Selasa, 19 Juni 2012

PERCAYA ITU (TERNYATA) TIDAK GAMPANG

PERCAYA ITU (TERNYATA) TIDAK GAMPANG
(Perjumpaan-Perjumpaan dalam Perjalanan yang Meneguhkan)

Setelah merayakan upacara Ekaristi di stasi-stasi – paroki St. Paulus
Lembean – Minahasa Utara, biasanya saya langsung kunjungan umat. Hari
Minggu (22 April 2012), saya singgah pada sebuah keluarga yang sedang
mengalami kedukaan yang rumahnya dekat dengan Universitas Klabat –
Airmadidi.

Dengan terbata-bata, bapak ini mulai bercerita bahwa minggu yang lalu,
anaknya yang sulung mengalami kecelakaan dan meninggal dunia mendadak.
Keluarga ini kehilangan mutiara yang paling berharga. Saya mendengarkan
sharing bapak tersebut dan mencoba mengumpulkan "kata-kata penghiburan"
bagi keluarga tersebut. Selama hampir seperempat jam, saya "berkotbah"
tentang makna kehilangan dan dengan kata-kata suci bahwa sang anak itu pasti
diterima Bapa di Sorga, maka keluarga harus percaya. Kata-kata terakhir saya
ini dibalas oleh bapak tersebut, "Pastor bisa bicara dengan kata-kata indah
karena tidak mengalami sendiri. Bagaimana jika pastor sendiri yang sekarang
dalam posisi saya, apakah masih bisa pasrah dan percaya?"

Saya diam sejenak, kata-kata bapak tersebut bagaikan petir. Akhirnya saya
sadar bahwa percaya itu tidak gampang, karena bulan lalu saya kehilangan
data di komputer saya dan semua tulisan-tulisanku hilang dalam sekejab.
Kehilangan sperti itu saja saya marah-marah kepada Tuhan, "Tuhan mengapa
data-data penting itu harus hilang dari komputerku?"

Dalam perjalanan ke Pineleng, kami singgah di warung Dego-Dego yang
berlokasi Jl. Wakeke III/ 11 – Manado. Semua masakan khas Minahasa ada di
sana (wisata kuliner). Sebelum bubur Manado atau tinutuan dihidangkan, kami
sempat bincang-bincang tentang makna kepasrahan dan kepercayaan. Saya mulai
membuka perbincangan, "Saya pernah makan tinutuan, tetapi yang masak itu
orang Yogjakarta. Tentu saja, saya tidak begitu percaya dengan apa yang dia
buat. Ketika hidangan disajikan, saya tidak makan tinutuan, tetapi tinutuan
rasa gudeg."

Pengalaman ini yang saya sebut sebagai pasrah secara partial. Mungkin kita
pernah dengan kata partisipasi yang berarti ikut ambil (se)-bagian dalam
suatu kegiatan. Dalam sebuah kepanitiaan, ada seorang bapak yang merasa
diri hebat dalam segala hal. Suatu kali, dia menawarkan diri sebagai ketua
seksi dokumentasi. Tentu saja banyak orang yang tidak percaya kemampuannya,
karena memang dia belum pernah berkiprah dalam bidang tersebut.

Setelah menikmati wisata kuliner a la Manado saya melanjutkan perjalanan ke
Lotta, sebuah desa yang memiliki wisata sejarah karena di sana terdapat
makam Pahlawan Imam Bonjol (1772 – 1864). Saya singgah pada sebuah keluarga
yang anaknya hari Senin (23 – 26 April 2012) hendak melaksanakan Ujian
Nasional tingkat SLTP.

Ketika masuk di ruang tamu, saya melihat ada sepuluh lilin menyala di
sekitar Bunda Maria. Dengan ramah, tuan rumah menyambut kami dengan penuh
keramahtamahan. Saya buka dengan sebuah pertanyaan, "Ibu, kenapa hari ini
banyak lilin menyala di sekitar Bunda Maria?" Ibu itu pun mulai menjawab,
"Besok khan si Priscila akan Ujian Nasional. Saya amat percaya kepada Bunda
Maria akan menolong anakku dalam menghadapi ujian." Kemudian, saya bertanya
lagi, "Nanti hari Jumat (27 April 2012), setelah Ujian Nasional berakhir,
apakah lilin-lilin itu akan tetap menyala?" Jawabnya dengan penuh keyakinan,
"Oh, tentu tidak lah. Khan ujian sudah berakhir!" Sambil bergurau saya
nimbrung, "Yah, kasihan juga ya Bunda Maria dipakai sebagai ban serep."

Biasanya orang percaya akan kekuatan doa, tatkala sedang mengalami
penderitaan, susah, cobaan hidup dan ujian-ujian. Ini yang saya sebut
sebagai percaya secara temporal. Mungkin kita pernah mendengar tulisan
Proklamasi, .... dalam tempo yang sesingkat-singkatnya..." Orang percaya
kepada Tuhan tergantung waktu (tempo). Kalau waktu ada ujian hidup doanya
rajin tetapi jika waktu itu hidup tenang dan damai, maka doa dinomorduakan
dulu.

Sampailah saya di Skolastikat. Di ruang kerjaku ada lukisan tangan Paus
Yohanes Paulus II (1920 – 2005). Dalam lukisan tersebut ada tulisan, Totus
tuus yang berarti: segalanya milikmu.

Melalui motto Paus itu, kita bisa merenungkan kepercayaan total (dari totus
yang berati seluruhnya). Terbayang dalam diriku seorang pribadi yang begitu
beriman kepada Tuhan. Bapak ini menderita sakit. Namun dalam penderitaannya,
ia mengimani akan Yesus yang lebih menderita daripadanya. Ia tidak pernah
mengeluh dan kalau ada ketika saya mengunjungi, bapak ini malah memberi
motivasi kepada saya untuk pasrah dan percaya kepada kehendak-Nya. Saya
kagum dibuatnya.

Markus Marlon msc
Skolastikat MSC, 23 April 2012
"Biara Hati Kudus"
Jl. Raya Pineleng KM. 9 PINELENG
Jaga IV – Kecamatan Pineleng
MANADO – 95361

Tidak ada komentar: