(Julianto Simanjuntak, LK3)
Saat mendengarkan curhat teman yang mengalami kekerasan dalam masa pacaran, kita kadang tergoda menyalahkan si cowok (jika korban perempuan). Kita semua sependapat pelaku kekerasan itu tidak bertanggungjawab. Namun, kita tidak bisa berhenti pada menjatuhkan kesalahan pada si pria. Bagaimana peran dari si korban? Jika kekerasan terus menerus terjadi, kesalahan si korban adalah membiarkan kekerasan itu dan tidak berbuat apapun untuk melindungi diri. Berikut dua contoh yang menunjukkan sikap yang berbeda
Kasus 1
Sandra (samaran) sangat terpukul. Pacarnya mengancam akan memposting fotonya dalam keadaan telanjang di Facebook. Karena ancaman itu, Sandra terpaksa cerita pada Keluarganya minta pertolongan. Sandra masih kuliah tingkat III di sebuah kota Jawa Tengah, Sang Ayah tinggal jauh di Kalimantan. Sandra merasa tidak berdaya. Sebelum Bento minta hubungan badan dengan Sandra, Bento kerap memukul dengan kasar.
Sesekali Bento mengancam akan mempublikasikan foto foto yang sangat pribadi. Karena tidak tahan, ia melaporkan pada Ayahnya. Sang Ayah kemudian menghubungi Bento untuk stop hubungan tersebut dan tidak melakukan ancaman itu. Kini giliran Ayah Sandra tegas, mengancam akan membawa kasus ini ke ranah hukum. Kebetulan Sang Ayah punya relasi dengan tentara yang dapat menindak Bento. Akhirnya, Sandra selamat dari hubungan yang sudah sangat tidak sehat.
Sikap Sandra sudah tepat, segera melibatkan keluarga untuk menghentikan kekerasan pacarnya. Sikap memutuskan hubungan juga terpuji, karena itu cara terbaik melindungi diri daripada meneruskan hubungan yang tidak sehat dan membahayakan.
Kasus 2
Klien kami Santi (samaran) Seorang perempuan yang cukup berumur. Ia mengaku memaksakan diri untuk menikah dengan pacarnya yang kasar dan suka mabuk. Santi merasa takut, kalau memutuskan hubungan ini akan sulit berkenalan lagi dengan pria. Pacarnya, Condro (samaran) suka minum alkhohol dan judi.
Tak jarang Condro main tangan kalau keinginannya tak dipenuhi Santi. Namun Santi tak berdaya. Dia sayang dan merasa kasihan dengan pacarnya. Dia berpikir, pastikan Tuhan akan menjawab doanya mengubah Condro. Tapi apa daya, baru saja 5 hari menikah, Santi memutuskan lari dari Condro karena tidak sanggup dianiaya dan terus diteror suaminya yang sering minta uang untuk main judi. Ironis, Perkawinannya hanya berusia lima hari.
Pemikiran santi jelas keliru, berharap pernikahan akan mengubah sifat dan kebiasaan buruk Condro. Sikap demikian tak ubahnya mempermainkan Tuhan. Sifat dan kebiasaan buruk umumnya sudah terbentuk lama, dan tidak mungkin diubah dalam waktu singkat. Memaksakan tetap berelasi bahkan menikah dengan pria bermental seperti condro adalah "gambling". Lebih besar kemungkinan buruk yang terjadi. Jika di masa pacaran sudah melihat pasanganmu seperti Condro, yang terbaik adalah memutuskan hubungan.
Pribadi Penganiaya
Punya cowok berperilaku kasar dan menganiaya sangat menyebalkan. Sikap mereka sering "aneh" dan sulit diprediksi; Kadang baik dan kadang jahat?. Apakah itu tumbuh begitu saja? Oh tidak!
John N. Briere, seorang dosen di University of Southern California School of Medicine, menemukan relasi antara gejala yang nampak pada orang-orang yang cenderung suka menganiaya dengan masa kanak-kanak yang sangat menderita, terutama yang dilakukan Sang Ayah.
Yang disebut aniaya disini tidak terbatas kepada fisik saja. Yang paling sering dan berbahaya adalah serangan yang terus-menerus terhadap harga diri seorang anak. Apalagi yang dilakukan di depan umum. Seperti kata-kata yang tajam terhadap anak. Inilah yang memberikan sumbangan paling besar terhadap terbentuknya kepribadian seorang penganiaya.
Tanpa disadari anak yang besar dengan aniaya dan terlantar secara emosi, mengalami masalah dengan harga diri. Mereka berusaha keras untuk diterima dan dihargai orang lain. Mereka paling takut kalau ditolak atau ditinggalkan oleh orang-orang yang paling mereka kasihi. Tetapi di sisi lain mereka tertekan oleh kedekatan hubungan tersebut. Ambivalen yang menyakitkan.
Kecenderungan emosi meledak dan suka memukul disebabkan Cowok Anda sejak kecil terbiasa memendam emosi negatif. Setelah bertumpuk barulah dia mengeluarkan emosi itu dalam bentuk tindakan fisik. Pada waktu kecil ia tidak telatih menyampaikan rasa kecewa dan marah secara verbal, dengan perkataan. Karena tidak ada atmosfernya.
Pribadi penganiaya juga disebabkan oleh adanya kecemburuan patologis cowok pada ceweknya, atau sebaliknya. Dia tidak suka melihat anda ceria dan bahagia saat bersama teman teman anda. Marah dan iri bercampur dalam dirinya saat melihat anda Supel dan mudah bergaul.
Dia merasa cemburu karena tidak pernah bisa memiliki hal seperti itu. Di bawah rasa cemburu ini tertanam perasaan rendah diri yang sangat kuat, merasa tidak nyaman terhadap keintiman. Rendahnya rasa percaya diri bisa membuat cowok Anda tidak berdaya dan terkena depresi.
Gejala ini biasa disebut dengan adiksi hubungan. Siklusnya adalah: melekat erat - panik - menolak. Melekat erat - panik - menolak. Mereka suka mengendalikan orang lan. Orang yang seperti ini akhirnya sengsara karena hubungan-hubungannya mudah hancur berantakan dengan sahabat baik atau kerabatnya sendiri.
Anak yang pernah dianiaya atau ditelantarkan (diabaikan) orang tuanya di masa kecil akan memendam campuran kemarahan, rasa malu, rasa tidak percaya dan kecemasan yang sifatnya sangat mudah meledak. Begitu anak ini menjadi dewasa, apa yang dulu dipendamnya akan mulai naik dan meledak ke permukaan.
Sesudah beberapa kali meledak maka kecenderungan menganiaya itu menjadi tertanam di dalam sistem dirinya. Mereka menjadi terprogram untuk melakukan aniaya terhadap orang-orang dekatnya.
Anak yang dulu jadi korban trauma itu sekarang tumbuh menjadi seorang penganiaya. Sebenarnya ada keinginan dia untuk berubah, namun individu sering kali tidak mampu.
Oleh karena itu selama pacaran sudah seharusnya kalian saling kenal pohon keluarga asal masing-masing. Bagaimana pacar anda dilahirkan dan dibesarkan. Apakah sistem keluarganya sehat atau tidak. Pertanyaan apa saja yang saudara bisa ajukan, ada di dalam buku kami yang berjudul "Banyak cocok sedikit cekcok"
Mitos Menyesatkan
Mengapa beberapa wanita cenderung meneruskan hubungan pacar meski pasangannya kasar dan suka memukul? Karena individu memelihara mitos: "Ahh cowok saya nantinya juga akan berubah kalau sudah menikah ". Ini sungguh sangat keliru. Tindakan menikah dengan pria yang melakukan kekerasan dan belum bertobat sebelum menikah adalah "gambling". Mengadu nasib secara bodoh.
Di sisi lain, ada perempuan yang diam saja saat mengalami tindak kekerasan karena terbiasa melihat ibunya dianiaya oleh sang ayah. Lalu si Ibu juga tidak melakukan tindakan apapun. Ironisnya, terkadang mereka menyalahkan diri dan menganggap diri mereka yang menyebabkan kekerasan tersebut. Lalu mendiamkan saja sambil berdoa. tetapi tidak berbuat apapun untuk memperbaiki keadaan. Bahkan dalam beberapa relasi pacaran dan perkawinan yang sakit, ada wanita korban kekerasan yang malah stres jika tidak lagi dipukuli pasangannya. Sebab ia merasa pasangannya tidak lagi mempedulikannya jika tidak memukulinya. Aneh bukan? Biasanya si perempuan ini punya masalah psikilogis.
Pilihan Di Tangan Anda
Pacaran adalah masa perkenalan, tidak ada keharusan menikah meski itu cinta pertama Anda. Meski dia mengancam anda dengan pelbagai cara, lakukan sesuatu untuk menyelamatkan diri Anda. Idealnya Menikah itu sekali seumur hidup, tidak untuk coba-coba. Pernikahan itu diwariskan, dari generasi ke generasi. Terlalu mahal jika menikah karena kasihan atau sudah kadung intim.
Karena itu pertimbangkan dengan sungguh selama masa kenalan itu, apakah anda sudah sesuai dan apakah bisa tinggal bersama seumur hidup dengan nyaman. Jika anda menemukan ada hal yang aneh dan membahayakan, seperti kebiasaan kasar dan menganiaya, pertimbangkan ulang.
Pertama, memutuskan hubungan pacaran itu untuk selamanya, jika Anda merasa relasi ini berbahaya jika diteruskan.
Kedua, memutuskan hubungan itu sementara untuk menguji cinta kalian . Minta kesediaan pacar Anda menemui konselor atau terapis mendapatkan bantuan. Bisa diberikan batas waktu misal enam bulan, sampai ada relomendasi dari terapisnya dan Anda yakin perubahan itu signifikan. Usahakan ikut tes kepribadian di pusat konsultasi psikologi, hasilnya akan sangat membantu. Karena anda bisa menemukan kelainan atau gangguan tertentu pada pasangan anda lewat tes tersebut.
Ketiga, terbukalah sambil meminta pendapat dari orangtua, saudara, teman dekat atau pembimbing rohani yang mencintai Anda. Dengarkanlah nasehat mereka sambil mendoakan agar ada sejahtera dalam hati Anda. Seringkali nasehat mereka sangat membantu.
Keempat, ubah status dari pacar menjadi teman biasa sambil menjaga jarak. Sementara anda belum punya pacar bisa mendoakan dan memperhatikan perubahan cowok anda. Jika mendapat yang lebih baik bagi Anda, dan menjanjikan masa depan pernikahan yang lebih sehat anda boleh memilih dan memulai lembaran baru.
Julianto Simanjuntak
Sent by PDS
http://pds-artikel.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar