Selasa, 28 Februari 2012

KOTAK SAMPAH

KOTAK SAMPAH

Sebulan lalu aku mendapatkan kiriman sebuah cerita pendek nan indah dari
seorang temanku. Singkat ceritanya seperti di bawah ini :

Seorang penumpang dengan sang sopir taxi melaju dengan kecepatan tinggi
menuju bandara. Tiba-tiba sebuah mobil melintas di depan mereka. Sang sopir
taxi dengan sigap menginjak rem mobilnya dengan tiba-tiba, menyebabkan
goncangan besar bagi sang penumpang. Apa yang terjadi kemudian? Sopir taxi
yang hampir ketabrakan menurunkan kaca jendelanya, sambil memandang sang
sopir ugal-ugalan itu ia hanya memberikan senyumnya yang indah kepadanya,
melambaikan tangan dan meneruskan perjalanannya.

Merasa aneh terhadap sikap sang sopir, si penumpang bertanya penuh
keheranan: "Pak, tadi kita hampir mati karena kelakuan sopir ugalan itu,
tapi apa yang bapa buat terhadapnya, malah tersenyum dan melambaikan tangan
untuknya." Sang sopir menurunkan kecepatan mobilnya dan berkata dengan penuh
bijaksana : "Dewasa ini banyak orang membawa sampah mereka dan ingin
menuangkan ke dalam kotak sampah yang masih kosong. Menerima sampah mereka
berarti menerima beban yang lebih berat lagi sementara kita sendiri pun
memiliki beban. Karena itu, lebih baik tidak mengizinkan diri untuk memikul
beban sampah mereka."

Tak disangka kejadian serupa datang dalam kehidupanku semalam. Dalam
perjalanan pulang ke rumah aku menumpang sebuah taxi dengan kecepatan
tinggi. Keluar dari sebuah terowong, tiba-tiba aku berteriak: "my goodness",
sang sopir rupanya juga melihat apa yang kulihat sehingga dengan tiba-tiba
mengerem mobilnya 1 meter di belakang sepeda motor honda yang tiba-tiba
mencoba melintas di depan kami. Karena kepanikan sang pengendara kehilangan
akal sehingga ia berhenti dalam kepasrahan di tengah-tengah jalan yang masih
ramai itu.

Rupanya ada sepasang sejoli muda-mudi yang karena kemabukan cinta, dengan
seenaknya memutar arah motor honda mereka tanpa memperhatikan kendaraan lain
yang masing berlalu lalang.

Mendapatkan pengalaman seperti itu serentak keluar dari mulutku : "Emangnya
tidak mau hidup lagi ?" Banyak lagi kata-kata hojatan yang keluar dari
mulutku sementara sang sopir hanya diam terpaku memandang pasangan yang
sementara kebingungan di atas sepeda motor mereka. Aku kemudian sadar bahwa
aku telah mengeluarkan banyak kata yang tidak pantas sementara sang sopir
hanya diam sambil memandang pasangan itu dengan senyum. Aku lalu menepuk
bahunya dan mengatakan: "Sungguh, engkau seorang sopir yang luar biasa." Ia
kemudian membalasnya dalam bahasa Tagalog (bahasa national Filipina, yang
aku sendiri tidak bisa menangkap maksudnya dengan baik).

Setelah kembali ke kamar, aku teringat akan cerita yang telah dikirimkan
oleh temanku tentang "kotak sampah." Benar, bukan hanya orang yang marah,
kecewa, putus asa dan fustrasi yang berjalan sambil mencari tempat untuk
membuang sampah mereka, tetapi juga mereka yang mengalami kegembiraan,
kenikmatan dan kepuasaan yang berlebihan seperti pasangan muda-mudi tadi.
Mereka merasa bahwa dunia ini hanya milik mereka berdua. Apakah ada bahaya
atau larangan, itu tidak penting. Yang penting adalah mereka bisa merasakan
kebahagiaan ketika mereka larut dalam kenikmatan sesaat. Mereka seakan mau
mengatakan kepada orang lain bahwa silakan menyingkir dari sekitar kami
karena dunia ini adalah milik kami berdua.

Dengan demikian, apa yang kita bisa pelajari dari kisah ini bahwa karena
himpitan ekonomi, meningkatkan tingkat kesulitan hidup dan
diombang-ambingkan oleh beragam problem hidup, orang-orang, termasuk kita
sendiri pun kadang membawa sampah permasalahan hidup kita dan ingin
membuangnya ke dalam kotak orang lain. Seorang suami/ayah yang menghadapi
masalah di kantor ingin membuang sampah kemarahan ke dalam kotak sang istri
dan anak-anaknya. Seorang istri/ibu yang bermasalah dengan teman-temannya
ingin membuang sampah kejengkelan ke dalam kotak suami dan anak-anaknya.
Seorang anak remaja/dewasa yang putus cinta atau mendapatkan kesulitan di
sekolah ingin membuang sampah ke dalam kotak orang tuanya. Seorang muda yang
memiliki sampah putus asa dan fustrasi karena belum mendapatkan pekerjaan
atau pasangan hidup ingin membuang sampah ke dalam kotak teman-teman atau
siapa saja yang ditemuinya.

Seorang pembina yang memiliki sampah karena banyaknya tugas dan tanggung
jawab yang diembannya, ingin membuang sampahnya ke dalam kotak anak
binaannya. Seorang romo yang memiliki sampah dalam relasinya dengan pimpinan
atau karena relasi pribadi ingin membuang sampah ke dalam kotak umatnya.
Seorang suster yang merasa putus asa karena bekerja di daerah susah ingin
membuang sampah ke dalam kotak saudari-saudarinya di komunitasnya. Dan
akhirnya, kita bisa mengatakan bahwa setiap orang memiliki dalam dirinya
sampah (kemarahan, kejengkelan, iri hati, dendam, putus asa dan beragama
emosi negatif lainya) sekaligus juga ada kotak sampahnya masing-masing.

Ada dua hal yang bisa menjadi titik permenungan kita, yakni: di satu pihak,
setiap orang sementara membawa dalam dirinya sampah emosi negatifnya sambil
mencari kota orang lain untuk mengisi di dalamnya. Apa yang seharusnya
muncul dalam kesadaran kita bahwa hendaklah kita tahu cara dan tempat yang
cocok untuk membuang sampah kita. Sampah itu harus dibuang dari dalam diri
kita, tapi memperhatikan cara dan memilih tempat yang cocok pasti tidak akan
membuat lingkungan sekitar menjadi kotor atau nafas orang menjadi sesak
hanya karena mencium busuknya sampah yang sementara kita buang. Namun, di
lain pihak, kita masing-masing adalah pemilik kotak yang sementara dicari
oleh orang, yang kebanyakan sampah untuk menjadi tempat buangannya. Oleh
karena itu, seperti sang sopir yang tidak mengizinkan kotak hati dan
pikirannya menjadi tempat pembuangan sampah orang lain, kita pun hendaknya
menutup kotak kita ketika orang lain ingin membuang sampah ke dalamnya,
ataukah jika Anda memang bersedia menjadi kotak bagi sampah orang lain, maka
pastikanlah bahwa sampah itu tidak akan menjadi busuk di dalam kotakmu.
Pastikanlah bahwa petugasnya akan datang mengambil pada waktunya. Untuk yang
ini silakan setiap orang memaknainya. Sang sopir itu telah mengambil jalan
yang benar ketika ia tidak mengizinkan dirinya untuk menghardik sopir
ugal-ugalan, yang bukan hanya
hampir menabrak dan merusakan mobilnya, tetapi juga bisa mengirimnya ke
lembah kematian. Walaupun dalam kondisi sang sopir berada pada posisi benar
dan tepat untuk memarahi pasangan yang sementara mabuk cinta itu, namun apa
yang telah dibuatnya adalah memberikan senyum manis dan memaafkan mereka
yang bersalah kepadanya. Membalas dengan mendamprat yang bersalah bahkan
yang melukai kita dengan kata dan perbuatan adalah tindakan membuka
lebar-lebar kotak kita dan membiarkan orang lain mengisi sampah mereka ke
dalamnya. Saudara, bukankah sampah yang Anda miliki saat ini di dalam dirimu
sudah terlalu banyak dan berat ? Kenapa Anda harus mengizinkan orang lain
mengisi sampah mereka ke dalam kotakmu ? Dimikianlah kedua sopir itu memberi
pelajaran berharga kepada kita sekalian.

Oleh karena itu, lewat cerita singkat ini kita belajar untuk menjadi semakin
bijak dalam menghadapi realitas hidup. Hidup bersama orang lain, tak bisa
dilepaskan dari kenyataan bahwa kita hidup di tengah orang-orang yang ingin
membuang dan menerima sampah. Benar, bahwa seharusnya kita menutup kotak
sampah kita bila kita melihat orang lain yang berusaha untuk membuang sampah
ke dalamnya. Namun, yang sebaliknya Anda juga bisa lakukan bila Anda
betul-betul mempunyai sebuah kepribadian, iman yang kuat dan teguh. Apa yang
aku
maksudkan, yakni kita belajar dari Yesus, Sang Guru kita. Bukankah Ia yang
hanya mempunyai kotak sampah besar yang kosong dan tidak pernah memiliki
sampah, telah membiarkan kotaknya diisi dengan sampah-sampah kita? Bukankah
setiap saat kita berdosa kita telah manambah berkilo-kilo berat sampah kita
ke dalam kotak Yesus? Ia yang tidak memiliki sampah tapi rela menerima
kotakNya
terisi dengan sampah kita, bahkan yang lebih istimewa lagi bahwa Ia rela
memikul sampah-sampah kita di dalam kotakNya. Tegakah hati kita untuk
selalu membuat sampah baru sementara kita membebankannya kepada Yesus untuk
memikulnya ?

Kesempatan yang indah nan berahmat ini hendaknya digunakan oleh
masing-masing untuk melihat kembali seberapa banyakkah sampah yang ada di
dalam dirinya saat ini; melihat kembali cara membuang sampah itu dan
akhirnya ke mana saja selama ini Anda membuang sampahmu? Ada yang pasti
bahwa kita tidak seperti Yesus yang hanya memiliki kotak sampah, karena pada
hakekatnya kita memiliki keduanya dalam diri kita saat ini, baik sampah
maupun kotak sampah.

Apa yang aku inginkan lewat tulisan ini, yakni kenalilah sampahmu,
ciptakanlah cara yang bagus untuk membuang sampahmu dan carilah tempat yang
cocok untuknya. Lebih luhur lagi bila Anda yang telah berada dalam tingkat
kedalaman spiritual yang tinggi, pasti akan bersedia menjadi kotak sampah
seperti Yesus. Biarlah kita memikul beban anak-anak kita, sahabat-sahabat
kita, suami atau istri, anak didik dan umat kita. Bila Anda mampu menjadi
kotak sampah seperti Yesus maka tentunya Anda telah membuat hidup dan dirimu
menjadi berkat bagi orang lain. Biarlah kita menjadi tempat pembuangan
sampah emosi-emosi mereka, asalkan lewatnya mereka bisa bertumbuh menjadi
dewasa dan matang dalam hidup dan iman mereka. Aku percaya bahwa suatu waktu
yang akan dibawa kembali ke rumah sang tuan adalah kotak sampah dan bukan
sampahnya, bukan ?

Marilah di sisa hidup kita, kita mengorbankan sedikit dari apa yang kita
miliki demi kebahagiaan orang lain, demi usaha mereka untuk menggapai hari
depan yang lebih cerah. Bukankah benih itu harus mati agar darinya bertumbuh
tunas-tunas baru yang subur? Biarlah kita menjadi benih yang mati di dalam
tanah agar menyuburkan tunas baru yang akan bertumbuh. Seperti apa yang
Yohanes Pembaptis katakan; "Biarlah Ia menjadi besar, tapi aku harus menjadi
kecil." Yohanes percaya bahwa dalam tindakan seperti inilah derajat
kemanusiaan sebagai seorang nabi tetap dikenang sepanjang masa, dan itulah
yang berkenan
kepada Allah. Saya tetap percaya bahwa siapapun Anda dan dalam keadaan
apapun Anda saat ini, tapi ada yang pasti bahwa Anda mampu menjadi sebuah
"kotak sampah" demi kebahagiaan hidup orang lain. Justru dalam
pengorbananNya-lah kita mendapatkan kembali hak kita sebagai anak-anak
Allah. Kita masih
memiliki waktu untuk menunjukkan bahwa kita pun bisa seperti Yesus jika kita
mempunyai kerelaan, kerendahan hati, iman dan harapan yang teguh akan kasih
Allah, Yang selalu membalas perbuatan amal kita di dunia ini.Salam dan doa
seorang sahabat untuk para sahabat,

***Duc in Altum***
Efix Sj

Tidak ada komentar: