Kahlil Gibran : Our daily life is our true temple.

Rekan-rekan Alumni Pika,
Lingkungan sangat mempengaruhi kita dan dapat membuat kita berubah. Tetapi yang paling menentukan mau jadi apa kita, adalah kita sendiri, bukan lingkungan. Ini pendapat Marie Muhammad. Sedang pendapat Kahlil Gibran : our daily life is our true temple. Simak artikel selengkapya di bawah ini. (PDS)


Kahlil Gibran : Our daily life is our true temple
Penulis: Gede Prama

Karena mendidik diri peka dengan suara-suara kehidupan, setiap kali mengalami kejadian, atau bertemu orang penting, kerap ada yang bertanya dari dalam diri ini : apa makna dari kejadian ini? Pertanyaan ini juga yang muncul ketika sang "kebetulan" membuat saya duduk bersebelahan dengan Bapak Marie Muhammad "mantan menteri keuangan zaman orde baru" dalam penerbangan dari Medan ke Jakarta empat Agustus 2002 lalu. Beruntung bisa duduk dekat dengan salah satu tauladan Indonesia dalam hal kebersihan hidup, maka beberapa pertanyaanpun dilemparkan oleh mulut ini.

Ketika pertanyaan bagaimana Pak Marie bisa bertahan lama dalam lingkungan orba dilontarkan, tokoh yang senantiasa bersemangat inipun menjawab sederhana : lingkungan memang menentukan, tetapi kitalah yang paling menentukan dalam hidup kita sendiri !. Ada angin kekaguman yang berdesir di dalam sini ketika mendengar jawaban seperti itu. Lebih-lebih ketika berjalan meninggalkan pesawat, Pak Marie menentengkan tas seorang Ibu yang menggendong dua tas dan membawa seorang anak. Entah dari mana datangnya, tiba-tiba melalui suara yang tidak bersuara ada yang membisikkan kalimat indah Kahlil Gibran dari dalam sini : our daily life is our true temple. Kehidupan sehari-hari kita adalah tempat ibadah kita yang sebenarnya.

Setelah mendengar bisikan kalimat Gibran ini, tiba-tiba Indonesia yang telah lama gelap ini seperti muncul cahaya. Ya cahaya keteladanan. Sebab, tanpa keteladanan bangsa manapun berjalan dalam kegelapan. Demikian juga dengan kehidupan perusahaan. Tidak sedikit perusahaan yang berjalan dalam kegelapan. Enron, World Com dan sejumlah perusahaan yang memecahkan rekor skandal korporasi dunia, hanyalah sebagian contoh korporasi yang tersandung dalam kegelapan.

Angka-angka neraca, rugi laba, arus kas memang sebentuk peta yang berguna. Tanpa cahaya keteladanan yang memadai, angka-angka tadi berubah menjadi deretan kebohongan yang menakutkan. Betul kata Richard Morris dalam The Big Questions, ilmu pengetahuan hasil produksi pikiran manusia memang tidak bisa menjawab semua pertanyaan. Lebih dari tidak bisa menjawab semua pertanyaan, "mind" - dari mana konstruksi logika itu dibangun? memang bisa jadi sahabat bisa juga jadi teman.

Meminjam argumen seorang guru, sebagai pembantu "mind" adalah sahabat yang baik. Karena ia juga yang membantu manusia berkomunikasi, merangkai analisa dan masih banyak lagi yang lain. Akan tetapi, sebagai penguasa "mind" sungguh sebuah penguasa yang buruk. Keserakahan, ketakutan, kebencian, pengkotakan adalah rangkaian hasil kerja "mind". Amerika sebagai contoh, adalah sebuah bangsa yang memiliki banyak sekali hal. Termasuk memiliki pemenang hadiah nobel paling banyak. Namun dalam perjalanan peradaban yang dikuasai "mind", Amerika harus menuai malu melalui serangkaian skandal korporasi, kekeliruan serangan di Afghanistan dan Irak, sampai ketakutan akan teroris.

Tidak ada komentar: