Rabu, 06 Januari 2010

If life is so short....

If life is so short....

Saya pertama kali bertemu dengan Charles dan Linda Graham saat pasangan
asal
Amerika itu ikut serta dalam rombongan tur ke Eropa Barat yang saya pimpin,
kira-kira 12 tahun yang lalu. Ketika itu mereka mengadakan perjalanan dalam
rangka memperingati ulangtahun emas perkawinan mereka. Saya banyak
berkomunikasi dengan mereka sebab mereka duduk di baris pertama pada bus
yang kami kendarai sepanjang perjalanan, tepat di belakang bangku tempat
duduk saya.

Selama 14 hari perjalanan mengunjungi 9 kota di 5 negara, pasangan yang
sudah berusia lebih dari 70 tahun itu kerap menjadi perhatian saya. Bukan
karena saya mengkhawatirkan kondisi fisik mereka yang mungkin kelelahan
akibat perjalanan panjang, karena untuk ukuran kebanyakan orang seusianya,
mereka tergolong cukup sehat dan lincah. Yang saya perhatikan justru
bagaimana mereka tampak begitu menikmati setiap momen dalam perjalanan
tersebut.

'Pengamatan' yang saya lakukan secara sembunyi-sembunyi terhadap mereka -
entah
dengan mencuri pandang melalui kaca spion bus yang kebetulan mengarah
langsung pada mereka, atau memperhatikan bagaimana mereka berunding untuk
menentukan mau pergi ke mana ketika acara bebas-membuat saya melihat ada
sesuatu yang 'berbeda' diantara keduanya dibandingkan para peserta lain.
Keduanya tampak sangat ceria, yang terpancar jelas dari raut wajah mereka
yang sudah dipenuhi keriput.

Rasa penasaran saya atas pasangan Charles dan Linda belum sempat terjawab
ketika perjalanan yang kami lakukan sudah harus berakhir. Seluruh rombongan
berpisah untuk kembali ke tempat tinggal masing-masing, sementara saya
melanjutkan hidup saya seperti biasa.

Setahun berikutnya, ketika ditugaskan untuk memimpin sebuah rombongan tur
ke
Eropa Timur, secara tak sengaja saya bertemu lagi dengan Charles dan Linda
yang ternyata juga ikut serta dalam rombongan tur yang saya pimpin saat
itu.
Kali ini mereka melakukan perjalanan untuk merayakan ulangtahun perkawinan
yang ke-51.

Lantaran sudah saling kenal sebelumnya, kami menjadi cepat akrab.
Sebenarnya, saat itu saya hanyalah seorang tur leader pengganti lantaran
tur
leader yang seharusnya memimpin perjalanan tersebut mendadak jatuh sakit.
Di
awal perjalanan, saya berterus terang kepada para peserta tur bahwa saya
kurang familiar dengan rute perjalanan kali ini.

Di luar dugaan, Charles secara diam-diam berbicara banyak tentang saya
kepada para peserta tur lainnya berdasarkan pengalaman yang dialaminya saat
ikut serta dalam rombongan tur yang saya pimpin setahun sebelumnya. Tentang
bagaimana saya sudah menjadi tur leader yang menurut dia sangat baik dan
caring serta berbagai hal-hal positif lainnya.

Berkat dia pulalah, sebagian besar peserta tur jadi memiliki penilaian
positif terhadap saya. Konsekuensinya, saya jadi lebih tertantang untuk
berbuat semaksimal mungkin, memberikan kualitas layanan yang terbaik dan
memuaskan.

Pengalaman memimpin grup tur ke Eropa Timur saat itu adalah awal perjalanan
karir saya sebagai seorang tur leader, namun justru di saat saya merasa
banyak kemungkinan untuk melakukan kesalahan karena minimnya 'jam terbang'
dan penguasaan medan, hampir seluruh peserta tur malah memberikan dukungan
positif atas apa yang saya lakukan saat itu sehingga saya merasakan situasi
yang nyaman sepanjang perjalanan tersebut. Dan semua itu disebabkan karena
berbagai pernyataan positif yang disampaikan oleh Charles.

"Hidup ini terlalu singkat untuk dijalani, kalau bisa membuatnya lebih
indah, kenapa harus dijalani dengan airmata. Kalau bisa memotivasi orang
lain dengan pujian, mengapa kita harus menyampaikannya dengan
celaan?*"*demikian kata Linda saat saya menyampaikan terimakasih atas
'promosi' yang
dilakukan suaminya untuk saya.

Prinsip *"Life is too short"* yang dianut oleh Charles dan Linda itu
membuat
saya merenung tentang makna hidup yang sudah saya jalani saat ini. Usia
pernikahan yang mereka jalani hingga sanggup mencapai angka di atas 50
tahunadalah suatu hal yang langka, dan menurut saya perjalanan hidup
mengarungi
kehidupan selama 70 tahun lebih bukanlah waktu yang singkat pula.

"Kita tidak pernah tahu kapan hidup ini bakal berakhir, kapan saat terakhir
kita bakal bertemu dengan orang yang kita kasihi. Bisa saja besok saya atau
kamu dipanggil Tuhan, dan alangkah menyesalnya kita ketika menyadari betapa
banyak hal yang sebenarnya ingin kita capai, ternyata tidak pernah
terwujudkan. Jika setiap saat kita berpikir bahwa hidup ini terlalu singkat
untuk dijalani, maka kita akan termotivasi untuk memberikan makna terbaik
pada hari-hari yang kita jalani saat ini*,*" demikian ungkap Charles
panjang
lebar. "Dan jika pada kenyataannya kita diberi anugerah untuk menjalani
hidup ini lebih lama, bukankah hari-hari yang sudah kita lalui bakal
menjadi
rangkaian kenangan nan indah? "

Selama kehidupan pernikahan kami, rasanya kami tidak sempat meributkan
hal-hal kecil karena waktu kami telah tersita dengan pemikiran bagaimana
mengisi hari-hari 'pendek' kami dengan sebaik mungkin."

Perkataan Charles dan Linda itu terus melekat di benak saya hingga kini.
Prinsip hidup yang mereka anut telah berhasil mempengaruhi jalan pemikiran
saya, sehingga sejak saat itu saya menjalani kehidupan dengan lebih
bersemangat.

Ketika menikah beberapa tahun yang lalu, saya bersama istri juga telah
bersepakat untuk menjalani kehidupan ini dengan prinsip *'life is so
short'*.
Setiap saat kami selalu berpikir bagaimana caranya agar mengisi hari-hari
kami dengan sebaik mungkin. Peringatan hari ulang tahun saya dan istri,
maupun ulangtahun pernikahan, kami menjadi ajang untuk introspeksi tentang
hari-hari yang telah kami lewati bersama, sekaligus merencanakan apa yang
akan kami lakukan untuk kurun waktu setahun ke depan.

Kami menjadi lebih ekspresif dalam mengungkapkan isi hati dan perasaan
masing-masing dan tidak ragu-ragu untuk saling mempersembahkan yang terbaik
dan berupaya untuk saling membahagiakan satu sama lain. Setiap kali ada
konflik yang terjadi, kami berupaya untuk menyelesaikannya dengan sesegera
mungkin.

Banyak orang yang mengatakan bahwa kehidupan rumah tangga yang kami jalani
barulah 'seumur jagung', sehingga saat ini kami baru menikmati yang
manis-manis saja. Memang benar, selama hampir dua tahun kehidupan
pernikahan
kami, hampir bisa dipastikan kami jarang bertengkar. Perselisihan memang
ada, namun kami berdua senantiasa mengupayakannya agar persoalan yang kami
hadapi tidak melebar dan meluas ke mana-mana. "*If you can make it simple,
why make it hard?*", begitu kata Linda .

Apabila setiap saat kami mempertahankan prinsip yang sama dalam menjalani
hidup ini, dan ketika nantinya kami dikaruniakan umur panjang untuk bisa
merayakan ulangtahun pernikahan yang ke-10, 20, 30 atau bahkan yang ke-50
seperti Charles dan Linda , wow.... betapa bernilainya hari-hari yang telah
kami jalani selama ini, dan betapa banyak kenangan indah yang telah terukir
sepanjang kehidupan ini.

Dan kalaupun toh kami tidak dikaruniakan usia yang panjang, setidaknya kami
berdua sudah pernah melewati hari-hari yang indah bersama-sama.

Beberapa bulan yang lalu, saya mendapat kiriman surat dari Linda (kami
memang sering saling berkirim surat semenjak pertemuan kami di Eropa
bertahun-tahun lalu). Di suratnya Linda menceritakan bahwa Charles telah
meninggal dunia, beberapa saat setelah peringatan ulangtahun pernikahan
mereka yang ke-62. Herannya, saya tidak menangkap kesan kesedihan di dalam
suratnya tersebut.

Bahkan dia mengatakan bahwa mereka berdua sudah sejak lama bersiap
menghadapi momen perpisahan yang tak mungkin terelakkan oleh manusia
manapun
di dunia ini. Linda mengungkapkan bagaimana beruntungnya mereka bisa
melewati saat kebersamaan yang panjang, dan bersyukur atas begitu banyak
peristiwa yang boleh mereka jalani berdua. Dan ketika memang 'saat' itu
tiba, yang terungkap justru rasa syukur karena telah diberi banyak
kesempatan untuk menjalani hari demi hari bersama dengan orang yang
dicintainya.

*When you think your life is so short and when you always keep trying to
fill up your days with cheers and laughter; someday you'll be amazed, how
many great moments you've been through in your lifetime.* Itulah kalimat
penutup yang ditulis Linda Graham dalam surat terakhir yang dikirimkannya
pada saya.

Tidak ada komentar: