Kamis, 14 Maret 2013

TUA
(Kontemplasi Peradaban)
 
          Ketika saya mengatur buku-buku baru di  perpustakaan  Biara MSC – Merauke, tanpa sengaja saya temukan sebuah puisi yang sangat indah.

          She's sitting in a rocking chair.
          She's peeking out the window, looking at the children playing, remembering her own.
          Grown daughters and sons are way too busy now
          Too busy to send cards, flowers or just pick up the phone.
 
          Puisi yang ini dikutip dari "Mother" karya Tyrene Gibert ini,  menggambarkan seorang  tua, sendirian, kesepian dan membayangkan masa mudanya serta  mendambakan perhatian anak-anaknya yang terlalu sibuk untuk mengirim kartu, bunga atau sekadar menelpon. Sebuah pelukisan yang suram mengenai masa tua.

          Padahal sebenarnya, masa tua sudah layak dan sepantasnya menjadi masa yang amat indah. Kita ingat Paus Yohanes XXIII (1881 – 1963) orang tua yang memberikan kehidupan baru kepada gereja universal. Kita ingat juga akan  Mother  Teresa dari Calcutta (1910 – 1997)  yang sudah lanjut usia, yang memberikan harapan kepada orang-orang sakit dan mereka yang berada di ambang maut. Kita dapat memandang  lukisan Rembrandt (1606 – 1669) nama lengkapnya: Rembrandt Harmenszoon van Rijn  dan menemukan kedalaman yang tidak kita lihat sebelumnya. Kita mengagumi karya-karya terakhir Michelangelo  (1475 – 1564) nama lengkapnya: Michelangelo di Lodovico Buonarroti Simoni  dan sadar bahwa itulah karya-karyanya yang paling indah.  Meskipun sudah tua renta, namun kehidupan mereka menjadi inspirasi bagi generasi penerus.

Para  orang tua  bagaikan menanam pohon dan anak cucunya merawat pohon-pohon itu  hingga berbuah. Benar kata pepatah Latin,  "Arbores non nobis, sed filiis plantamus"  –  Pohon-pohon kita tanam bukan untuk kita, melainkan untuk anak-anak kita. Para orang tua  berpikir jauh ke depan, sebab anak cucu yang akan ditinggalkan kelak punya hak untuk menikmati manfaat lingkungan hidup.  "Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka, anak-anak yang lemah, yang mereka kuatir terhadap kesejahteraan mereka" (An – Nisa: 9).  Kehidupan orang tua kita memiliki prinsip "tua-tua keladi, makin tua makin menjadi" – seperti kata peribahasa –  bukan dalam arti negatif melainkan bermakna  positif.  Di masa tua pun mampu memberikan  sumbang-sih  berharga bagi anak cucunya.

Namun di pihak lain, tidak bisa disangkal bahwa banyak orang tua yang hidupnya tidak  produktif  lagi. Mereka ikut saja dan kadang "bergiliran" untuk "menumpang" di rumah anak-anaknya. Biasanya orang tua "dibebani" menjadi pembantu untuk sementara waktu  mengurus cucu-cucu. Kali lalu, mungkin orang tua pernah berkuasa namun kini orang tua  harus taat kepada perintah anak-anaknya. "Ketika engkau masih muda, engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tatapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa ke tempat yang tidak kaukehendaki" (Yoh 21: 18). Sang Nabi Muhammad bersabda, "Orangtua yang sudah lanjut usia itu merupakan titipan Tuhan di muka bumi. Barangsiapa yang mencintai dan merawat mereka, maka Allah akan melipatgandakan upahan dan melimpahkan berkat pada keluarga itu."  Komaruddin Hidayat dalam  Memaknai  Jejak-Jejak Kehidupan  menambahkan, "Oleh karena itu, sangatlah terpuji dan sangat logis kalau orangtua menjadi rebutan bagi anak-anaknya untuk merawat dan melayani mereka, bukannya dititipkan di rumah jompo" (hlm. 204).

Kadang pula, usia tua dianggap sebagai masa-masa penuh rahmat untuk semakin mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Ia sadar akan tujuan hidupnya, "sangkan paraning dumadi" – asal mula kehidupan dan akan menuju kepada Sang  Pemberi Hidup Sejati."  Oleh karena itu dalam kelakar orang berkata, bahwa orang tua itu  "sudah bau tanah" yang berarti mendekati alam kubur. Maka, doa yang paling mengena bagi orang tua, "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana" (Mzm 90: 12).   Masa tua bagaikan saat teduh yang tidak perlu memikirkan hal-hal yang berat, namun  saat untuk bermenung supaya menjadi bijaksana, seperti yang dikatakan Confucius  (551 – 479 seb.M), seorang guru dan filsuf China. Ajarannya mengarah  pada moral pribadi dan pemerintah, relasi sosial, keadilan. Prinsipnya yang terkenal, "Jangan lakukan pada orang lain apa yang tidak diingingkan terjadi pada dirimu."  Mengenai orang tua dia berkata,  "Usia 70, orang baru bijaksana."  Orang tua yang digambarkan memegang tongkat dengan jenggot panjang dan rambut memutih sebagai orang bijaksana yang menjadi inspirasi bagi generasi muda.

Dalam Al-Qur'an surat Lukman, perintah bersyukur pada orang tua bahkan diletakkan sebaris dengan perintah bersyukur pada Allah. Ini menunjukkan betapa Allah meminta pada semua hamba-Nya agar pandai berterima kasih serta mencintai orang tua, khususnya ibu yang telah mengandung, melahirkan dan mengasuh dengan susah payah namun cinta dan kasihnya tidak pernah padam (130313) Markus Marlon

 
Sent by PDS
http://pds-artikel.blogspot.com

Tidak ada komentar: