PENDAPAT (Kontemplasi Peradaban)
“Frangas non flectes - engkau dapat menindasku, tetapi tidak untuk mengubah pendirianku, keyakinanku.
Pernah suatu kali saya menginap di sebuah keluarga di bilangan kota Samarinda (Kalimantan Timur). Istri mau mengobrol, suami diam saja. Istri ingin menghadiri pesta di rumah keponakan, suami sebal pada keponakan itu. Suaminya juga tidak suka pada abang dari istrinya. Di pihak lain, istri membenci teman-teman kantor suaminya. Akibatnya hubungan mereka menjadi tegang. Untuk mencegah pertengkaran, suami membisu dan istri memendam. Kedua orang itu melakukan supresi yaitu menekan apa yang hendak diungkapkan. Suami istri itu takut untuk mengemukakan pendapatnya.
Sebenarnya, pendapat seseorang itu bagi yang lain itu merupakan kontribusi yang tak terkira manfaatnya. Tidak gampang menyatukan pendapat atau opini. Masing-masing orang bersikeras bahwa pendapatnya itulah yang paling baik dan sempurna. Kadang orang tidak mau menerima second opinion.
Sebenarnya kita harus ingat bahwa setiap pemain professional itu memiliki pelatih. Kisah pegolf Tiger Wood (terlahir: 30 Desember 1975) memberikan pelajaran untuk kita. Wood memiliki pelatih yang jika bertanding dengan dirinya, tentu pelatihnya akan kalah. Tetapi yang perlu diingat bahwa sang pelatih bisa mengetahui yang tidak dilihat oleh pegolf dunia ini. Pemain professional itu mau menerima pendapat dari orang lain.
Dalam hidup ini sebenarnya saling melengkapi. Ibaratnya, “saling mengisi kekosongan”. Ada film bagus dengan judul, “Rocky”. Tatkala Sylvester Stallone berkata tentang tunangannya Adrian, dia berkata, “Saya punya cela, dia punya cela, jadi bersama-sama kami tidak punya cela”. Di sini Kitab Amsal menulis, “Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya” (Ams 27: 17).
Memang benar bahwa barang yang tidak dipakai itu lama-lama akan aus, demikian pula dengan pengetahuan yang dimiliki seseorang. Pikiran akan menjadi aus jika tidak pernah diasah dengan cara: diskusi, berdebat dan adu pendapat. Di sinilah Pepatah Latin mendapatkan pengetrapannya, “Ingenium longa robigine laesum torpet” – Pikiran menjadi tumpul karena tidak pernah dipakai.
Di lain pihak, kita harus menjadi sadar bahwa dengan “masuk dalam ranah” saling adu pendapat, kita harus ikhlas untuk lelah, “lelah pikiran”. Lelah, karena masing-masing orang tidak pernah mau mengalah dengan apa yang menjadi pendapatnya, “Quot capito, tot sensus” – sebanyak kepala sebanyak pula pikirannya.
Senin, 23 Mei 2016 Markus Marlon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar