Rabu, 28 September 2011

MAHKOTA

MAHKOTA
(Sebuah Percikan Permenungan)

Kata Inggris, "no pain, no gain" dan "no cross no crown" memiliki makna yang
mendalam bagi kehidupan kita. Untuk mendapatkan kesuksesan memang orang
tidak boleh berpangku tangan, melainkan harus bekerja dan berjuang bahkan
harus disertai dengan penderitaan. Di Yunani kuno, istilah untuk
pertandingan adalah agoon. Dan untuk memenangkan sebuah pertandingan perlu
latihan dan kerja berat. Dari situlah maka muncul kata agony yang dalam
bahasa Inggris berarti penderitaan. Dengan demikian, peribahasa yang
berbunyi, "berakit-rakit dulu, berenang ke tepian" mendapatkan artinya di
sana. William Shakespeare ( 1564 – 1616) dalam Julius Caesar
menerangkan makna mahkota. Ketika Julius Caesar (100 – 44 SM) dinobatkan
menjadi kaisar seumur hidup, dia melemparkan mahkotanya kepada rakyat.
Markus Antonius (82 – 30 SM), orang kepercayaannya menjunjung tinggi di
depan Julius Caesar yang sudah menjadi mayat itu dengan pidatonya yang
masyur. Katanya, "Kalian semua melihat bagaimana aku di Lupercal sampai tiga
kali menawarkan mahkota kepadanya dan tiga kali pula ia tolak. Apa ini gila
kekuasaan?" Rupanya Julius Caesar hendak membuktikan bahwa kekaisaran Roma
yang saat itu maju itu dibutuhkan kerja keras.

Tetapi banyak kejadian dan peristiwa yang ingin mendapatkan mahkota tanpa
penderitaan akan berakhir dengan penderitaan. Drama tragedi karangan –
sekali lagi – William Shakespeare yang berjudul, "Machbath" melukiskan
bagaimana si Machbath atas bujukan istrinya, membunuh Sang Raja, hanya
karena menginginkan mahkota dan supaya cepat dilantik menjadi raja. Tetapi
selama hidupnya, Machbath dihantui dengan pembunuhan keji yang telah dia
lakukan. Memang yang namanya perebutan mahkota itu selalu saja menghasilkan
suatu korban.
Sede vacante, tahta lowong, bagi suatu kerajaan memang merupakan
malapetaka. Ketika Rama dan Sinta dalam Anak Bajang Menggiring Angin tulisan
Sindhunata, diusir oleh Dewi Kaikeyi, maka terjadilah tahta lowong, putra
mahkota yang menjadi idaman seluruh rakyat Ayodya harus mengembara di hutan
Dandaka selama 14 tahun. Maka terciptalah puisi indah, "Tanpa raja, sebuah
negara pasti musnah/ Tanpa raja, panenan tak akan dituai/tanpa raja anak
akan melawan orang tua/ tanpa raja, kejahatan akan merajalela//" Dalam hal
ini, maka kedudukan seorang pemimpin sangat mutlak.

Tapi yang namanya manusia itu dalam mencapai kemuliaan tidak jarang
menggunakan mental instant (sekali jadi). Dalam dunia perpolitikan kita
kenal money politic atau "politisi busuk". Dalam dunia bisnis ada ungkapan
uang pelicin dan nepotisme ketika hendak mencari pekerjaan. Dunia
pendidikan sempat dihebohkan karena adanya kebiasaan "menyontek" atau
plagiat skripsi maupun tesis. Dalam mencari kedudukan, seseorang tidak mau
menempuh jalan yang panjang dan berliku-liku, seperti yang pernah
dinyanyikan oleh Iwan Fals dengan judul, "Jalan Panjang yang berliku."
Liriknya: Jalan panjang yang berliku / jalan lusuh dan berbatu / Namun
kuharus mampu menempuh / bersama beban di batinku //. Saya sendiri
meyakini bahwa apa yang kita dapatkan dengan mudah hasilnyapun tidak akan
memuaskan. Maka dalam membangun hidup berkeluarga pun ada masa untuk pacaran
yakni masa saling mengenal dan menjajagi satu dengan yang lain. Kalau satu
hari kenalan dan langsung mau dihadapkan pada Sang Penghulu untuk
dinikahkan, tentu saja akan mengalami kesulitan di kemudian hari. Seorang
mahasiswa yang hanya belajar satu malam saja menjelang ujian tentu saja
berbeda dengan seorang mahasiswa yang dengan setia belajar dari hari ke hari
untuk menghadapi ujian. Dalam arti ini, persiapan batin sangat diperlukan
untuk menghadapi dunia yang penuh dengan pergolakan. Bukankah untuk
mendapatkan mahkota, seseorang harus bersih hatinya supaya tidak tercemar
dengan pengaruh-pengaruh yang tidak baik.

Untuk mencapai mahkota kemuliaan, seseorang perlu berproses yakni
mengundurkan diri dan mengolah batinnya. Markus Marlon dalam Suara
Pembaharuan menulis, " Ketika Musa mendapatkan tugas dari Allah, maka Musa
sengaja menyendiri, retreat di padang gurun (Kel 2: 15 – 20). Tatkala Paulus
mendapatkan penampakan Yesus di Damaskus, maka Paulus pergi ke tanah Arab
untuk menyepi, retreat (Gal 1: 17). Sewaktu Yesus hendak memulai karya-Nya,
Ia menyendiri, retreat di padang gurun selama 40 hari lamanya (Mrk 1: 12).
Karen Armstrong dalam Muhammad sang Nabi menulis bahwa Muhammad tinggal di
gunung Hira' di lembah Mekkah untuk melakukan semacam retreat (menyepi).
Ini merupakan kebiasaan umum di jazirah Arab pada saat itu. Muhammad mengisi
waktu sebulan itu – pada bulan Ramadhan – dengan ibadah dan memberi sedekah
kepada kaum miskin" (SP 30 Juli 2011). Ternyata untuk mendapatkan sesuatu
yang berharga kita perlu mengundurkan diri untuk menimba kekuatan dari dalam
diri, karena buah-buah karya yang baik itu tidak datang dari langit.
Olimpiade pertama (776 SM) yang diselenggarakan untuk menghormati para
pahlawan itu, para pemenangnya diberi mahkota daun salam yang disebut dengan
laurel. Seorang olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara,
apabila ia bertanding menurut peraturan-peraturan olahraga (2 Tim 2: 5). Ini
berarti usahanya selama berlatih itu tidak sia-sia. Memang, segala sesuatu
yang kita kerjakan itu tentu akan menghasilkan buah. Dan untuk menghasilkan
sesuatu yang optimal itu perlu waktu. Seperti ungkapan dalam bahasa Inggris
menyebutkan, "Rome was not built in one day" yang artinya, kota Roma tidak
selesai dibangun dalam satu hari.

Skolastikat MSC, 29 Agustus 2011
Biara Hati Kudus – Pineleng
Jl. Manado – Tomohon KM. 10
MANADO – Sulawesi Utara – 95361

Markus Marlon MSC

Tidak ada komentar: