Jumat, 07 Februari 2014

Terang

TERANG
(Kontemplasi  Peradaban)
 
          Kisah Florence Nightingale  (1820 – 1910)  pelopor perawat modern yang dikenal sebagai  "The Lady With The Lamp" – Bidadari Berlampu, memberikan inspirasi kepada tentang menjadi  "Terang Dunia" atau  Lux Mundi. Atas jasanya yang tidak tanpa kenal lelah dan takut mengumpulkan korban perang Krimea yaitu  semenanjung  Krimea di Rusia (1853 – 1856).
          "Terang" yang dibawa oleh Nightingale tersebut memancarkan  cahaya dan kegemerlapan dilihat oleh para korban, sehingga korban banyak yang tertolong.  Seandainya lampu yang dibawa "bidadari" itu disembunyikan  dan diletakkan di bawah gantang, tentu "terang"  itu pun tidak berarti,  worthless (Bdk. Mat 5: 15).
          Atas salah satu cara, hidup kita ini ibarat  lilin yang "menerangi" ruangan. Kemudian kita berkata, "Apakah benar hidup kita ini menjadi "terang"  bagi sesama?"  Misalnya seseorang menjadi sebuah pemimpin sebuah kantor. Ketika sang pemimpin  itu sakit atau tugas ke luar kota, apakah para karyawan merasa gembira? Atau bahkan mereka berkata, "Kapan ya  bos kita ini sakit?"  Pemimpin ini kehadirannya di kantor tidak dikehendaki oleh para karyawan, karena kalau dia ada, yang terjadi adalah: marah, kritik sana-sini dan  kata-katanya menyakitkan hati dan perasaan. Ia bagaikan lilin yang nyalanya terlalu besar sehingga membuat suasana ruang kerja menjadi gerah dan panas.
          Kemudian, ada seorang karyawan kehadirannya tidak berarti,  meaningless. Di ruang kerja orang ini ada maupun tidak ada, dirinya tidak berpengaruh apa-apa.  Ia datang ke kantor kemudian baca koran, lantas tidak lama kemudian ia menjemput anaknya pulang sekolah dan kembali lagi di kantor. Dalam arti ini, hidupnya bagaikan lilin yang sudah pudar nyalanya atau berkedip-kedip atau bahkan sudah mati.  Ada juga yang hidupnya laksana nyala lilin yang menerangi  sekeliling ruangan. Kehadirannya di tengah-tengah tempat kerja-masyarakat-lingkungan,  sungguh-sungguh membawa berkat. Inilah yang oleh Ki Hajar Dewantara (1889 – 1959) diungkapkan  dengan  pameo, "Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani" – Sewaktu di depan publik kita harus bisa memberi teladan. Ketika di tengah kita harus bekerja keras (membangun kinerja yang baik). Tatkala di belakang, kita memberi semangat  dan motivasi serta support.
          Menarik bahwa penginjil Matius menulis, "Kalian adalah terang dunia" (Mat 5: 14)  kepada para pendengar.  Matius tidak menulis, "Kalian seharusnya sebagai  terang dunia" atau "Kalian diharapkan menjadi terang dunia." Identitas sebagai  "Terang Dunia" ini dalam diri kita menjadi berkat sekaligus tugas (Gabe – Aufgabe).  Namun kadang kala, tidak jarang kita melihat orang-orang yang merasa "terang"-nya mulai redup dan tidak terang-benderang, maka yang terjadi adalah mengeluh dan mengeluh. Dia mulai membandingkan dengan "terang" yang dimiliki oleh orang lain, Maka kutukan-kutukan terhadap kegelapan pun mulai dilontarkan. Ia lupa bahwa ada pepatah yang mengatakan, "It's better to light a candle than curse the darkness" – lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan.
          H. Witdarmana  penulis buku  Proverbia Latina mengomentari tentang "Terang Dunia" ini. Tulisnya, "Humeis este to phos tou kosmou" (Bhs. Yunani: Kalian adalah terang dunia (Mat 5: 14). Dalam Bahasa Yunani,  cosmos (bukan gé = tanah) berarti suatu system yang teratur, seperti dunia dan ciptaannya. Singkat kata ungkapan  "kalian adalah terang dunia" bisa diterjemahkan  sebagai kalian adalah terang (yang kreatif) untuk system (bangsa dan masyarakatmu). Ini artinya sebagai yang sudah dipanggil untuk menjadi "terang" kita tidak boleh menyembunyikan kekuatan kita untuk berbicara benar di tengah-tengah masyarakat.
          Akhirnya sebagai  "Terang Dunia,"  memang sudah layak dan sepantasnya kita memberikan "terang" itu kepada sesama kita. Jauh sebelum itu Siddharta Budda Gautama (563 – 483 seb. M) sudah memberikan filosofinya, "Ribuan lilin dapat dinyalakan dari satu lilin dan nyalanya tidak akan pernah berkurang walaupun dibagi-bagikan.  Jika kita men-share-kan pengalaman kebahagiaan kepada orang lain, maka kebahagiaan itu pun semakin berlipat ganda.
 
Jumat, 07 Januari 2014   Markus  Marlon
 
Sent by PDS
http://pds-artikel.blogspot.com

Tidak ada komentar: