Selasa, 26 Mei 2009

Citra Manusia Bermotivasi Superior

Citra Manusia Bermotivasi Superior   

Sejarah dunia selalu diperindah dengan kiprah para tokoh yang
mengagumkan hati kita. Mereka bahkan membuat sejarah itu sendiri;
menancapkan tonggak-tonggak penting dan meninggalkan jejak-jejak
besar yang secara bersama membentuk apa yang kita sebut sebagai
sejarah. Merekalah yang saya sebut sebagai para figur bermotivasi
superior, jago-jago dunia, para maestro, para empu, para world-class
achiever yang mencetak prestasi-prestasi unggul.

Mengapa mereka mampu berkarya secara luar biasa? Buat sementara saya
katakan karena mereka mampu memberdayakan Roh Keberhasilan dalam diri
mereka, sehingga menjadi sebuah motivasi superior dalam bekerja,
mencipta, dan menggubah. Hasilnya memang ajaib. Karena mereka kita
kemudian mengenal Borobudur dan Taj Mahal, Mobil dan Kapal, Komputer
dan Supermal, Sosrobahu dan Toko Virtual, serta banyak lagi. Jumlah
tokoh-tokoh itu ada ribuan banyaknya. Dan tokoh-tokoh berikut ini
sekadar pengingat saja.

Julius Caesar. Kaisar Romawi paling akbar ini memiliki motivasi agung
untuk berhasil dan memantapkan tekad menang dalam diri pasukannya
dengan menghancurkan kemungkinan gagal itu sendiri. Ia memang selalu
menang. Dan gaya menang ala Romawi ini dikristalkannya dengan sebuah
motto yang sampai kini dipakai orang: "Veni, Vidi, Vici" (Aku Datang,
Aku Lihat, Aku Menang).

Alkisah, pada suatu ketika armada laut yang dipimpinnya bermaksud
menaklukkan wilayah yang sekarang dikenal sebagai Inggris. Begitu
mendarat di pantai Inggris, Caesar langsung memimpin suatu upacara
pantai yang mencekam dengan membakar semua kapal yang mereka
tumpangi. Tindakan ini adalah sebuah dramatisasi dari kenyataan
perang, yaitu bahwa mereka tak akan bisa pulang dengan selamat
kecuali menang. Julius Caesar tahu betul psikologi orang yang pergi
berperang: yaitu adanya harapan tersembunyi, bahwa jika yang terburuk
terjadi, masih ada jalur mundur cari selamat. Akan tetapi, justru
harapan inilah yang dimusnahkan Caesar. Artinya, pulang selamat hanya
bisa diperoleh melalui kemenangan. Dengan itu terciptalah kondisi
mental untuk "harus menang" dengan menuntaskan tugas dan menunaikan
misi dengan harga sebesar apa pun juga. Meminjam istilah Denis
Waitley, terbitlah "the psychology of winning" dalam hati setiap
prajurit. Kini kita ketahui, inilah prasyarat bagi setiap kemenangan.

Helen Keller. Buta dan tuli total, Helen Keller berhasil menjadi
penulis dan dosen terkenal. Dia tidak meratapi nasib dan menangisi
kelemahannya sebagai orang cacat. Akan tetapi dia bekerja ekstra
keras, belajar secara spartan sehingga akhirnya lulus dengan predikit
cum laude dari Radcliffe College.

Martin Luther King. Demi idealismenya yang agung dalam persamaan hak-
hak sipil, ia bersedia masuk penjara dan berjalan kaki ribuan
kilometer dalam long marchnya menuju Washington, DC. Di sanalah ia
menyampaikan pidatonya I Have A Dream yang terkenal itu dan
mengakhiri segregasi kulit hitam dan putih di Amerika Serikat. Untuk
jasanya ia dianugerahi hadiah nobel bidang perdamaian pada tahun
1964.

Bill Gates. Inilah tokoh sukses yang mampu mencapai status manusia
terkaya di bumi pada usia 39 tahun. Kekayaannya tidak diperoleh
sebagai warisan atau hasil KKN, melainkan kreasi dan inovasi
intelektual dalam bidang perangkat lunak komputer. Dilaporkan dalam
biografinya, bahwa ia mampu tidak tidur berhari-hari untuk
menyelesaikan sebuah proyek. Ia tahan tidak keluar dari kamar
kerjanya seminggu penuh dengan hanya ditemani oleh McDonald, CocaCola
dan komputernya.

Utut Adianto. Dialah Super Grandmaster pertama Indonesia yang mampu
menembus elo rating 2.600 untuk menyejajarkan dirinya dengan
segelintir pecatur top dunia lainnya. Untuk memperoleh posisi itu,
Utut berlatih sangat keras. Tak segan-segan ia berguru kepada pecatur
top negeri Balkan maupun Amerika. Meskipun dunia catur di Indonesia
tidak menjanjikan penghasilan yang layak, namun ia berani melepaskan
kariernya di sebuah perusahaan hanya untuk 100 persen menekuni catur.
Akhirnya perjuangannya membawa hasil. Dengan posisi Super GM itu,
undangan bertanding selalu datang dari seluruh penjuru dunia.

Selanjutnya, dunia masih selalu membutuhkan lebih banyak orang yang
mampu berkarya dengan roh yang kuat, dengan motivasi yang besar.
Termasuk pada tingkat organisasional, dibutuhkan karyawan yang
memiliki motivasi kerja superior. Setiap manajer dan eksekutif ?
pimpinan pada umumnya ? tahu benar bahwa karyawan bermotivasi
superior merupakan aset sejati. Sedangkan karyawan bermotivasi rendah
adalah sumber masalah dan penyakit. Ia membuat pusing rekan
sekerjanya, bikin susah atasannya, bikin marah pelanggannya.

Mengapa orang bermotivasi superior merupakan aset? Setidaknya karena
sepuluh citra berikut:

Pertama, orang bermotivasi superior adalah bagian dari penyelesaian
masalah, andalan bagi upaya mengejar prestasi; sedangkan orang
bermotivasi rendah adalah bagian dari masalah, tidak bisa diandalkan
untuk proyek-proyek rintisan karena sikap mentalnya didominasi oleh
pikiran "apa untungnya buat aku?"

Kedua, orang bermotivasi superior bekerja dengan semangat I am doing
my best ? my utmost ? sehingga kualitas kerjanya tinggi. Artinya,
nilai tambah dirinya tinggi. Tetapi orang bermotivasi rendah bekerja
seadanya, ala kadarnya, minimalis. Pekerjaannya tidak bermutu. Nilai
tambahnya rendah.

Ketiga, orang bermotivasi superior memiliki disiplin tinggi, sehingga
ia bisa menjadi contoh bagi orang lain. Ia bersemangat, menularkan
antusiasme kepada sekitarnya. Tetapi orang bermotivasi rendah
bersikap seenaknya, lesu darah, malas, dan gemar mencari kambing
hitam bila pekerjaannya tidak selesai. Ia juga suka beredar dan
menebarkan virus beracun dengan kebiasaan 5-ng (ngeluh, ngedumel,
ngegossip, ngomel, ngeyel).

Keempat, orang bermotivasi superior gigih menghadapi masalah, kreatif
memecahkan problem, dan jeli melihat peluang dalam setiap kesulitan.
Tetapi orang bermotivasi rendah gampang menyerah, tidak kreatif, dan
selalu melihat kesulitan dalam setiap peluang.

Kelima, orang bermotivasi superior cepat maju karirnya karena ia
rajin belajar, gemar berguru, dan senang mengasah kemampuan dirinya.
Tetapi orang bermotivasi rendah lambat majunya karena ia malas
belajar, ogah berguru dan segan memperbarui keterampilan. Ia
tergantung pada orang lain sehingga malah jadi beban bagi
pimpinannya.

Keenam, orang bermotivasi superior masuk kantor lebih awal dan pulang
lebih sore sampai tugasnya tuntas. Produktivitasnya tinggi. Tetapi
orang bermotivasi rendah suka datang terlambat, suka curi-curi waktu,
tidak sabar menunggu usai jam kantor, dan sangat senang jika ada hari
kejepit.

Ketujuh, orang bermotivasi superior punya sense of belonging yang
besar; ia turut memelihara, merawat dan membesarkan perusahaan dengan
sikap menyayangi. Tetapi orang bermotivasi rendah tidak peduli pada
organisasinya, miskin sense of belonging dan memperlakukan
perusahaannya sebagai sapi perahan.

Kedelapan, orang bermotivasi superior tidak memerlukan pengawasan. Ia
dapat bekerja mandiri sehingga energi dan waktu pemimpin dapat
digunakan untuk hal lain yang lebih penting. Tetapi orang motivasi
rendah bagaikan "kuda liar" yang senantiasa memerlukan pengawasan,
tali-les-dan-kekang. Waktu atasan banyak habis untuk mengawasi
mereka.

Kesembilan, orang bermotivasi superior, hatinya dipenuhi oleh emosi
gembira, semangat dan suka cita. Loyalitasnya tulus. Tetapi orang
bermotivasi rendah tidak pernah puas. Ia selalu resah. Setiap hari
rajin membaca iklan lowongan kerja. Loyalitasnya cuma sebatas ada
kesempatan baru di tempat lain. Ia siap meloncat setiap saat jika
keadaan sudah dinilainya menguntungkan.

Terakhir, orang bermotivasi superior dapat berkonsentrasi pada pe-
kerjaannya sehingga hasil kerjanya bermutu dan produktif. Tetapi
orang bermotivasi rendah gampang kejangkitan isu, takut pada banyak
hal, cepat merasa bosan, dan suka berpikir negatif.

Jadi secara umum, pentinglah bagi siapa saja untuk tahu bagaimana
memotivasi diri sendiri, memotivasi orang lain, bahkan memberdayakan
seluruh eselon organisasi dalam rangka meraih prestasi dan
keunggulan.

Sumber: Citra Manusia Bermotivasi Superior oleh Jansen H Sinamo,
Direktur Jansen Sinamo WorkEthos Training Center.

Tidak ada komentar: