Rabu, 21 September 2011

GIGIH

GIGIH
(Sebuah Percikan Permenungan)

Jansen Sinamo dalam Kafe Etos menulis, "Nama Jenghis Khan (1162 – 1227)
mungkin tidak terlalu asing bagi kita. Sudah banyak buku yang ditulis
untuknya dan sudah banyak film yang dirilis baginya. Sepenggal kisah –
mungkin lebih tepat disebut sebagai hikayat – yang mengisahkan tentang
pengalaman sewaktu dikejar-kejar, dia bersembunyi di dalam gua. Di sana ia
melihat sebuah pemandangan yang menakjubkan. Segerombolan semut yang sedang
berusaha mengangkat sebongkah makanan melewati sebuah dinding batu setinggi
kepalan tangannya, yang di mata semut-semut itu adalah tebing yang amat
curam. Berulang kali ketika mereka hampir sampai di puncak, makanan itu
jatuh, sehingga mereka harus turun kembali ke dasar untuk beramai–ramai
mengangkatnya. Mengamati perjuangan semut-semut yang tidak pernah putus asa
itu merupakan keasyikan tersendiri bagi Temujin. Iseng-iseng ia pun mulai
menghitung, berapa kali mereka jatuh bangun mengangkat makanan tersebut.
Satu kali, dua kali, tiga kali, empat kali, sepuluh kali, lima belas kali,
dua puluh kali, sampai lebih daripada lima puluh kali, hingga hitungan yang
kesekian, semut-semut itu pun berhasil. Pengalaman di dalam gua inilah yang
menjadi strating point bagi Jenghis Khan untuk menata hidupnya di kemudian
hari."

Gigih adalah suatu sikap seseorang untuk maju terus meskipun banyak
tantangan yang dihadapi. Anak-anak Sparta dalam Spartan memberikan
pengajaran kepada kita bahwa sejak awal, kehidupan manusia adalah berjuang.
Seneca (4 SM – 65) berkata, "Vivere militare" yang berarti hidup itu adalah
berjuang. Nyoman S. Pendit dalam Mahabaratha, hidup di dunia ini adalah
suatu perjuangan untuk mukti (mendapatkan kekuasaan, hidup mulia dan
sejahtera) atau mati. Ini terjadi dalam lakon pewayangan berjudul,
"Doryudana Gugur". Sang Putra Mahkota Astina itu bertanding melawan Bima.
Ketika hendak gugur, dari bibirnya sempat keluar kata-kata, "Hidup ini yah,
jika tidak mukti yah mati!" Kegigihan dari para prajurit Sparta dan Bima
adalah untuk mendapatkan martabat yang tinggi.
Memang untuk mendapatkan kehidupan yang sejahtera-aman-tentram-damai-mulia
itu tidak serta merta didapatkan begitu saja, seperti membalikkan tangan.
Kisah-kisah penuh penderitaan dalam dongeng maupun biografi, hendak
menunjukkan kepada kita bahwa untuk mendapatkan mahkota kemuliaan, orang
tidak bisa menghindari duri, no thorn no crown. Untuk mendapatkan pencapaian
yang prima, harus dilalui dengan penderitaan, no pain no gain. Lebih dari
semua itu dibutuhkan suatu semangat dan kegigihan yang tinggi. Charles
Perrault (1628 – 1703), sastrawan Perancis dan penulis dongeng Cinderella,
mengisahkan tentang seorang gadis miskin yang tidak memiliki apa-apa.
Meskipun tidak ada dukungan dari saudari-saudari dan ibu tirinya, dia tetap
mengerjakan tugas-tugas hariannya yang super berat itu dengan setia.
Cinderella tidak mau menyerah dengan situasi dan kondisi yang ada.
Kebanyakan orang akan berhenti berjuang ketika menyaksikan bahwa apa yang
dikerjakan itu terlalu berat dan sia-sia. Orang juga menjadi tidak
bersemangat kalau dirinya bekerja sendiri, padahal orang-orang di sekitar
tidak mengerjakan apa-apa. Ini semua dialami oleh Cinderella.

Kegigihan bisa luntur ketika yang hendak dicapai sungguh-sungguh di luar
kemampuannya. Aesop (± 6 SM) dalam Aesop's Fables, menceriterakan seekor
rubah yang hendak memetik buah anggur. Rubah itu pun berjuang dengan
gigihnya supaya mendapatkan anggur-anggur itu. Tetapi berhubung tidak bisa
mendapatkan anggur-anggur tersebut, sang rubah itu pun berkata,
"Paling-paling anggur-anggur itu adalah anggur yang asam!"

Dalam Kitab Suci, kita mengenal kegigihan Paulus dalam mewartakan kabar
gembira. Katanya, "Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit;
kami habis akal, namun tidak putus asa, kami dianiaya, namun tidak
ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa" (2 Kor 4: 8 –
9). Rupanya para nabi memang memiliki nasib yang sama. Yeremia yang
mendapatkan panggilan Tuhan untuk menyuarakan kebenaran kepada umat Israel
yang mulai meninggalkan Tuhan dan menyembah illah-illah lain. Para penguasa
memusuhi dan nyaris membunuhnya (Yer 11: 21). Yeremia juga dimasukkan ke
dalam sumur, yang tentu akan mati kelaparan (Yer 38: 5 – 13). Orang-orang
yang mendapat panggilan Tuhan untuk mewartakan kebenaran, banyak tantangan
yang harus dihadapi. Para nabi itu mati di Yerusalem. "Yerusalem, Yerusalem,
engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang
diutus kepadamu!" (Luk 13: 34). Dunia memang sungguh adil. Ketika banyak
orang ditindas dan ketika para penguasa bertindak sewenang-wenang, muncullah
"pahlawan" yang dengan tulus ikhlas ingin menjadi pembebas. Spartacus,
gladiator dari Thrace yang di Capua pada tahun 73 – 71 SM memulai
mengadakan penyerangan kepada Roma yang menindasnya. Judah Ben Hur dalam
film Ben Hur memperlihatkan kepada kita bahwa kebebasan adalah hak azasi
manusia. Judah berjuang dengan gigih di bawah tekanan Roma, teristimewa
Messala. Selama 4 tahun, Judah hidup sebagai budak dan hidup dalam
pengasingan. Namun tekadnya yang gigih itulah yang membuat Judah bertahan.
Laura Ingalls Wilder (1867 – 1957) dalam Rumah Kecil di Padang rumput
mengisahkan tentang kegigihan keluarga. Perjuangan keluarga ini tidak pernah
berhenti. Perindahan dari desa satu ke desa yang lain, musibah dalam
keluarga, berhadapan dengan suku Indian merupakan tantangan yang senantiasa
dihadapi. Tetapi kegigihan tersebut memberikan hasil yang luar biasa. Pa,
Ma, Mary dan Laura serta Caroline menjadi keluarga yang kuat dalam
menghadapi pelbagai masalah .

Untuk menutup permenungan ini, Aesop – sekali lagi – memberikan kisah
tentang kegigihan. Dongeng yang berjudul," Elang dan Kumbang." Mengisahkan
tentang elang yang sewenang-wenang berlaku kasar terhadap kelinci. Kumbang
sudah memperingatkan elang untuk bertoleransi terhadap kelinci itu, tetapi
elang tidak mau mendengarkan dan membunuhnya. Maka, kumbang mati-matian
mengobrak-abrik sarang elang setiap kali bertelur, hingga elang itu melapor
kepada Jupiter. Meskipun demikian, kumbang tetap gigih untuk
"membalasdendamkan" si kelinci yang sudah dibunuhnya. (The Turtle becomes a
CEO, tulisan David Noonan). Kegigihan kumbang itu perlu untuk kita
teladani.

Skolastikat MSC, 12 September 2011
Biara Hati Kudus – Pineleng
Jl. Manado – Tomohon KM. 10
MANADO – Sulawesi Utara – 95361

Markus Marlon MSC

Tidak ada komentar: