Kamis, 25 April 2013

TERNGIANG-NGIANG
(Kontemplasi  Peradaban)
 
          Beberapa tahun yang lalu, pernah ada lagu yang liriknya kira-kira sebagai berikut, "Mau makan ingat kamu, mau mandi ingat kamu…."  Syair tersebut hendak mengatakan bahwa ia terbayang-bayang dengan jantung hatinya. Orang Jawa mengatakan, "impèn" yang berarti menjadi impian. Anak remaja bersenandung, "Siang jadi impian, malam jadi kenangan. Cintaku oh  semakin mendalam!" Orang yang sedang jatuh cinta – kata pepatah Latin, "omnis amans amen" – setiap orang yang sedang jatuh cinta selalu kehilangan akal. Itulah sebabnya, orang menjadi terngiang-ngiang dengan orang yang sedang dijatuhcintai itu. Sekali lagi, "Mau makan ingat kamu, mau mandi ingat kamu…."
 
Para pembunuh  orang yang dikasihi juga merasa dirinya terngiang-ngiang dengan apa yang dilakukan. Namun, perasaan mereka tidak seperti orang yang sedang jatuh cinta, melainkan ada rasa takut dan dikejar-kejar. Fulton Sheen (1895 – 1979)  dalam Kristus  menulis, "Nero diganggu oleh arwah ibunya yang dibunuhnya sendiri. Juga kaisar Kaligula mengalami malam-malam yang gelisah sebab selalu saja terbayang-bayang para korbannya" (hlm. 131).  Suetonius (69 – 122), lengkapnya: Gaius Suetonius Tranquillus –  sejarawan, menulis tentang "para pembunuh"  katanya, "Semalam-malaman sang Kaisar duduk tegak di ranjangnya atau kalau tidak, ia  jalan-jalan di lorong-lorong istananya menantikan hari siang". Orang menjadi gelisah dengan apa yang dibuatnya sendiri dan ingin segera siang.  

Hal yang sama juga dialami oleh Herodes  Henri Daniel-Rops dalam  Hikajat Sutji menulis, "Setelah menyuruh membunuh istrinya yang paling dicintai, Mariamne, gambar dari Mariamne ternyata tidak dapat meninggalkan pikiran Herodes. Dipanggilnya namanya di seluruh istana yang menjadi kosong karena tiadanya Mariamne. Semua orang diperintahkannya berbicara seolah-olah Marianme masih hidup" (hlm. 430).

Apa yang dialami oleh Herodes,  Nero (37 – 68)  – lengkapnya Nero Claudius Caesar Augustus Germanicus   dan Caligula (12 – 41) – nama lengkapnya: Gaius Julius Caesar Augustus Germanicus,  merupakan contoh bahwa dalam diri seseorang pasti ada rasa bersalah atau guilty jika melakukan yang melawan hati nurani.  Dari sana pula, dalam psikologi muncul pelbagai penyimpangan (deviasi) kejiwaan yang bisa mengarah kepada kegilaan. Schizroprenia dan paranoid adalah gejala penyimpangan yang akrab dengan telinga kita. Patric Sűskind dalam Paranoid – The Story of a Madman, melukiskan bagaimana seorang pria yang mengalami ketakutan dalam hidupnya karena pengalaman yang menyakitkan.  Kedua orang tuanya dibawa ke kamp konsentrasi Nazi dan tidak pernah kembali. Istrinya kabur dengan lelaki lain. Dalam Kitab Suci, kita tentu pernah mendengar kisah Saul (    ).  Abba Eban dalam Sejarah Ringkas Umat Israel  melukiskan watak majemuk dari Saul. Ia tidak berhasil berelasi dengan Samuel yang sudah lanjut usia  dan amat curiga dengan Daud yang masih muda. Rasa curiganya berdekatan dengan sakit jiwa dan menyebabkan dirinya merasa "dikejar-kejar terus-menerus" (hlm. 32).  Ia memikirkan  Daud selama 24 jam, sedangkan Daud tidak memikirkan Saul sedetikpun (Bdk. Metro TV dalam Kick Andy,  6 Februari 2013).  Pikiran-pikiran jahat itulah yang membuatnya menjadi terngiang-ngiang.

Saya pernah nonton film yang berjudul Scream. Film ini  memperlihatkan bagaimana manusia senantiasa ketakutan akan pengalaman traumatic yang membuatnya terngiang-ngiang tak tertahankan. Dari kisah scream ini, saya menjadi teringat akan kisah istri Pontius Pilatus yang mengalami ketakutan yang dibawa dalam mimpi.  Buku yang berjudul Pontius Pilatus  maupun Dream of Pilate's Wife  hendak melukiskan pula peranan atau keterlibatan sang istri, Klaudia dalam pengadilan Yesus Kristus. Penulis Jerman modern Gertrud von Lefort (1876 – 1971) nama lengkapnya: Baroness Gertrud Auguste Lina Elsbeth Mathilde Petrea von Le Fort,  telah menafsirkan yang dirasakan Klaudia.  Pada hari Jumat Suci pagi itu, ketika Klaudia terjaga dari tidurnya, terdengar olehnya suara seolah-solah di dalam katakombe yang mengatakan, "Yang menderita sengsara dalam pemerintahan Ponsius Pilatus." Kemudian didengarnya seakan-akan itu menggema di dalam kuil-kuil Romawi yang telah berubah menjadi gereja-gereja (Bdk. Fulton Sheen dalam Kristus,  hlm. 378).  Penulis buku Pontius Pilatus yang bernama Paul Maier akhirnya meceriterakan bahwa "Klaudia" (dalam buku ini namanya Procula, bukan Klaudia)  menjadi Kristen (Bdk. Kisah-kisah kekristenan awal di Roma yang ditulis dalam novel yang berjudul: The Robe maupun Quo Vadis).

          Hari Minggu (10 Februari 2013, Tahun Baru Imlek: Gong Xi Fat Cay), saya mengunjungi orang yang sedang sakit di ambang kematian. Dari pihak keluarga mengatakan bahwa sudah lama sekali dia menderita sakit dan katanya dia ingin segera dipanggil Tuhan. Menurut ponakan-ponakannya, sewaktu masih muda ibu ini pecinta Maria, bahkan menjadi ketua  Legio Mariae (Pengikut Louise-Marie de Monfort sejati). Tetapi karena mengikuti suami, ia berpindah keyakinan. Salah seorang ponakannya berkata, "Setiap hari tante saya ini gelisah dan dari bibirnya menyenandungkan  rapalan Ave Maria gratia plena, tapi suaranya lirih. Kayaknya tante terngiang-ngiang waktu masih muda berdoa kepada Bundanya, saya tidak tahulah!" Ponakan yang lain berkata, "Apalagi jika lonceng berdentang sebagai tanda doa Angelus, dia menjadi gelisah!" Kemudian dengan lirih saya berkata, "Ya, tantemu itu terngiang-ngiang"  (100413) Markus-Marlon

         
Sent by PDS
http://pds-artikel.blogspot.com

Tidak ada komentar: