Malam terasa panjang bagi orang yang berjaga, jalan terasa jauh bagi orang
yang lelah, waktu terasa semakin lama bagi orang yang sedang menanti.
Itulah waktu. Waktu adalah salah satu berkat dari Tuhan yang boleh kita
nikmati dan kita pakai sebagaimana kita mau. Tetapi waktu juga adalah
sesuatu di mana kita harus bertanggung jawab terhadap penggunaannya. Suatu
hal yang pasti adalah setiap orang mempunyai waktu yang sama, yaitu dua
puluh empat jam dalam satu hari perjalanan hidupnya. Pertanyaan kita,
berapa waktu yang kita siapkan untuk pasangan hidup kita ?
Tak akan pernah terlalu awal untuk mengucapkan kata-kata yang baik untuk
seseorang yang kita sayangi. Tak akan pernah terlalu awal untuk melakukan
sesuatu yang membahagiakan untuk pasangan kita. Karena Anda dan saya tidak
akan pernah tahu seberapa cepat hal tersebut akan jadi sesuatu yang
terlambat dikatakan dan terlambat untuk melakukannya! Maka, katakanlah hari
ini, dan lakukanlah hari ini. Jangan tunda sampai besok karena mungkin
besok sudah terlambat. Demikianlah Richard De Haan memberi nasihatnya.
Penyesalan
Seorang dokter berpangkat kolonel di suatu negara berprestasi sangat
cemerlang. Dengan demikian, dia dipercaya oleh kalangan atas, termasuk
presidennya, untuk merawat kesehatan diri mereka pada dokter yang pandai
tersebut. Setiap hari, hidupnya dipenuhi oleh jadwal tugas yang membuat
orang lain berdecak kagum karena tidak semua dokter mendapat kesempatan
berprestasi seperti itu. Hari demi hari dilalui dengan prestasi yang
menjulang. Semakin tinggi dan tak terbilang hadiah dan fasilitas hidup yang
menggiurkan diterimanya. Begitu penuh jadwal hidupnya untuk mengurus orang
lain, pergi berhari-hari menemani jenderal ini dan itu, pergi
berminggu-minggu untuk menemani presiden ke luar negeri, dan sebagainya.
Untuk bertemu muka dengan istri dan anak-anaknya sungguh hal yang langka.
Dan keadaan ini terus berlanjut dari waktu ke waktu. Sampai suatu hari
sepulang dari luar negeri menemani dan merawat pejabat tinggi yang sedang
sakit, setiba di depan rumahnya, sang dokter melihat tenda terpasang dan
kerumunan para kerabat dan tetangganya. Dalam hati sang dokter bertanya :
ada apa gerangan di rumahku? Begitu keluar dari mobil, dia langsung
bergegas masuk menguak kerumunan para tamu yang menyampaikan ucapan
belasungkawa.
Setiba di ruang tamu rumahnya, terbujur sang istri tercinta, wanita yang
menjadi belahan jiwanya, wanita yang selama ini ditinggalkannya untuk
bepergian menjalankan tugas-tugas untuk merawat dan mempertahankan hidup
orang lain. Tapi, satu-satunya wanita yang diinginkan dalam hidupnya saat
ini terdiam kaku. Sang istri meninggal setelah menderita sakit parah yang
cukup lama, dan dia tidak mampu merawatnya, apalagi memperpanjang masa
hidupnya.
Maka, tercenunglah sang dokter. Dia bertanya ke mana saja aku ini, kapan
terakhir aku makan bersama dengan wanita kesayanganku, kapan terakhir kali
aku memeriksa kesehatannya, kapan terakhir kali aku mengucapkan selamat
berulang tahun untuknya. Oh, sudah lama-lama sekali! Sekarang aku ingin
mengucapkannya, sekarang aku ingin makan bersamanya, sekarang aku ingin
tidur bersamanya, tapi sudah terlambat! Tidak ada hari esok lagi untuk
melakukannya.
Seperti nasihat Rihard De Haan di muka tulisan ini, maka seorang penulis
tak dikenal telah menuliskan kata-kata yang menggugah perasaan sebagai
berikut.
Lebih baik kumiliki setangkai mawar mungil dari kebun seorang sahabat
daripada memiliki bunga-bunga pilihan ketika hidupku di dunia harus
berakhir.
Lebih baik mendengar kata-kata yang menyenangkan yang disampaikan dengan
kebaikan kepadaku pada saat aku hidup daripada pujian saat jantungku
berhenti berdetak dan hidupku berakhir.
Lebih baik kumiliki senyum penuh kasih dari sahabat-sahabat sejatiku
daripada air mata di sekeliling peti jenazahku ketika pada dunia ini
kuucapkan selamat tinggal.
Bawakan aku semua bungamu hari ini. Lebih baik kumiliki setangkai yang
mekar saat ini daripada satu truk penuh ketika aku meninggal dan diletakkan
di atas pusaraku.
Jangan sampai Anda menyesal dalam hidup ini. Hidup terlalu singkat untuk
dipakai "tidak peduli terhadap pasangan" serta "merasa kecewa dan marah".
Jadikan sentuhan, pelukan, dan kemesraan sebagai alat untuk membangun
fondasi yang kuat dalam hal membina hubungan suami- istri. Sama seperti
otot, kasih dapat menjadi kuat jika sering digunakan. Sebaliknya, kasih
juga bisa mati jika tidak disertai perbuatan. Mudah-mudah belum terlambat
bagi saya dan pembaca untuk memulai mengatakan apa yang seharusnya
dikatakan, apa yang seharusnya dilakukan untuk membahagiakan pasangan hidup
dan diri kita juga.
Sumber: Unknown (Tidak Diketahui)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar