Kamis, 08 Maret 2012

MENS SANA IN CORPORE SANO

MENS SANA IN CORPORE SANO
(Sebuah Coret-Coret tentang
Pameo-Pepatah-Adagium-Semboyan-Peribahasa-Jargon-Ungkapan-Pitutur)

Hari Sabtu (03 Maret 2012), saya berenang bersama-sama para senior di Kolam
Renang "Indraloka" Kinilow – Tomohon. Sebelum mengenakan pakaian renang
di ruang ganti, seorang tukang kebun berkata kepada saya, "Pak, ini baru
sip. Pagi-pagi sudah berolah raga. Bapak harus mens sana in corpore sano
dulu!" (sambil mengacungkan jempolnya kepadaku). Kata-kata bapak tadi
berbunyi merdu di telingaku. Selama berenang (gaya: bebas, dada atau katak
dan gaya punggung), kata-kata bapak itu tidak lepas dari permenunganku
sedetik pun jua.

Pepatah Latin, "Mens sana in corpore sano" itu selengkapnya berbunyi,
"Orandum est ut sit mens sana in corpore sano" artinya: hendaklah kamu semua
berdoa agar ada jiwa yang sehat di dalam badan yang sehat. Pepatah ini
diciptakan oleh penulis Romawi yang bernama Desimus Junius Juvenalis (60 –
140). Ia banyak menyindir Roma sebagai kota yang tidak layak dihuni, Senat
yang mutunya merosot, lembaga pengadilan yang tidak jujur, kerakusan
penguasa akan uang, serta gaji guru, penyair, sejarawan yang rendah. Dari
ungkapan itulah, Juvenalis kemudian memberi berbagai ajaran mengenai
syarat-syarat agar orang menjadi waras.

Merenungkan kata-kata Juvenalis tersebut, rupanya apa yang ditulis oleh
Ranggawarstito (1802 – 1873) itu hingga saat ini masih relevan. Anand
Krisna dalam Tetap Waras di Jaman Edan menulis, "Amenangi jaman edan, ewuh
aya ing pembudi, melu edan nora tahan, yen tan melu anglakoni boya kaduman
melik, kaliren wekasanipun dilalah kersa Allah, begja-begjane kang lali,
luwih begja kang eling lawan waspada," artinya: Menghadapi jaman edan ini,
memang pikiran pun kacau. Ikut jadi edan tidak diijinkan oleh nurani.
Sebaliknya apabila tidak ikut demikian, akan terisolasi dari masyarakat
luas. Namun bagaimanapun juga, betapapun nikmatnya kehidupan mereka yang
ikut menjadi edan, masih lebih bahagia mereka yang tetap mempertahankan
kesadarannya. Memang jaman sekarang ini kita berhadapan dengan bumi yang
sedang gonjang-ganjing. Selengkapnya seperti suluk dalam pewayangan, "Bumi
gonjang ganjing langit kelap kelip katon lir gincangingalir risang maweh
gandrung sabarang kadulu wukir monyag manyig" artinya: bumi berguncang,
langit berkilat, terlihat seperti orang cinta melihat segalanya, gunung pun
berantakan. Gandrung itu berarti senang atau cinta. Jadi, orang-orang
sekarang yang aktif di politik itu memang sedang senang mengejar posisi atau
jabatan atau kekuasaan.

Tren birokrat yang korup (Kompas, 5 Maret 2012), orang mudah mengamuk,
kekerasan menjangkiti anak-anak (Kompas, 29 Februari 2012) dan kebohongan
publik ada di mana-mana. Barangkali inilah yang disebut para sang pujangga
itu sebagai Jaman Edan. Jiwa kita pada jaman ini sedang tidak waras.
Robert Harris dalam Imperium: sebuah novel, menuturkan bahwa ikan itu jika
mati yang busuk kepala terlebih dahulu. Demikian, kebusukan moral itu pun
yang terjadi saat ini juga terlebih dahulu dalam diri para pemimpin. Cicero
(106 – 43 seb.M) – yang hidupnya jauh sebelum Juvenalis ini – ternyata
sudah berusaha menentang orang-orang yang tidak waras. Pidatonya yang
terkenal yakni melawan Catilinia (108 – 62 seb.M), seorang anggota Senat,
yang ingin merebut negara Roma dengan kekerasan. Kita pun kadang
geleng-geleng kepala tidak habis pikir dengan kelakuan dan sikap para
pemimpin jaman ini.

Inilah perkataan Pengkhotbah, anak Daud, raja di Yerusalem. "Nil novi sub
sole" yang artinya: tidak ada yag baru di bawah matahari (Pkh. 1: 9). Sejak
jaman dahulu kala, ternyata pembusukan, dekadensi moral dan "penyakit jaman"
telah melanda dunia hingga detik ini. Demikianlah, kita tidak perlu heran
dan kaget jika ketidakwarasan ini masih kita saksikan di sekitar kita.

Namun kita tidak perlu berkecil hati, sebab banyak orang yang berusaha untuk
menjadi sehat. Sering juga kita mendengar pameo yang berbunyi, "Kesehatan
bukanlah segala-galanya, tetapi tanpa kesehatan segalanya tidak berarti."
Supaya jiwa (pikiran) dan badan sehat, maka perlu belajar olah raga dan olah
jiwa. Pius Pandor dalam Ex Latina Claritas menulis bahwa jiwa dan badan
perlu "dirawat". Jiwa dirawat dengan aneka keutamaan yang menghantar pada
kebahagiaan; sedangkan badan dirawat dengan banyak mengolah tubuh sehingga
pribadi menjadi seimbang dan sehat. Buya Hamka (Haji Abdul Malik Karim
Amrullah, 1908 – 1981) dalam Falsafah Hidup memberikan wejangan bahwasanya
sehat jasmani dan rohani itu amat penting.

Setelah berenang kira-kira satu jam, kami mentas dari kolam renang dan mulai
mengeringkan badan. Bapak yang tadi menyapa kami datang lagi dan berkata,
"Pak sudah selesai mens sana in corpore sano-nya?" Saya menjawab, "Sudah
pak kami berenang dari sana ke sano. He he he !"

Skolastikat MSC, 07 Maret 2012
Biara Hati Kudus – Pineleng
Jl. Manado – Tomohon KM. 9
MANADO – 95361
Markus Marlon msc

Tidak ada komentar: