Jumat, 08 Februari 2013

ANGGAP ENTENG
(Kontemplasi Peradaban)

Lima bulan yang lalu(10 s/d 14 September 2012), saya menginap di salah satu rumah di Woloan, sebuah kampung bilangan Kota Madya Tomohon, yang sudah beberapa kali menyelenggarakan Tomohon International Flower Festival. Sayabertanya kepada salah seorang bapak muda, "Apakah di kampung ini ada warung yang jual obat nyamuk ?" Dengan sedikit tersinggung dia
menjawab, "Saudara jangan anggap enteng kampung kami ya, masak obat nyamuk
saja tidak ada. Ini penghinaan!" Dialog yang tidak simpatik pun berakhir, karena memang kampung tersebut tidak bisa dianggap sebagai udik.

Berelasi dengan orang lain, memang susah-susah gampang. Gampangnya adalah komunikasi merupakan aktivitas yang mutlak yang harus dibuat oleh manusia (Bdk. "Bangga menggunakan bahasa sendiri" Kompas 8
November 2011). Sedangkan susahnya adalah jika orang yang kita ajak bicara itu tersinggung karena merasa dianggap enteng. Abraham Maslow (1908 – 1970) dalam Mezhab Ketiga, manusia itu pada dasarnya memiliki kebutuhan ingin dihargai dan diakui. Dianggap enteng berarti dirinya tidak dihargai dan tidak diakui keberadaannya.

Terkadang, seseorang dinilai dari penampilannya. Bob Sadino (lahir: 1939) pebisnis dalam bidang livestock senantiasa
menggunakan kemaja kotak-kotak lengan pendek dan celana pendek butut. Setiap orang yang belum kenal dirinya akan
memandangnya dengan mata sebelah. Pelukis Affandy (1907 – 1990) – dalam sebuah cerita – ia hendak membeli sebuah kendaraan di sebuah toko. Sebagai seniman, ia hanya
mengenakan kaos oblong dan sarung. Para pramuria penjaga showroom tidak menyambut selayaknya pembeli. Merasa dianggap enteng oleh mereka, mendadak sontak Affandy mengeluarkan segepok uang senilai jutaan rupiah. Tentu saja orang-orang di situ langsung melayani sang pembeli tersebut.

Banyak di antaraorang-orang dewasa yang mengganggap enteng kebolehan dari anak-anak kecil. Mereka dianggap "masih bau kencur". Anak-anak kecil yang kreatif malah dianggap bodoh seperti yang dialami oleh Thomas Alva Edison kecil (1847 – 1931). Sewaktu sekolah tingkat dasar, ia dikeluarkan dari sekolah karena dianggap tidak mampu mengikuti pelajaran.
Untunglah sang ibu mau "menjadi guru
privat" – kalau zaman sekarang mungkin istilahnya adalah home schooling – bagi Thomas yang akhirnya dikenal sebagai penemu Amerika. Lain lagi dengan astronot kita ini. Neil Armstrong (1930 – 2012) ketika baru berusia 10 tahun, berkata kepada ibunya, "Bu, suatu ketika saya akan berada di bulan." Ibunya tentu tidak percaya. Ia pikir ini cuma khayalan anaknya. Namun kekuatan mental Neil Armstrong membuat ia mendarat di bulan pada tahun 1969. Bahkan Yesus sempat menegur para murid ketika mereka mengusir anak-anak yang hendak
mengerumuni-Nya. Katanya, "Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan
menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang seperti itulah yang empunya
Kerajaan Allah" (Mrk. 10: 14).

Membaca buku Fabel dari India, terdapat kisah tentang Ular Bambu. Ada seorang Bodhisattva memelihara ular dan menyayanginya seperti anaknya
sendiri. Lama-kelamaan, ular itu pun
menjadi besar. Suatu kali, ia hendak memberi makan kepada ular tersebut. Dibukanya sangkar bambu dan diulurkannya tangan ke dalam katanya, "Ayo nak, pasti kamu lapar sekarang." Karena sudah kelaparan selama beberapa hari, dengan marahnya ular menggigit tangan yang terulur. Penganut Buddha pun mati seketika di samping sangkar bambu. Ketidakwaspadaan terhadap binatang maupun orang lain bisa menjerumuskan kepada kematian.

Merasa diri berkuasa dan hebat amat berbahaya. Orang menjadi tidak waspada. Robert Greene dalam 48 Hukum Kekuasaan,
menulis, "Jangan pernah terlalu memercayai
teman, tetapi pelajarilah cara memanfaatkan musuh." Pada abad ke-9, seorang pemuda bernama Michael III (842 – 867) adalah anak dari kaisar wanita: Theodora) dan naik tahta Kekaisaran Byzantium atas jasa baik pamannya yang bernama Bardas. Sebagai penguasa muda, ia berteman baik dengan Basilius (830 – 886) yang dulunya adalah seorang penjaga kuda (Bdk. From Peasant to Emperor). Karena ia diselamatkan oleh Basilius, maka sekarang ia dipercaya oleh kaisar muda. Sang pegawai rendahan istana itu pun dipercaya penuh. Michael III mengganggap enteng sahabatnya itu. Ia mengira bahwa dia akan membantunya di saat
sulit. Pada akhir hidup sang kaisar, ternyata mantan tukang kuda itu memiliki lebih banyak uang darinya, lebih banyak sekutu dalam pasukan tentara dan senat dan pada akhirnya lebih berkuasa daripada sang kaisar sendiri.

Tidak jarang pula, kita mengalami
sendiri ada orang yang merasa diri sudah banyak makan garam atau jam terbang
sudah tinggi. Karena superioritasnya
itu, seseorang menganggap enteng dengan apa yang telah ia kuasai. Francis Drake
(1540 – 1596), penjelajah Inggris yang mengelilingi dunia antara tahun 1577 –
1580, malah mendapat celaka di sungai Thames dan tewas. Sungai itu adalah
sebuah sungai yang mengalir di selatan Inggris dan menghubungkan kota London
dengan laut. Bagi Drake, sungai tersebut bagaikan panci yang berisi air saja.
Kesalahannya adalah bahwa dirinya
mengganggap enteng sungai itu dan mengakibatkan kesalahan fatal
(020213) Markus-Marlon
Sent by PDS
http://pds-artikel.blogspot.com

Tidak ada komentar: