Alkisah, seorang petani menemukan sebuah mata air ajaib.
Mata air itu bisa mengeluarkan kepingan uang emas yang tak terhingga
banyaknya.
Mata air itu bisa membuat si petani menjadi kaya raya seberapapun yang
diinginkannya, sebab kucuran uang emas itu baru akan berhenti bila si
petani mengucapkan kata "cukup".
Seketika si petani terperangah melihat kepingan uang emas berjatuhan di
depan hidungnya. Diambilnya beberapa ember untuk menampung uang kaget itu.
Setelah semuanya penuh, dibawanya ke gubug mungilnya untuk disimpan disana.
Kucuran uang terus mengalir sementara si petani mengisi semua karungnya,
seluruh tempayannya, bahkan mengisi penuh rumahnya. Masih kurang! Dia
menggali sebuah lubang besar untuk menimbun emasnya. Belum cukup, dia
membiarkan mata air itu terus mengalir hingga akhirnya petani itu mati
tertimbun bersama ketamakannya karena dia tak pernah bisa berkata cukup.
Kata yang paling sulit diucapkan oleh manusia barangkali adalah kata
"cukup". Kapankah kita bisa berkata cukup? Hampir semua pegawai merasa
gajinya belum bisa dikatakan sepadan dengan kerja kerasnya.
Pengusaha hampir selalu merasa pendapatan perusahaannya masih dibawah
target.
Istri mengeluh suaminya kurang perhatian.
Suami berpendapat istrinya kurang pengertian.
Anak-anak menganggap orang tuanya kurang murah hati.
Semua merasa kurang dan kurang.
Kapankah kita bisa berkata cukup ?
Cukup bukanlah soal berapa jumlahnya.
Cukup adalah persoalan kepuasan hati.
Cukup hanya bisa diucapkan oleh orang yang bisa mensyukuri.
Tak perlu takut berkata cukup.
Mengucapkan kata cukup bukan berarti kita berhenti berusaha dan berkarya.
"Cukup" jangan diartikan sebagai kondisi stagnasi, mandeg dan berpuas diri.
Mengucapkan kata cukup membuat kita melihat apa yang telah kita terima,
bukan apa yang belum kita dapatkan.
Jangan biarkan kerakusan manusia membuat kita sulit berkata cukup.
Belajarlah mencukupkan diri dengan apa yang ada pada diri kita hari ini,
maka kita akan menjadi manusia yang berbahagia.
Belajarlah untuk berkata "Cukup".
"Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar
mencukupkan diri dalam segala keadaan. Aku tahu apa itu kekurangan dan aku
tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak
ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun
dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan.
Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan
kepadaku". (Paulus)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar