Selasa, 18 September 2012

KEMBALI*
(Sebuah Percikan Permenungan)
 
          Ketika saya mengadakan perjalanan ke  Jakarta ada rasa gembira. Di ibu kota itu, segala macam hal dapat kita dapatkan. Bahkan saya boleh berkata, "Tidak ada hal yang tidak ada di Jakarta." Gedung-gedung mewah dengan segala fasilitasnya untuk sementara waktu menyenangkan. Namun tidak lama kemudian, saya ingin kembali ke rumah, apalagi ingat film yang berjudul "Home, Sweet Home,"  sebuah film tentang kehidupan John Howard Payne (1791 – 1852).

          Rumah, bagaikan rahim yang menerima kita apa adanya. Anand Krisnha dalam  99 Nama Allah bagi Orang Modern menunjuk  pada makna  Ar-Rahim yang berarti Maha Penyayang.  Allah begitu menyayangi umat dan Allah rindu para umatnya untuk kembali ke dalam fitrah-nya. Henri J.M. Nowen (1932 – 1966)  dalam The Return of The Prodigal Son,  melukiskan betapa bahagianya, jika ada seorang anak yang kembali ke pelukan bapanya  (Luk. 15:  11 –  32).  Perjalanan kembali ke rumah yang dipenuhi dengan keraguan serta rasa malu yang tinggi, akhirnya disambut dengan tangan terbuka. Cover dari buku tersebut  tersebut memberikan inspirasi kepada kita tentang pengampunan. Dalam lukisan tersebut, Rembrant (1606 – 1669) mengajak kita  untuk merenungkan arti rangkulan seorang bapa  terhadap  anaknya. Tangan kanan bapa, kuat dan legam, sedangkan tangan kirinya halus dan indah. Ini melukiskan bahwa kebapakan dan keibuan telah menerima anak yang hilang tanpa syarat.

Sebuah lagu yang dipopulerkan kembali oleh  Marcello Tahitoe yang nama pop-nya Ello, berjudul "Pergi untuk Kembali"  memiliki makna bahwa setiap kita memiliki tugas untuk pergi: mencari kehidupan.  Edith Hamilton dalam Mitologi Yunani, memaparkan  seorang pahlawan bernama  Herkules.   Selama hidupnya, ia berpetualang dan  diberi pelbagai tugas,  yang terkenal dengan sebutan The twelve labours of Hercules. Bertahun-tahun "anak Dewa Zeus" ini sibuk dengan tugas-kewajibannya. Namun pada akhirnya, ia kembali ke rumahnya hidup bersama istrinya, Deianeira dan anak laki-lakinya.  E.V. Rieu dalam Odyssey juga mengisahkan tentang petualangan Odiseus yang setelah perang Troya berakhir ia ingin kembali ke Itacha. Selama sepuluh tahun ia berpetualangan dalam pelbagai pengalaman. Betapa bahagianya ketika akhirnya ia kembali ke istananya dan berjumpa dengan Penelope, istrinya dan Telemachus, anaknya. Dalam keluarga itu Odiseus menemukan dirinya sendiri. Home sweet home. 

Mungkin orang pada masa mudanya memiliki aneka macam pekerjaan. Ada pekerjaan yang merupakan tugas, ada pekerjaan lain sebagai kewajiban. Namun ada pekerjaan yang sungguh-sungguh ia senangi. Setiap kali mengerjakan tugas itu ia mendapatkan gairah, semangat dan passion. Pekerjaan inilah yang dianggap sebagai vocation atau calling  (panggilan jiwanya).  Ia pergi ke mana-mana, akhirnya kembali ke dalam dirinya yang sungguh-sungguh membuatnya bahagia, yaitu panggilan jiwanya.

Kembali sangat memiliki makna spiritual. Prosesi lilin  Tuan Ma  yang diadakan setiap pekan suci (Paskah) di Larantuka – Flores,  memiliki makna spiritual yang mendalam. Pada malam itu setiap nisan diberi lilin menyala. Di beberapa daerah seantero negeri ini, setiap hendak memasuki bulan Ramadhan masyarakat mengadakan bersih-bersih makam. Selain mensyukuri kedatangan bulan Ramadhan, juga untuk menghormati arwah kaum kerabat yang sudah meninggal dunia, seraya menziarahi dan mendoakannya. Kemudian di makam-makam Katolik yang sering  disebut dengan nama  kerkoff,  tertulis pada gapura "Memento Mori" yang berarti Ingatlah akan kematian.   Filosofi  Jawa menulis, "Sangkan paraning dumadi" yang berarti dari mana kita berasal dan akan ke mana setelah hidup kita di dunia ini.

Tatkala kita kembali ke kampung halaman,  ada rasa nyês bila berjumpa dengan sahabat  dan handai taulan.  Kembali ke tempat kelahiran sungguh memiliki makna yang mendalam. Tiada pengalaman yang semendalam, ketika kembali melihat dan mengenang kembali masa-masa kecil. Sapaan-sapaan dari sahabat dan handai taulan yang setia "menunggu" kampung halaman membuat ingat kembali masa lalu. Dari sana pula, saling memaafkan dan kembali kepada fitrah. Dalam filsafat kita kenal istilah tabula rasa  (bahasa Latin), terjemahan bebasnya  berarti papan tulis yang masih bersih. Seorang bayi itu suci dan kudus, belum terkontaminasi dengan dunia luar. Dalam kekristenan, kita mengenal "dilahirkan kembali" atau dibaptis (Yoh. 3: 3).

Inilah pertanyaan dalam diriku, setiap kali merenungkan hidup ini, "Ke manakah aku bakal kembali?  Di mana tempat hinggap- ku,  andai melesat terbang  dari kurungan (badan jasmani) di dunia ini? Ke manakah aku  hendak kembali setelah aku pergi bertandang di dunia ini?" (17 September 2012).

*Sudah dipublikasikan di Suara Pembaharuan Minggu, 13 – 19 September 2012

Markus Marlon
"Biara Hati Kudus"

Sent by PDS
http://pds-artikel.blogspot.com

Tidak ada komentar: