MEMILIH TEMAN
(Sebuah Catatan Perjalanan)
"Secreto amicos admone, lauda palam" – Tegurlah sahabat-sahabatmu secara diam-diam, namun pujilah mereka secara terbuka (Publius Syrus).
Tanggal merah, 2 Juni 2015 saya gunakan untuk makan capcay di Jln. Gunung Lompobattang – Makassar. Ketika masakan dihidangkan, saya complain dan menggerutu, karena ada tambahan lauk-pauk yang tercampur dalam sayuran tersebut yang tidak saya sukai. Lantas, teman saya itu pun berkata, "Mudah saja kalau you tidak suka. Singkirkan saja udang-udang kecil itu dari piringmu. Habis perkara!"
Benar! Pada setiap kesempatan kita harus memilih. Dari memilih hal-hal yang sederhana hingga memilih sesuatu yang rumit, seperti apa yang dikatakan Hamlet, dalam drama tulisan Shakespeare (1564 - 1616) to be or not to be.
Yang paling jelas-jelas adalah memilih teman. Sebagai maklhuk sosial (homo socius), kita membutuhkan teman, namun untuk mendapatkan teman itu, kadang tidak mudah. Orang-orang China mengatakan, "Seribu teman masih kurang namun satu musuh kebanyakan!" Meskipun mencari teman itu sulit, kita tetap tidak boleh memilih sembarang teman, tetapi harus "diseleksi".
Orang-orang Jawa memiliki ungkapan yang sering kita dengar, "Wong kang ora ngerti marang trapsila klebu wong kang ora perlu dicedhaki" – Orang yang tidak mengerti tata susila, tergolong orang yang tidak perlu didekati. Atau ungkapan lain, "Sing becik cedhakana, kang ora becik singkirono" – orang baik dekatilah dan orang yang tidak baik hindarilah. Mungkin kita pernah mendengar ungkapan, "Birds of a feather flock together" – Burung-burung berkelompok menurut jenisnya. Orang cenderung berkelompok dengan mereka yang memiliki selera dan kepentingan sama.
Dalam pewayangan, kita kenal adanya seorang teman sejati yakni: punakawan. Punakawan dalam kisah pewayangan merupakan sosok rakyat jelata yang setia mengabdi dan mendampingi seorang kesatria yang menjadi tuannya. Teman kesatria yang disebut Punakawan (Semar, Gareng, Petruk dan Bagong) itu dalam melayani tidak ada kepentingan apa pun (Bdk. Kompas – Jumat 5 Juni 2015). Karena tidak ada kepentingan, maka dalam menasihati tuannya "tanpa tedheng aling-aling" – bicara terus terang, tidak ada yang ditutup-tutupi. Kawan seperti itu memang tidak nyaman, lain dengan para punggawa penjilat. Mereka suka bicara yang manis-manis di depan tuannya, sebagai teman, mereka tidak tulus.
Jumat, 5 Juni 2015 Markus Marlon
Sent from my BlackBerry®
Jumat, 05 Juni 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar