(Kontemplasi Peradaban)
Ada seorang wanita single pulang dari kantor pada malam hari. Ia sungguh-sungguh letih, lesu, lelah, lemah, loyo dan lunglai, karena bekerja dari pagi hingga sore (09.00 to 17.00). Ia menonton Televisi sambil main-main channel sembari meluruskan badan dengan kaki slonjor.
Tiba-tiba di luar rumah, terdengar suara kendaraan yang sedang parkir di depan rumahnya, yakni mobil sang pacar. Wanita muda itu pun langsung berdiri dan mandi sambil bersenandung di kamar mandi. Dalam waktu yang amat singkat, rasa letih pun musnah.
Kebanyakan orang letih karena beban mental yang dibawanya serta. Novelis Inggris Margareth Storm Jameson (1891 – 1986) pernah berkata bahwa hampir semua orang menghabiskan waktu beberapa menit setiap jamnya untuk hidup di masa lampau dengan menyesali kegagalannya atau memikirkan masalah-masalah yang akan datang. Kadang-kadang mereka murung-murung tanpa sebab. Namun di pihak lain, juga banyak orang menjadi letih karena relasinya dengan orang lain, bahkan orang yang terdekatnya sekalipun Gary Champan (1938 – sekarang) dalam bukunya yang berjudul Loving Solution menulis, "Kami sungguh tidak bahagia dalam perkawinan ini. Kami menghadapi permasalahan berat yang tidak bisa kami pecahkan. Kami selalu bertengkar tentang hal yang sama, lalu rujuk kembali dan semuanya beres selama beberapa minggu. Selanjutnya kami bertengkar kembali. Kami letih" (hlm. 8). Pengaruh negatif yang kuat dari keletihan dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam berelasi. Vince Lombardi (1953 – 1970) pelatih sepak bola, pernah berkata, "Keletihan membuat kita semua menjadi pengecut." Ketika kita letih atau sakit, kita sering cenderung untuk lebih bersifat reaktif.
Setelah kita keluar dari pintu rumah kita, di hadapan kita sudah mengular permasalahan-permasalahan yang meletihkan. Tukang ojek ataupun kernet yang berteriak-teriak mencari penumpang dan seolah-olah teriakannya ditujukan kepada kita. Di depan kantor berjumpa dengan tukang parkir dan satpam yang tidak bersahabat. Kemudian di kantor tidak ada sapaan ramah dari rekan kerja, seolah-olah kami semua mengidap penyakit Monday syndrom. Pekerjaan yang kita hadapi setiap hari membuat letih. Amat berbeda dengan pemikiran yang dilukiskan oleh Arfan Pradiansyah dalam bukunya yang berjudul, "I love Monday." Ia menulis bahwa sebagian besar hidup kita dalam pekerjaan, maka sudah layak dan sepantasnya jika kita mencintai pekerjaannya itu. Henri Nouwen (1932 – 1996) dalam bukunya yang berjudul, "Menggapai Kematangan Hidup Rohani" telah memberikan masukan yang tepat. Ia menulis bahwa seorang mahasiswa-wi merasa lunglai karena tidak mendapatkan teman-teman untuk berbagi pengalaman, curhat. Seorang guru menjadi letih karena tidak diterima oleh para muridnya dan seorang karyawan menjadi lesu karena tidak dihargai oleh boss-nya. Ini semua pengalaman hidup dalam bermasyarakat. Namun Ajahn Brahm ( lahir di London, 7 Agustus 1951 – suatu hari mengadakan travelling ke Tailand dan menjadi biksu pada usia 23 tahun) yang kumpulan wejangannya ditulis dalam buku yang berjudul "Horeee! Guru si Cacing Datang" mengatakan bahwa badan kita boleh sakit tetapi pikiran kita tidak boleh sakit maupun letih. Stamina pikiran bisa distabilkan dengan meditasi. Dalam pariwara, keletihan bisa dilawan dengan obat yang namanya fatigon. Padahal kata fatigon sendiri berasal dari bahasa Latin, "fatigatio-onis" yang berarti keletihan, kepenatan dan kelelahan.
"Menjadi letih itu suatu pilihan," kata seseorang. Ada seorang ibu muda yang bekerja siang malam, ibarat kaki menjadi kepala dan kepala jadi kaki tetapi ia tidak merasa letih yah karena demi anaknya. Pilihan untuk tidak letih itu pun telah ditulis oleh Viktor Frankl (1905 – 1997) dalam bukunya yang berjudul, "Man's Search for Meaning". Dalam Kamp Nazi Jerman ia membuat penemuan yang sangat berarti. Ketika seseorang memilih agar hidupnya bermakna, ia berjuang – meskipun terseok-seok – membantu sesama tawanan. Orang ini berusaha membantu orang lain dalam keletihannya yang amat sangat. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa ada beberapa orang yang mengalami compassion fatigue (keletihan berbuat baik). Misalnya di kota-kota besar, seperti Jakarta banyak pengemis, "pak ogah" yang mencari uang dengan mengemis atau menjadi fasilitator mobil-mobil yang hendak belok. Orang-orang sudah bosan untuk berbuat baik dengan member sesuatu kepada mereka. Sudah hilang rasa belas kasih.
Dalam arti ini, kita perlu berguru kepada Yesus, "Sang pemberi air hidup sejati." Ia pernah bersabda, "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu" (Mat. 11: 28).
Rabu, 01 Mei 2013 Markus Marlon
Sent by PDS
http://pds-artikel.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar