Selasa, 02 Juni 2015

Kantong Bolong

KANTHONG BOLONG
(Sebuah Catatan Perjalanan)
 
"Mel invenisti: comede quod sufficit tibi.
Ne fore satiates evomas illud" – Kalau engkau mendapat madu, makanlah secukupnya, jangan sampai engkau terlalu kenyang dengan itu, lalu memuntahkannya (Ams 25: 16).
 
       Ketika mengadakan perjalanan di Pantai Galesong – Takalar – Sulawesi Selatan (Sabtu, 30 Mei 2015), ada kisah menarik tentang makna memberi. Saat saya menyewa pakaian renang, dia sendiri malah mengatakan, "Saudara adalah orang yang datang menyewa pertama kali. Jadi kami beri gratis!"  Kemudian saya berkata, "Terima kasih, bapak menggunakan ajaran kanthong bolong!"  Bapak itu pun berkata, "Ya, berenang di siang bolong tidak enak karena panas, lebih baik pagi-pagi selagi matahari masih bersembunyi." Dalam hati saya berkata, "Oh dia bukan orang Jawa, jadi tidak paham makna kanthong bolong!"
 
R.M. Panji Sosrokartono (1877 – 1952) – seorang polyglot –  memberikan ajaran adiluhung dalam kata mutiara Jawa, "Nulung pepadha ora nganggo mikir wayah, wadhuk, kanthong. Yen ana isi lumuntur marang sesami" – membantu sesama tidak perlu memakai pikiran waktu, perut, saku. Jika (saku) berisi mengalir kepada sesama. Ajaran ini mengajarkan kita supaya dalam memberi sesuatu kepada sesama jangan ditunda-tunda, kalau boleh pada kesempatan pertama.  "He gives twice who gives quickly" – dia yang memberi bantuan dengan cepat sama dengan memberi dua kali lipat.
Hidup itu pada akhirnya adalah suatu pemberian. Orang yang enthengan (Bhs. Jawa: cepat tanggap atau mudah menolong sesama) akan merasa sehat dan bahagia. Winston Churchill (1874 – 1965)  pernah menulis, "Kita bertahan hidup dengan mencari nafkah, namun kita mencari makna kehidupan dengan memberi."  Marcus Valerius Martialis (38 – 102) pun dalam Proverbia Latina menulis, "Quas dederis,semper habebis opes" – hanya yang engkau berikan itulah yang selalu memiliki kekuatan. Berbuat baik itu memberi kebahagiaan.
 
Orang yang memiliki sikap hidup "kanthong bolong" itu merasa bahwa hidupnya sebagai saluran berkat. Bahkan Warren Wiersbe (lahir 16 Mei 1929) pembicara publik Amerika mengatakan bahwa manusia bukanlah sebuah bendungan. Orang yang serakah akan berusaha sekuat tenaga menahan agar berkatnya tidak kemana-mana. Ia menyumbatnya dan tidak membiarkan bolong (terbuka).

Senin, 1 Juni 2015  Markus Marlon


Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Tidak ada komentar: