Selasa, 26 Agustus 2014

Nyaman

NYAMAN
(Kontemplasi  Peradaban)
       Beberapa minggu yang lalu, (Senin, 04 Agustus 2014) saya membaca Majalah KUSUMA (Media Komunikasi Iman Umat Keuskupan Manado, Tahun VII Agustus 2014).  Di sana ada tulisan menarik dari P. Albertus Sujoko MSC yaitu ole-ole Retret MSC di Panti Samadi – Tomohon yang dibimbing oleh P. Yance Mangkey MSC.
          Dalam sharing-nya, Pastor senior yakni P. Albert Smith MSC menggarisbawahi makna kata, "duc in altum" – pergi atau bertolak ke tempat yang lebih dalam. Dikatakan bahwa pergi ke tengah laut berarti harus berani meninggalkan daratan yang enak,  mapan dan nyaman untuk menuju ke laut yang dalam yang penuh bahaya dan  risiko serta  ketidakpastian (hlm. 13).
          Memang, kenyamanan hidup boleh dikatakan sebagai "musuh" dari sebuah kemajuan. Tommy Siawira dalam bukunya yang berjudul,  "Blueprint Kesuksesan"   menulis bahwa kenyamanan diartikan sebagai comfort zone.  Dan kenyamanan bisa melemahkan urat saraf dan kita  tidak mau dan mampu lagi bergerak serta  melangkah untuk "maju" dan berkembang. Rasa nyaman itu bisa terjadi karena orang   dininabobokan oleh hiburan yang pada gilirannya  membuat orang lupa daratan. Buku berjudul "Mitologi Yunani" tulisan Sukartini Silitonga memberikan pencerahan tentang makna kenyamanan dalam diri Ulysses. Tulisnya, "Ketika Ulysses dan para awak kapalnya tiba di sebuah pulau bernama Circe, mereka tiba di negeri yang penuh bunga teratai. Orang yang memakan bunga itu lupa akan rumahnya dan orang-orang yang dicintai serta berharap untuk tinggal selamanya di negeri  senja hari  itu."
 
          Contoh klasik mengenai kenyamanan ini ialah apa yang dialami oleh  Hannibal Barca (247 – 183 seb.M) dan tentaranya (Sudah difilmkan dengan amat memukau dengan judul, "Hannibal The Conqueror"). Hannibal dari Kartago adalah satu-satunya jendral yang pernah mengejar bala tentara Romawi. Tetapi musim salju datang dan gerakan mereka harus ditunda. Selama musim salju itu, Hannibal mengistirahatkan pasukannya di Kapua, sebuah kota mewah yang telah direbutnya. Sebaliknya tentara Romawi tidak pernah melakukan istirahat pada musim salju seperti itu. Kemewahan begitu melemahkan moral pasukan Kartago sehingga waktu musim semi datang dan gerakan militer dimulai lagi mereka tidak dapat bertahan melawan tentara Romawi (Baca  "Pemahaman Alkitab Setiap Hari – Surat Ibrani"  tulisan William Barclay hlm. 170).
 
          Confucius (551 – 478 seb.M) pernah memberi nasihat, "Orang yang unggul,  berpikir tentang kebajikan sedangkan orang yang lemah berpikir tentang kenyamanan hidup." Menurut Joel Osteen penulis buku laris, "Your Best Life Now"  menulis, "Tanpa perlawanan udara, seekor elang tidak dapat naik membubung tinggi, tanpa penentangan gravitasi, kita tidak dapat berjalan" (hlm. 238). Lantas, menurut Eknath Easwaran dalam bukunya yang berjudul, "Climbing The Mountain", "Tetapi ketika tiba saatnya bagi anak-anak burung penguin itu bertumbuh-kembang, sang induk serta merta meninggalkan mereka" (hlm. 2).  Tentu kita bisa membayangkan betapa iba rasa hati kita melihat pemandangan anak-anak penguin itu mencari jalan untuk – sekali lagi – mencari makan. Tetapi itulah hidup! "That's life!"
  
Selasa, 26 Agustus 2014   Markus Marlon

Website :
http://pds-artikel.blogspot.com

Tidak ada komentar: