Kamis, 07 Juni 2012

MENGAPA AKU SELALU MENDERITA?

MENGAPA AKU SELALU MENDERITA?
(Perjumpaan-Perjumpaan dalam Perjalanan yang Meneguhkan)

Hidup kita di dunia ini adalah suatu perjalanan. Dalam perjalanan itu kita
berjumpa dengan pelbagai orang. Tentu ada yang menyenangkan dan ada juga
yang menyedihkan.

Suatu hari pada suatu masa – meminjam istilah Thomas Rudi Tamrin dalam
bukunya yang berjudul Jalan Keluar: The Art of Self Management to
Hexagonalife Balance – ada seseorang yang berkata, "Mengapa aku selalu
menderita?" Ia berkata lagi, "Aku sudah bosan menderita dan bosan untuk
hidup. Aku seperti masuk dalam liang yang sempit dan gelap. Aku ingin
semuanya ini berakhir, tetapi aku tidak tidak tahu jalan keluarnya!"

Bulan lalu, saya bersama beberapa orang mengunjungi rumah tahanan atau
LAPAS. Saya berjumpa dengan seorang bapak yang dituntut hukuman selama 30
tahun. Dia berkata, "Hidup di sini sungguh amat berat. Saya mengerjakan
suatu pekerjaan yang tidak saya sukai dan tidak ada imbalannya."

Dalam perjalanan pulang, saya merenungi makna kata-kata bapak tadi.
Hidupnya sungguh terbelenggu. Tidak ada kebebasan dari padanya. Selama 30
tahun, ia hidup dalam penderitaan yang dahsyat, ibaratnya "menghitung hari".
Saya jadi teringat akan kisah seorang tawanan pada kamp konsentrasi. Oleh
sipir, ia disuruh memindahkan batu bata-batu bata dari gudang ke pinggir
jalan. Tawanan itu mengerjakan dengan semangat karena merasa diri berguna
dan berarti bagi orang lain. Tetapi setelah batu batu-batu bata itu sampai
di pinggir jalan, ia diperintah lagi supaya batu bata-batu bata itu
dikembalikan lagi ke gudang. Hal itu dibuat berkali-kali. Ia frustasi
karena mengerjakan sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Tawanan itu akhirnya
bunuh diri, karena dirinya merasa tidak berarti.

Hari berikutnya saya mengadakan perjalanan di suatu kota besar. Di sana
saya berjumpa dengan seorang bapak tua yang merasa bosan dengan
pekerjaannya. Dia berkata, "Bekerja di perusahaan ini sungguh membosankan.
Ketika saya akan berhenti, bos perusahaan meminta saya untuk bekerja satu
bulan lagi dengan honor sebesar Rp. 5.000.000,- Sebenarnya saya tidak
suka dengan pekerjaan itu, tetapi demi uang tersebut, saya terpaksa
menerimanya."

Saya terhenyak dengan kata-kata bapak tersebut. "Bukankah banyak di antara
kita bekerja juga seperti itu?" Bangun pagi-pagi sekali dan saat subuh
itu, ia berangkat ke kantor. Saat pulang dari kantor sudah tengah malam
dan ternyata anak-anak sudah tidur lelap. Pekerjaan dianggap beban, apalagi
ketika di kantor berjumpa dengan orang-orang yang tidak menyenangkan serta
bos yang "sulit". Orang-orang ini bisa bertahan hidup karena ada
motivasinya yaitu keluarga. Keluarga bagaikan pelabuhan hati yang
menyejukkan, "Rumahku istanaku!" Celakanya, jika ternyata keluarga tidak
memberikan kesejukan. Maka muncullah istilah, "Rumahku nerakaku!"

Saya jadi teringat akan kisah "kupu-kupu malam" yang bekerja demi membiayai
anak-anaknya. Semua yang dikerjakan hanya karena terpaksa. Wajahnya
tersenyum melayani tamu, padahal hatinya menangis. Sedih memang.

Senja hari, saya singgah ke rumah sahabat lama. Sahabat saya ini begitu
senang-gembira-bahagia dengan pekerjaannya. Dalam perjumpaan yang singkat
itu, dia berkata, "Sahabatku, sebagai penulis lagu saya amat gembira. Ibarat
tidak dibayar pun saya rela bekerja. Bahkan kalau saya bekerja hingga larut
malam, tidak ada rasa lelah sama sekali. Seolah-olah energi tidak
berkurang!"

Dalam perjalanan pulang, saya tercenung mendengarkan sharing sahabat tadi.
Kadang kala, kita ini berjumpa dengan orang-orang yang bahagia dengan
pekerjaannya. Dalam bahasa motivasi ada istilah: passion atau gairah atau
semangat. Dia berkata, "pekerjaan ini gue banget gitu loh!" Bagi dirinya,
bekerja adalah bermain. Untuk itulah tidak ada rasa bosan. Tidak
mengherankan jika kita mendengar ada seorang sukarelawan yang rela membantu
para para pengungsi di tengah hutan. Dia sangat menyenangi pekerjaan,
bahkan seandainya tidak dibayar pun.

Perjalanan terakhir ini, saya berjumpa dengan seorang biduanita. Wanita itu
berkata, "Sejak kecil saya sangat suka menyanyi. Kayaknya saya ditakdirkan
sebagai penyanyi. Kemudian saya ikut les musik. Sekarang ini saya bermain
organ tunggal sambil menyanyi. Pekerjaan yang amat menyenangkan. Seandainya
tidak dibayar pun saya sudah senang. Pekerjaanku – hobby-ku. Job saya banyak
sekali dan saya tidak pernah lelah, meskipun harus bekerja siang dan malam.
Dalam bekerja amat bahagia. Ini duniaku!"

Saya terhenyak sejenak. Kata-kata, "Pekerjaanku – hobby-ku" masih
terngiang-ngiang dalam telingaku. Lalu saya teringat kembali kata-kata bapak
di penjara yang berkata, "Mengapa aku selalu menderita?"

Perjumpaan-perjumpaan yang penuh makna. Itulah hidup! Kadang kita berjumpa
dengan orang yang optimis, namun tidak jarang kita ketemu orang yang
pesimis. Kadang kita melihat ada orang yang bekerja dengan semangat, namun
tidak jarang kita menyaksikan orang yang bekerja dengan loyo. Itulah hidup!

Skolastikat MSC, 02 April 2012
Biara Hati Kudus
Jl. Raya Pineleng KM. 9
PINELENG
Jaga IV. Kec. Pineleng
MANADO – 95361
Markus Marlon msc

Tidak ada komentar: