Rabu, 15 Februari 2012

Berkat atau kutuk, siapa yang tahu ?

Berkat atau Kutuk ?

Pernah ada seorang tua yang hidup di desa kecil. Meskipun ia miskin, semua
orang cemburu kepadanya karena ia memiliki kuda putih cantik. Bahkan raja
menginginkan hartanya itu. Kuda seperti itu belum pernah dilihat orang,
begitu gagah, anggun dan kuat.

Orang-orang menawarkan harga amat tinggi untuk kuda jantan itu, tetapi orang
tua itu selalu menolak, "Kuda ini bukan kuda bagi saya," katanya, "Ia adalah
seperti seseorang. Bagaimana kita dapat menjual seseorang. Ia adalah sahabat
bukan milik. Bagaimana kita dapat menjual seorang sahabat ?" Orang itu
miskin dan godaan besar. Tetapi ia tidak menjual kuda itu.

Suatu pagi ia menemukan bahwa kuda itu tidak ada di kandangnya. Seluruh desa
datang menemuinya. "Orang tua bodoh," mereka mengejek dia, "Sudah kami
katakan bahwa seseorang akan mencuri kudamu. Kami peringatkan bahwa kamu
akan di rampok. Anda begitu miskin. Mana mungkin anda dapat melindungi
binatang yang begitu berharga ? Sebaiknya anda menjualnya. Anda boleh minta
harga apa saja. Harga setinggi apapun akan dibayar juga. Sekarang kuda itu
hilang dan anda dikutuk oleh kemalangan".

Orang tua itu menjawab : "Jangan bicara terlalu cepat. Katakan saja bahwa
kuda itu tidak berada di kandangnya. Itu saja yang kita tahu; selebihnya
adalah penilaian. Apakah saya di kutuk atau tidak, bagaimana Anda dapat
ketahui itu ? Bagaimana Anda dapat menghakimi ?". Orang-orang desa itu
protes : "Jangan menggambarkan kami sebagai orang bodoh! Mungkin kami bukan
ahli filsafat, tetapi filsafat hebat tidak di perlukan. Fakta sederhana
bahwa kudamu hilang adalah kutukan."

Orang tua itu berbicara lagi : "Yang saya tahu hanyalah bahwa kandang itu
kosong dan kuda itu pergi. Selebihnya saya tidak tahu. Apakah itu kutukan
atau berkat, saya tidak dapat katakan.Yang dapat kita lihat hanyalah
sepotong saja. Siapa tahu apa yang akan terjadi nanti ?"

Orang-orang desa tertawa. Menurut mereka orang itu gila. Mereka memang
selalu menganggap dia orang tolol; kalau tidak, ia akan menjual kuda itu dan
hidup dari uang yang diterimanya. Sebaliknya, ia seorang tukang potong kayu
miskin, orang tua yang memotong kayu bakar dan menariknya keluar hutan lalu
menjualnya. Uang yang ia terima hanya cukup untuk membeli makanan, tidak
lebih. Hidupnya sengsara sekali. Sekarang ia sudah membuktikan bahwa ia
betul-betul tolol.

Sesudah lima belas hari, kuda itu kembali. Ia tidak di curi, ia lari ke
dalam hutan. Ia tidak hanya kembali, ia juga membawa sekitar selusin kuda
liar bersamanya. Sekali lagi penduduk desa berkumpul sekeliling tukang
potong kayu itu dan mengatakan : "Orang tua, kamu benar dan kami salah. Yang
kami anggap kutukan sebenarnya berkat. Maafkan kami".

Jawab orang itu : "Sekali lagi kalian bertindak gegabah. Katakan saja bahwa
kuda itu sudah balik. Katakan saja bahwa selusin kuda balik bersama dia,
tetapi jangan menilai. Bagaimana kalian tahu bahwa ini adalah berkat ? Anda
hanya melihat sepotong saja. Kecuali kalau kalian sudah mengetahui seluruh
cerita, bagaimana anda dapat menilai ? Kalian hanya membaca satu halaman
dari sebuah buku. Dapatkah kalian menilai seluruh buku ? Kalian hanya
membaca satu kata dari sebuah ungkapan. Apakah kalian dapat mengerti seluruh
ungkapan ? Hidup ini begitu luas, namun Anda menilai seluruh hidup
berdasarkan satu halaman atau satu kata.Yang anda tahu hanyalah sepotong!
Jangan katakan itu adalah berkat. Tidak ada yang tahu. Saya sudah puas
dengan apa yang saya tahu. Saya tidak terganggu karena apa yang saya tidak
tahu."

"Barangkali orang tua itu benar," mereka berkata satu kepada yang lain. Jadi
mereka tidak banyak berkata-kata. Tetapi di dalam hati mereka tahu ia salah.
Mereka tahu itu adalah berkat. Dua belas kuda liar pulang bersama satu kuda.
Dengan kerja sedikit, binatang itu dapat dijinakkan dan dilatih, kemudian
dijual untuk banyak uang.

Orang tua itu mempunyai seorang anak laki-laki. Anak muda itu mulai
menjinakkan kuda-kuda liar itu. Setelah beberapa hari, ia terjatuh dari
salah satu kuda dan kedua kakinya patah. Sekali lagi orang desa berkumpul
sekitar orang tua itu dan menilai. "Kamu benar," kata mereka, "Kamu sudah
buktikan bahwa kamu benar. Selusin kuda itu bukan berkat. Mereka adalah
kutukan. Satu-satunya puteramu patah kedua kakinya dan sekarang dalam usia
tuamu kamu tidak ada siapa-siapa untuk membantumu. Sekarang kamu lebih
miskin lagi. Orang tua itu berbicara lagi : "Ya, kalian kesetanan dengan
pikiran untuk menilai, menghakimi. Jangan keterlaluan. Katakan saja bahwa
anak saya patah kaki. Siapa tahu itu berkat atau kutukan ? Tidak ada yang
tahu. Kita hanya mempunyai sepotong cerita. Hidup ini datang
sepotong-sepotong."

Maka terjadilah 2 minggu kemudian negeri itu berperang dengan negeri
tetangga. Semua anak muda di desa diminta untuk menjadi tentara. Hanya anak
si orang tua tidak diminta karena ia terluka. Sekali lagi orang berkumpul
sekitar orang tua itu sambil menangis dan berteriak karena anak-anak mereka
sudah dipanggil untuk bertempur. Sedikit sekali kemungkinan mereka akan
kembali. Musuh sangat kuat dan perang itu akan dimenangkan musuh. Mereka
tidak akan melihat anak-anak mereka kembali. "Kamu benar, orang tua," mereka
menangis. "Tuhan tahu, kamu benar. Ini membuktikannya. Kecelakaan anakmu
merupakan berkat. Kakinya patah, tetapi paling tidak ia ada bersamamu.
Anak-anak kami pergi untuk selama-lamanya".

Orang tua itu berbicara lagi : "Tidak mungkin untuk berbicara dengan kalian.
Kalian selalu menarik kesimpulan. Tidak ada yang tahu. Katakan hanya ini :
anak-anak kalian harus pergi berperang, dan anak saya tidak. Tidak ada yang
tahu apakah itu berkat atau kutukan. Tidak ada yang cukup bijaksana untuk
mengetahui. Hanya Allah yang tahu".

Orang tua itu benar. Kita hanya tahu sepotong dari seluruh kejadian.
Kecelakaan-kecelakaan dan kengerian hidup ini hanya merupakan satu halaman
dari buku besar. Kita jangan terlalu cepat menarik kesimpulan. Kita harus
simpan dulu penilaian kita dari badai-badai kehidupan sampai kita ketahui
seluruh cerita.

Author: Unknown

Halo rekan-rekan Alumni Pika,
Apa komentar anda mengenai cerita ini ?

Salam kompak,
PDS


Tidak ada komentar: