(M o t i v a s i)
"Mala aurea in lectis argenteis Qui loquitur verbum in tempore suo" – Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya adalah seperti buah apel emas di pinggan perak (Ams 25: 1).
Pernah suatu kali saya membaca sebuah kata mutiara yang ditulis oleh Marie-Louise de la Ramée (1839 – 1908) - novelis, "Persahabatan bisa berakhir hanya karena satu kata yang tidak bijaksana." Sering kita jumpai ada orang-orang yang dulu akrab sekali, tiba-tiba mereka menjadi benci satu sama lainnya. Hal itu hanya gara-gara salah ngomong.
"Memang lidah tak bertulang" kata sebuah syair dari sebuah lagu yang berjudul, "Tinggi Gunung Seribu Janji." Karena tidak bertulang, maka ia bisa lentur dan kadang-kadang berkelit. Lidah yang tidak terkendali amat berbahaya dan bisa menimbulkan perang mulut dan adu argument. Dan kadang-kadang bisa menguras energi dan melelahkan.
"Lidah" merupakan sepenggal daging, namun memiliki peran yang besar bagi kehidupan kita. Bahkan Paulo Coelho (Lahir, 1947 di Rio de Janerio – Brasil) sempat menorehkan makna "lidah" untuk novelnya yang berjudul, "Manuskrip yang Ditemukan di Accra." Tulisnya, "Senjata yang paling merusak bukanlah lembing ataupun meriam yang bisa melukai badan dan merobohkan tembok. Senjata yang paling berbahaya adalah kata-kata yang bisa menghancurkan kehidupan tanpa meninggalkan jejak darah dan luka-luka yang ditimbulkannya tak pernah bisa sembuh. Karenanya marilah kita menahan lidah kita dan tidak menjadi budak ucapan-ucapan kita sendiri."
Kita harus menjadi pribadi yang "bebas dan bertanggung jawab" dengan apa yang kita ucapkan. Confusius (551 – 479 seb. M) memberikan pengajaran tentang kata-kata yang keluar dari bibir kita. Ajarannya, "Not to converse with a man worthy of conversation is to waste the man. To converse with a man not worthy of conversation is to waste words. The wise waste neither men or words" – Tidak berbicara dengan orang yang layak diajak berbicara berarti mensia-siakan orang. Berbicara dengan orang yang tidak layak diajak berbicara berarti mensia-siakan kata-kata. Orang bijak tidak mensia-siakan orang maupun kata-kata.
Sungguh benar, di sini kita diajak untuk menjadi orang yang "hemat" dengan kata yang kita ucapkan. Amat disayangkan jika kita menjadi orang yang mudah "obral" kata, sehingga kata-kata kita hilang percuma, karena "menguap" entah ke mana. Pepatah China menulis, "Jika kata-kata diucapkan terlalu banyak, terkadang kata-kata tersebut sudah kehilangan maknanya dan sulit dinilai bobot kebenarannya."
Rabu, 17 Desember 2014 Markus Marlon
Website :
http://pds-artikel.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar