(Sebuah Percikan Permenungan)
Kebudayaan Cina menjunjung tinggi umur panjang sebagai ukuran kebahagiaan.
Lambangnya adalah pohon pinus, yaitu sejenis cemara yang tinggi dengan daun
seperti jarum dan tetap hijau (ever-green) sekalipun diselimuti salju. Umur
pohon pinus dapat mencapai empat ratus tahun. Maka, gambar-gambar dinding di
rumah orang Cina kebanyakan pohon pinus. Di Eropa, lambang pohon Natal
adalah cemara, melambangkan umur yang panjang dan selalu segar. Kitab Suci
memandang umur panjang dengan Pohon Zaitun. Taman zaitun yang dahulu
digunakan Yesus istirahat dengan para murid, sekarang pohon-pohonnya masih
tumbuh dan belum mati. Umurnya 2000 tahun.
Merenungi tentang usia, tidak salahlah kalau kita menghubungkan dengan Hari
Ulang Tahun. Di kampung saya – Gunung Kidul, yang namanya Hari Ulang Tahun
itu merupakan "barang langka". Simbah (bhs Jawa: kakek, maaf menggunakan
bahasa ndesa kluthuk) saya barangkali akan heran setengah mati, ketika para
cucunya menyanyikan lagu, "Panjang umurnya, panjang umurnya, panjang umurnya
serta mulia!" Karena simbah saya tidak tahu kapan dilahirkan dan tidak ada
pengarsipan di sana. simbah saya hanya pernah berkata kepada saya bahwa
katanya dia dilahirkan ketika gunung njebluk. (bhs Jawa: gunung meletus).
Dengan demikian, hampir pasti bahwa simbah saya ini tidak memiliki tanggal
lahir yang pasti untuk HUT-nya. Kasihan! Barangkali di antara kita juga ada
yang tidak pernah merayakan HUT. Banyak pengarang buku ragu dengan
silsilah Sukarno. Penulis Jerman, Bernard Dahm dalam Sukarno dan Perjuangan
Kemerdekaan, mengaku bingung dengan tanggal kelahiran Sukarno: 6-6-1901.
Sebab dalam catatan stambuk HBS (Hoogere Burgerschool) Surabaya, ia
menemukan bahwa proklamator itu lahir pada 6-7-1902. Bernard Dahm menduga,
Raden Soekemi (1869 – 1945) – ayah Sukarno – memudakan umur anaknya saat
melamar ke HBS. Bung Karno, tidak memiliki tanggal lahir pasti. Bisa jadi
demi sesuatu maksud tertentu, seseorang mengubah tanggal lahir, misalnya
sebagai persyaratan test masuk suatu lembaga tertentu.
Setiap kali mendapatkan ucapan Hari Ulang Tahun, terbersit dalam diri kita
sebuah makna usia. Hari demi hari waktu kita berlari tanpa henti, bahkan
tanpa kompromi meninggalkan kita. Penyair Roma berkata, "tempus fugit" yang
artinya waktu berlari dengan cepatnya. Penulis Mazmur pun dengan tidak
ragu-ragu menulis, "masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kuat, delapan
puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab
berlalunya buru-buru dan kami melayang lenyap" ( Mzm 90: 10). Adrian
Pristio dalam Jalan Spiritual Sehari-hari, menulis, "Waktu perjalanan
kembali ke Allah itu hanya sekitar 25.000 sampai 30.000 hari atau 70 sampai
80 tahun dan selebihnya merupakan bonus. Merenungkan tulisan-tulisan itu,
betapa singkatnya hidup manusia itu. Dan kita harus menyadari bahwa setiap
kali kita memperingati HUT, kita harus sadar bahwa umur kita berkurang
satu tahun. Perayaan HUT kadang dirayakan dengan ingar-bingar. Dan
anehnya ada beberapa orang – khususnya para wanita – tidak suka jika orang
mengetahui berapa umurnya. Dan betapa senangnya seseorang jika pada hari
HUT-nya mendapat pujian bahwa dirinya awet muda. Pujian tersebut akan
membuat hatinya berbunga-bunga. Tidak salahlah apa yang dikatakan oleh
Jonathan Swift (1667 – 1745) penulis dari Irlandia, "Everyone wants to live
long, but nobody to be old" yang artinya semua orang ingin panjang umur,
tetapi tidak seorang pun mau menjadi tua.
Ralph Waldo Emerson (1803 – 1882) penulis Amerika menulis, "It is not the
length of life, but the depth of life" yang berarti hidup ini bukan
persoalan berapa lama, tetapi berapa dalam. Kata-kata itu memang sungguh
memiliki arti yang mendalam. Kedalaman hidup itu terwujud ketika ketika
hidup kita memberi kontribusi bagi "dunia". Dalam hidup ini pertama-tama
kita tumbuh. Dalam bertumbuh tersebut kita perlu disiram, dipupuk dan
dipelihara. Setelah bertumbuh dengan baik, maka berbunga dan berkembang. Di
sanalah orang menjadi indah, harum dan banyak sahabat. Perkembangan ini
tentu saja merupakan rahmat dari Tuhan, tetapi sekaligus sebagai tugas untuk
semakin mewujudkan cita-cita. Tahap terakhir adalah berbuah (Mat 13: 1 –
9). Buah-buah ini yang dirasakan oleh banyak orang. Bagi orang-orang yang
mengasihi, usia tua adalah musim panen. Benih-benih cinta kasih yang ditanam
dengan sangat saksama pada waktu lalu telah menjadi matang bersama waktu.
Orang yang mengasihi dikelilingi dalam masa senjanya oleh kehadiran
orang-orang lain yang penuh perhatian. Apa yang telah diberikan secara
cuma-cuma dan penuh suka gembira mendapat balasan penuh minat dan perhatian
pada masa tuanya.
Renungan ini, akan saya akhiri dengan sebuah arti umur. Lao Tze ( sekitar
abad – 4 SM ) penulis buku Tao Te Ching dan pendiri agama Tao di China
pernah berkata demikian :
"Orang pada umur 20 tahun belajar bijaksana,
orang umur 30 tahun tumbuh bijaksana,
orang umur 40 tahun merasa bijaksana,
orang umur 50 tahun mencoba bijaksana
orang yang berumur 60 tahun mulai bijaksana
Dan orang berumur 70 tahun baru bijaksana".
Akhirnya saya ucapkan kepada orang-orang yang ber-HUT, baik itu tanggal
beneran maupun tanggal rekayasa, "Vivat ad multos annos, ad summam
senectutem" artinya Semoga ia hidup panjang umur mencapai usia tertua.
Skolastikat MSC, 15 Agustus 2011
Biara Hati Kudus - Pineleng
Jl. Manado – Tomohon KM. 10
Pineleng II, Jaga VI
Minahasa – MANADO – Sulawesi Utara – 95361
Markus Marlon MSC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar