Sabtu, 10 September 2011

JENUH

JENUH
(Sebuah Percikan Permenungan)

Dalam pergaulan sehari-hari, kita sering mendengar kata-kata seperti, "Aku
jenuh dengan apa yang kukerjakan." Kejenuhan terjadi - kemungkinan - karena
adanya rutinitas yang selalu dihadapi. Mitologi Yunani telah melukiskan
rutinitas itu dalam diri Sisyphus. Tipu daya dan kelicikan serta pembunuhan
adalah reputasi buruk yang dibuat oleh Sisypus. Zeus marah. Ia membunuh sang
penipu itu dan masuk ke dunia bawah (Neraka). Di Neraka pun, ia memperdaya
para penjaga di sana. Akhirnya, ia diijinkan pulang ke dunia orang hidup,
namun hanya untuk sebentar saja. Di dunia orang hidup, ia tetap membuat
ulah, yakni tidak menghormati saran para dewa. Mereka akhirnya mengirim
Sisypus kembali ke Neraka. Ia dihukum untuk mendorong sebuah batu besar naik
ke atas bukit. Setiap kali sampai di puncak, batu itu pun akan menggelinding
lagi ke bawah. Sisypus, si penentang para dewa itu, harus memulai tugasnya
mendorong ke atas lagi dalam waktu yang tak terbatas (Bdk. Edith Hamilton)
Di mata Albert Camus (1931 - 1960), Sisypus adalah simbol bagi manusia yang
berhadapan dengan keseharian yang rutin, yakni absurditas yang harus
ditanggulangi setiap saat. Inilah yang dalam hidup harian kita sebut sebagai
rasa jenuh.

Ada banyak rasa jenuh yang dirasakan oleh manusia. Jenuh dengan pekerjaan,
jenuh dengan acara Televisi, jenuh dengan masakan yang dimakan dan - bisa
jadi - jenuh dengan pasangan hidup. Betapa jenuhnya jika kita setiap hari
menghadapi pekerjaan yang itu-itu saja dan dijalani bertahun-tahun.

Ada sebuah kisah motivasi yang patut untuk kita renungkan. Diceriterakan
ada seorang karyawan dari sebuah perusahaan yang hendak pensiun. Orang ini
amat senang, sebab umurnya sudah mencapai 60 tahun. Meskipun sudah purna
tugas, oleh boss-nya, ia diminta membantu perusahaan selama 2 tahun lagi
dengan dijanjikan jam bertali emas. Tugas utamanya adalah menempel
harga-harga pada sebuah kotak. Ia menyetujuinya. Tetapi ternyata, setiap
hari, dalam menunaikan tugas, dirinya diliputi rasa kejenuhan yang
mendalam. Setiap bangun pagi dan tatkala hendak berangkat kerja, ada rasa
sakit perut dan mual-mual. Kejenuhan yang berlarut-larut dan tidak diatasi
secara serius akan mengakibatkan penyakit kejiwaan. Orang bisa menjadi
apatis terhadap sesuatu yang sedang dihadapi.

Jenuh juga sering dialami oleh para prajurit dan perwira-perwira dalam
berperang. Dalam film yang berjudul, "Three Kingdom" atau kalau kita ingin
membacanya, bisa ditengok dalam buku yang berjudul, "Samkok". Ada episode,
bagaimana jika sepasukan utusan kerajaan hendak menyerang sebuah kerajaan.
Istana-istana di negeri Tiongkok pada zaman itu memiliki tembok yang tinggi
dan dibatasi dengan sungai yang dalam. Tak ayal lagi bahwa pasukan tersebut
tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali menunggu dan menunggu. Teriakan-teriakan
dan ejekan-ejekan yang ditujukan kepada "orang yang menjadi target"
dimaksudkan supaya mereka emosi dan marah dan pada saaatnya mau menanggapi
sepasukan penyerang tersebut. Strategi perang a la Sun Zu tersebut, jika
tidak ditanggapi, maka pasukan tersebut akan merasa jenuh. Untuk
menghilangkan rasa jenuh, biasanya mereka membersihkan peralatan perang,
seperti pedang, tombak, ketopong dan perisai maupun minum tuak. Mengisi
rasa jenuh bisa dilakukan dengan membuang waktu - yang dianggapnya sebagai
waktu sial. Yang pasti adalah bahwa ada dua sikap dalam menghadapi rasa
jenuh. Segi positifnya adalah membersihkan peralatan perang dan segi
negatifnya adalah minum tuak sampai mabuk.

Memang benar bahwa mengatasi rasa jenuh itu tidak semudah membalikkan
tangan, melainkan penuh perjuangan yang tiada henti. Namun sayangnya bahwa
perasaan jenuh itu sering dianggap hal yang biasa dan orang-orang tidak
menyikapinya secara serius. Tidak mengherankan jika kebanyakan dari kita
mengisi rasa jenuh tersebut dengan mencari hiburan yang tidak sehat dan
menikmati kenikmatan sesaat. Kita tidak bisa membunuh waktu yang diberikan
oleh Tuhan kepada kita, tetapi kita harus "bersahabat" dengannya.

Dibutuhkan sikap yang dewasa dan serius untuk mengelola kejenuhan. Sejak
masa muda, kita sudah menyadari gerak-gerik langkah laku kita. Ada orang
yang jika hati lagi "sumpek" pergi ke pantai. Di sana, ia berteriak
keras-keras dan melepaskan apa yang sementara ini menjadi pergumulannya.
Ada lagi orang, jika merasa jenuh berjalan-jalan dengan sahabat-sahabatnya.
Melalui rekreasi, jiwanya menjadi segar (refresh) dan kembali ke rumah
dengan hati senang dan gembira. Dengan rekreasi (Bhs. Latin, artinya
mencipta kembali) seseorang menjadi semangat kembali mengerjakan sesuatu
dengan semangat baru. Ada lagi keluarga-keluarga yang mengetrapkan suatu
jadual tetap bahwa hari Sabtu dan Minggu adalah waktu untuk keluarga dan
oleh karena itu tidak bisa diganggu gugat. Semua tilpon, hand-phone,
blackberry, e-mail di-off-kan. Itu semua merupakan cara-cara yang sehat dan
terpuji dalam mengatasi rasa jenuh.

Biara Hati Kudus, 23 Mei 2011

Skolastikat MSC - Pineleng
Jl. Manado - Tomohon KM. 10
Pineleng II, Dusun VI
MANADO
Sulawesi Utara 95361

Markus Marlon MSC

Tidak ada komentar: