Senin, 03 September 2012

EGOIS
(Sebuah Percikan Permenungan)

          Ketika rombongan kami  menelurusi sungai di Kalimantan  Tengah dengan kapal Borneo River Cruise, ( Pertengahan Juni 2012), ada salah seorang penumpang yang tidak suka melihat pemandangan alam di sekitar sungai tersebut. Sambil melihat ke bawah,  lama ia mematut  diri tanpa mengindahkan teman-teman di sampingnya. Ternyata ia sibuk dengan dirinya sendiri bercermin di permukaan air.

          Menyaksikan tingkah laku gadis pesolek itu, saya teringat akan dongeng "anjing yang serakah" tulisan Aesop (620 – 560 seb.M), pendongeng fabel asal Yunani dan kisah  Narsisius, dari mitologi Yunani yakni  seorang yang tergila-gila dengan bayangannya sendiri yang terpantul pada permukaan sungai. Dari sana muncul ungkapan dari  anak-anak ABG (Anak Baru Gede), "narsis banget sich kamu!" Mereka itu egoist.  Egoist dalam  Kamus Inggris – Indonesia (John Echols dan Hassan Shadily) diartikan sebagai orang yang hanya mengejar kepentingan diri sendiri.  Dalam film yang berjudul "My Ellen"  –  sebuah film yang diadaptasi dari Buku,  "Little House " Seri Laura – hendak mengisahkan seorang ibu yang kehilangan anaknya yang tenggelam di danau dan tewas.  Ibu dari anak itu tidak bisa menerima bahwa anaknya sudah tiada, maka ia "mengurung" Laura di kamar bawah tanah. Laura didandani dan dibuat seolah-olah Ellen. Ibu dari Ellen itu hanya mengejar kepentingan dan demi memuaskan dirinya sendiri hingga mengorbankan kebebasan Laura.

 Kisah Mahabharata yang ditulis oleh Nyoman S. Pendit melukiskan  bahwa  ketika Pandawa hendak berperang melawan Kurawa, doa mereka adalah semoga diri mereka selamat. Dan benar, yang selamat adalah hanyalah putra Pandu (Pandawa), sedangkan anak-anak mereka tidak ada yang selamat.  Kelima putra Pandu itu memang ingin jaya, namun tidak ingat untuk "menjayakan" anak-anak mereka. Untunglah ada Parikesit (cucu Arjuna) yang menduduki tahta Kerajaan Hastina, sehingga dinasti Pandawa bisa berkelanjutan. Banyak dalam dunia politik, orang mementingkan golongannya atau partainya sendiri. Mereka menjadi kelompok yang sangat fanatik. Bahkan ada ungkapan yang diciptakan oleh Carl Schurz (1829 – 1906) yang berbunyi, "our country, right or wrong. When right tobe kept right, when wrong to be put right"  yang berati: salah dan benar adalah negaraku (maka harus aku bela mati-matian). Ungkapan ini secara tidak langsung  juga diterapkan pada partai atau kelompok.  Partainya di dalam tubuhnya mengalami carut-marut. Namun oleh semua anggota dibela mati-matian, sehingga kepentingan yang lebih luas, negara diabaikan. Itulah sikap egoist dalam sebuah kelompok.

          Setiap orang ingin diperlukan sebagai orang penting. Maka tidak heranlah jika ada istilah VVIP (Very Very Important Person).  Orang amat bangga jika dirinya dianggap penting dan merasa bahwa dirinya banyak memberikan kontribusi bagi orang lain. Albino Luciani yang adalah Paus Yohanes I ( 1912 – 1978) menulis buku yang berjudul Kepada Yang Terhormat, surat-surat kepada tokoh-tokoh masyur.  Ia mengutip puisi gubahan Trilussa (1871 – 1950) penyair Roma yang sebenarnya namanya Carlo Alberto Salustri:

          Siput si pesolek kecil
          Merayap di atas obelisk.
          Melihat lendirnya sendiri,
          Akh, katanya, "Saya mengerti. Dalam sejarah telah kutinggalkan bekas!"
 
          Inilah tanda bahwa kebanyakan orang ingin dirinya dikenang dalam sejarah. Ia berharap meninggalkan track-record yang dikenang sepanjang zaman.  Para kaisar Romawi, menginginkan dirinya diangkat atau mengangkat dirinya sebagai Dewa. Hal itu dibuat supaya, namanya dikenal oleh anak cucunya bahkan seluruh dunia. Suetonius, nama lengkapnya Gaius Suetonius Tranquillus  (telahir ± 70 M) dalam Dua Belas Kaisar  mencatat tentang kejayaan dan kekejaman dua belas kaisar Romawi. Ada beberapa kaisar yang dinamakan atau menamakan dirinya sebagai divus  yang berarti orang yang diperdewa. Mereka itu adalah   Divus Julius (100 – 44 seb. M), Divus Augustus (63 seb. M – 14 M), Divus Claudius (10 seb. M – 54 M), Divus Vespasian (9 – 79 M)  dan Divus Titus (39 – 81 M).  Karena sebagai dewa, maka diri mereka berhak menerima sembah sujud,  kata-katanya sebagai hukum dan boleh bertindak sewenang-wenang. Kekuasaannya untuk kepentingan diri sendiri dan keturunannya.

          Orang-orang yang  mementingkan  dirinya sendiri ada di mana-mana. Entah itu di rumah sendiri atau  di kantor  atau dalam masyarakat, sering kita jumpai. Baiklah kita merenungkan hadis Nabi yang berbunyi, "sebaik-baiknya manusia  adalah mereka yang bermanfaat bagi orang lain" (Imam Bukhari)  atau sabda Yesus, "Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang" (Mrk. 10: 45). Hidup kita di dunia ini bukan untuk diri sendiri, tetapi untuk kebahagiaan dan kesejahteraan orang lain (03 September 2012).

Markus Marlon MSC
Biara Hati Kudus
Jl. Raya Pineleng KM. 9
PINELENG – MANADO
95361

Web : http://pds-artikel.blogspot.com

Tidak ada komentar: