Oleh: Toni Tio
Sebuah kisah. Ada satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan tiga orang
anak. Anak pertama perempuan, kedua laki-laki dan ketiga perempuan.. Dari
ke tiga anak, si anak laki-laki yang mendapat perhatian khusus. Penuh kasih
sayang, selalu mendapat yang terbaik diantara saudaranya, dimanja dan
dituruti kemuaannya. Ya ini mungkin ada hubungannya dengan tradisi budaya
Chiness, dimana anak laki-laki tertua sangat berharga karena kelak dia
mewarisi nama keluarga atau yang dikenal marga.
Hari berganti minggu, bulan dan tahun. Anak laki-laki ini tumbuh menjadi
anak dewasa dengan tabiat buruk. Suka menyusahkan keluarga, tidak bekerja,
menipu sana-sini, mencuri dan berbuat jahat. Menjual barang-barang yang ada
dirumah bila orang tua tidak bisa memberi dia uang, bahkan tidak jarang
memukul orang tua apabila terjadi pertengkaran. Larangan, nasehat dan
segala upaya sudah dilakukan orang tuanya untuk merubah si anak, tapi
bukanya sadar malah menjadi. Sampai-sampai keluarganya sudah tidak mau
mengenal dia lagi. Dia diusir dari rumah, dan pintu ditutup rapat-rapat
agar si anak tidak pernah pulang. Orang tuanya sudah menganggap si anak
laki-laki mati dan tak pernah terlahirkan.
Waktu cepat berlalu, tetapi sifat, tabiat dan tingkah laku si anak
laki-laki tidak ada sedikitpun berubah. Bahkan dia disebut-sebut yang
menyebabkan ibunya meninggal karena pada saat-saat terakhir kehidupan
ibunya terus menerus diteror dan disakiti sampai-sampai dokter yang merawat
si ibu berkata "ibu menyimpan sakit hati yang sangat dalam, tapi dia tidak
mampu mengungkapkan perasaannya".
Ketika si ibu menemui sakaratul mautnya sampai peti mati masuk liang kubur
si anak laki-laki tidak memperlihatkan batang hidungnya bahkan si ayah juga
tidak mau si anak laki-laki datang meskipun untuk yang terakhir kali.
Apakah si anak tidak tahu? Tahu. Dia telah diberi tahu, kalau ibundanya
sudah pergi untuk selamanya. Tapi si anak tak bergeming. Lupa siapa yang
sudah melahirkan dan membesarkan dia.
Tapi bumi melihat dan alam mencatat semua perbuatan si anak. Dia sudah
melanggar hukum langit. Lambat tapi pasti hukuman tetap hukuman, sepanjang
hidupnya dilalui dalam penderitaan. Dimana langkah kaki terhenti disitu
pintu tertutup bagi dia.
Jangankan punya rumah, untuk mengisi perut saja dia berharap pada kebaikan
hati orang lain.
Lantas apakah ini namanya takdir dan nasib buruk dari Sang pencipta?
Bukankan, saat terlahir dia dikeluarga yang penuh kasih sayang? Dan
mendapatkan yang terbaik?. Sedangkan nasib buruk yang dijalani sekarang ini
adalah buah dari kejahatan dia. Setujuhkan kita bahwa masa depan ada dimasa
lalu?
Tuhan tidak pernah membiarkan aturanNya dicabik-cabik. Tahta suciNya adalah
pengadilan agung yang tak terlewatkan oleh setiap umat manusia. Setiap
kejahatan pasti ada hukuman. Berbakti dan hormat kepada orang tua adalah
hukum yang sudah Ia gariskan. Maka setiap orang yang berbakti dan
menghormati orang tuanya, kepada dia diberikan umur panjang dan rejeki.
Seperti kata orang bijak, ''surga ada ditelapak kaki ibu"
Kekayaan dan harta tidak pernah menjamin keselamatan bagi kita tetapi hati
yang bersih dan baik adalah jaminan kebahagian untuk kita. Lalu apa artinya
menjadi anak? Bila tidak diakui sebagai anak?.
Salam Mulia.
*) Tony Haniel; Alumni Writer Schoolen "Menulis Artikel Menarik" ini dapat
dihubungi di tony.haniel@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar