PRAKTEK(Kontemplasi Peradaban)
“Experience is the best teacher” – Pengalamanadalah guru yang terbaik (Pepatah Inggris)
Awal April 2016, saya sireng-sireng (Bhs. Jawa, artinya: jalan-jalan) ke Singkawang, kota amoy. Saya sempatkan diri untuk melihat cara membuat chai kue, yakni snack khas Pontianak itu. Saya ingin melihat on the spot lokasi pembuatan snack itu pada sebuah keluarga.
Keluarga Tionghoa sederhana yang saya kunjungi itu katanya sudah turun-temurun membuat chai kue ini. Lantas saya bertanya, “Bagaimana saudara-saudari memertahanan cita rasa nyamikan (Bhs. Jawa, artinya: makanan ringan) ini hingga rasanya tetap sedap dan lezat?” Seorang ibu yang sederhana itu menjawab, “Dari pengalamanlah keluarga membuat kue ini dan tetap bertahan dengan rasa seperti ini, bahkan lebih enak dari hari ke hari”. Kata-kata Latin berbunyi, “Age si quid agis” – Jika engkau mengerjakan sesuatu, kerjakanlah itu dengan baik.
Dalam hati saya berpikir, Practice makes perfect – latihan menjadikan sempurna. Jika kita ingin mahir dan terampil dalam suatu bidang kita harus rajin berlatih. Semakin banyak latihan, kita akan semakin terampil dan mahir. All things are difficult before they are easy. Ketika awal-awal membuat sesuatu memang tidak mudah. Tetapi nanti lama kelamaan menjadi mudah dan mahir tentunya.
Dengan kata lain, kita menjadi sadar bahwa ilmu itu memang harus diterapkan. Ki Ageng Suryomentaram (1892 – 1962) menerapkan prinsip keilmuan yang berkembang di Jawa bahwa “ngelmu iku kalakone kanthi laku” yang artinya puncak dari ilmu adalah laku atau praktek. Praktek yang kita buat itu tentunya akan memunculkan keahlian-keahlian yang “baru”. Itulah sebabnya Swami Vivekananda (1862 – 1902) menulis, “Don’t make your head a library. Put your knowledge into action” – Jangan membuat kepalamu sebagai perpustakaan. Tetapi dengan pengetahuan yang kita miliki bertindaklah.
Pengetahuan bukanlah “menara gading” yang membuat pemiliknya merasa puas atau tinggal dalam comfort zone (zona nyaman). Dan sebenarnya, semua yang kita hadapi itu merupakan “ladang” untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Education is practical – Kita bisa belajar dari rekan kerja kompetitor, bahkan mungkin orang-orang di sekitar kita yang tidak ada hubungannya sekalipun dengan kita.
Dan akhirnya, tatkala menikmati chai kue, dari kejauhan saya menyaksikan ibu meramu bumbu-bumbu itu di atas panci untuk segera dikukus. Ibu penjual chai kue itu bekerja dengan sukacita. Lantas saya dalam hati berkata – seperti apa yang ditulis dalam motto pemenang Nobel – “Rerum omnium magister usus” – pelaksanaan nyata adalah guru dari segalanya. Keberhasilan hanya dapat diukur melalui praktek.
Selasa, 19 April 2016
Markus Marlon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar