(Sebuah Percikan Permenungan)
Penyakit merupakan bencana yang menakutkan dan ditakuti dari generasi ke
generasi. Orang-orang Eropa tentu masih ingat bencana nasional yang
menghantui mereka dengan black death-nya. Penyakit sampar itu terjadi pada
pertengahan abad ke-14. Bencana itu dibawa dari Timur Tengah oleh
tikus-tikus yang dibawa oleh para saudagar. Dan itu menyebar sampai ke
Itali, Spanyol, Perancis pada tahun 1347, Inggris (1348), Jerman (1349) dan
akhirnya Rusia (1350). Kisah ini bisa kita baca dalam 100 Peristiwa yang
Membentuk Sejarah Dunia tulisan Bill Yenne dan Eddy Soetrisno.
Pemandangan penyakit yang mematikan itu membuat orang kehilangan harapan. Di
zaman sekarang pun kita tidak bisa menutup mata dengan adanya penyakit yang
dinamakan AIDS/HIV. Kalau kita ikut nimbrung dalam percakapan sehari-hari,
kata-kata seperti kolesterol, trigliserit dan asam urat serta diabetes sudah
menjadi ungkapan yang akrab dengan hidup kita. Orang-orang gamang
menghadapi pelbagai penyakit tersebut. Kalau seseorang tertimpa penyakit
dan tidak sembuh-sembuh biasanya ada rasa putus asa yang mendalam dan lebih
gawat lagi jika menyalahkan Tuhan. Penyakit memang momok yang sangat
menakutkan di jaman modern ini.
Dalam dunia politik yang melibatkan peperangan, jika negara atau kerajaannya
kalah, sang jendral tidak mau tunduk kepada conqueror, maka jalan
keputusasaannya adalah bunuh diri. Kita bisa membacanya dalam Three Kingdoms
tulisan Kim Woo Il atau dalam The Life of Hitler yang mengisahkan Adolf
Hitler dan kekasihnya, Eva von Braun yang bunuh diri setelah Jerman kalah.
Keduanya menelan racun maut yang menghantarkan mereka ke alam baka di
bunker yang mereka buat sendiri.
Ada pepatah yang berbunyi, "kegagalan adalah sukses yang tertunda." Tetapi
tidak semua orang setuju dengan ungkapan tersebut. Kita lihat saja, di
Jepang dikabarkan memiliki tingkatan bunuh diri tertinggi, karena gagal
dalam study misalnya, seorang siswa bisa terjun bebas dari hotel lantai 10.
Keputusasaan juga melanda di dalam hidup harian manusia pada zaman sekarang
ini. Kelangkaan BBM – yang jika harganya naik – tentu akan membuat harga
barang-barang semakin melambung. Orang-orang miskin marah dan melampiaskan
dengan demontrasi. Tetapi nampaknya sia-sia belaka. Banyak orang menjadi
putus asa, ke mana harus mengadu jika diri mereka terimpit dalam masalah
ekonomi dan keamanan. Orang menjadi tidak bersemangat jika harus berurusan
dengan pemerintah. Ibaratnya, jika kehilangan ayam dan melaporkan kepada
yang berwajib malah akan kehilangan kambing. Sungguh tragis ibu pertiwi yang
menjadi pijakan kaki ini. Himpitan hidup semakin ketat, hanya karena uang
puluhan ribu rupiah saja, orang bisa baku bunuh.
Putus asa sungguh memasuki area yang begitu kompleks dan melebar. Orang
putus asa, bukan hanya masalah ekonomi, resistensi terhadap hidup yang
sudah di ambang batas, tetapi juga masalah percintaan. Kisah-kisah
percintaan dalam pelbagai budaya hendak menunjukkan bahwa pikiran yang buntu
bisa memaksa seseorang untuk mengakhiri hidupnya. Drama Romeo-Juliet
tulisan Shakespeare (1564 - 1616) merupakan kisah keputusasaan, setelah dua
sejoli itu tidak menemukan way out bagi kisah cinta mereka. Di Cina ada Sam
Pek dan Eng Tay dan di Indonesia khususnya Jawa Tengah ada Pronocitra dan
Roro Mendut. Mereka meyakini bahwa hidup mereka akan di alam ke-langgeng-an
setelah mati bersama dan percintaan mereka menjadi abadi.
Yang lebih tragis dan paling klimaksnya adalah keputusasaan karena merasa
hidupnya tidak berarti, meaningless. Dia merasa bahwa eksistensinya di
dunia ini tidak memiliki makna apa-apa, maka way out-nya adalah mengakhiri
hidupnya sendiri yakni bunuh diri, suicide.
Putus asa kadang melekat dengan kehidupan kita dan kita terlibat di
dalamnya. Secara tidak sengaja, saya membuka tulisan tentang putus asa dalam
Ensiklopedi Gereja. Adolf Heuken dalam Ensiklopedi Gereja menulis "Putus
asa merupakan kejahatan besar terhadap Bapa Yang Maharahim. Pengalaman
menunjukkan bahwa kecenderungan seseorang untuk putus asa dapat membahayakan
kesehatan jasmani dan mental dan tidak jarang menyebabkan seseorang
menjermuskan diri ke aneka kejahatan. Cukup banyak orang beriman merasa
tidak dikasihi Allah, karena kurang beruntung dibandingkan orang lain. Maka,
mereka menjauhi Allah. Sikap seperti ini berbahaya untuk iman."
Skolastikat MSC, 18 Juli 2011
Biara Hati Kudus - Pineleng
Jl. Manado – Tomohon KM. 10
Pineleng II, Jaga VI
Minahasa – MANADO – Sulawesi Utara – 95361
Markus Marlon MSC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar