Rabu, 26 Desember 2012

MESTAKUNG
(Kontemplasi Peradaban)

Belum lama berselang, saya diundang makan malam bersama beberapa keluarga di swiss-belHoteL – Merauke.  Dalam benak saya ada rasa enggan, karena nanti harus duduk berlama-lama dengan beberapa orang yang – mungkin – tidak saya kenal dan ini akan membuatku salah tingkah.  Saya ingin mencari alasan untuk tidak hadir, namun belum  saya dapatkan. Tiba-tiba  mak brês, hujan deras menyelimuti kota Merauke.  Dalam hati saya berseru, "Syukur kepada Allah!"  Di sinilah,  alam semesta mendukung apa yang saya pikirkan. Mestakung.

Yohanes Surya dalam Mestakung, mengajak para pembaca untuk tidak ragu-ragu terhadap apa yang diinginkan.  Dalam hal ini seperti apa yang dikatakan oleh  Cicero (106 – 43 seb.M),   "Animus hominis semper appetit agere aliquid" – jiwa manusia selalu ingin melakukan sesuatu.  Kalau seseorang  memiliki cita-cita yang baik, maka alam semesta tentu akan mendukung kita.

Tommy Siawira dalam Blueprint Kepribadian, mengedepankan tujuan dari visualisasi. Tulisnya, "Kalau kamu berharap memiliki rumah mewah di bilangan Jakarta Pusat, maka fotolah gedung-gedung itu dan tempelkan picture itu di kamar tidur, di toilet dan  di meja kerjamu. Cepat atau lambat, sebuah rumah mewah akan menjadi milikmu!"  Apa yang dikatakan Tommy itu tidak tanpa alasan. Kesungguhan seseorang dalam menggapai cita-cita akan didukung oleh niat dan  kegigihan. Inilah yang menurut Rhonda Byrne dalam The Secret sebagai kekuatan dalam diri untuk mendapatkan sesuatu seperti yang diimpikannya. Paulo Coelho dalam The Alkemis juga memberikan alasan yang sama bahwa  apa yang dibuat oleh Santiago  mantan seminaris itu "berkeliling dunia" dengan domba-dombanya dan akhirnya mendapatkan apa yang diimpikannya, termasuk mendapatkan Fatima tentunya.

Ungkapan Latin, "Fortuna favet fortibus"  – nasib baik menyertai orang yang berani,  rupanya tepat untuk mereka yang sedang mengejar cita-cita.  Astuti Ananta Toer (penyunting) dalam 100 wajah Pram dalam Kata dan Sketsa, membeberkan betapa keberanian sang sastrawan kandidat  penerima Nobel itu dalam mewujudkan cita-citanya. Ia hidup dalam tiga masa (Belanda, Orla dan Orba). Ia keluar-masuk penjara dan pada masa Orba, selama 14 tahun diasingkan di Pulau Buru. Namun di tempat yang "tidak bersahabat" itulah tetralogi (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca)  itu  terbit. Dari tangannya pula terlahir novel-novel yang jumlahnya puluhan. Karena impiannya dan keberaniannya, sastrawan besar kelahiran Blora 1925 ini dapat  disejajarkan dengan  Gunters Grass (Jerman), Albert Camus, Jean-Paul Sartre (Prancis), Multatuli (Belanda),  Rabindranath Tagore (India), Gao Xinjian (Cina),  Gabriel Garcia Marquez (Kolombia), maupun Jose Saramago (Portugis).  Alam semesta mendukung Pram, meskipun ia ditekan oleh  pelbagai pihak. 

Kahlil Gibran (1883 – 1931)  dalam Sang Nabi telah menulis, "Bila cinta mendatangaimu, ikuti dia, walaupun jalannya sulit dan terjal. Dan ketika sayapnya mengembang mengundangmu. Walaupun pedang yang tersembunyi di antara ujung sayapnya dapat melukaimu." Penyair dari Lebanon itu  benar. Sebagai contoh, Seorang ibu memiliki keberanian makantar-kantar, ketika memperjuangkan kehidupan bagi anak-anaknya – orang-orang yang dicintainya.  Nyalinya tidak mengecil ketika ada tantangan yang hendak mencelakai anak-anaknya.  Ibu itu  tidak akan merasakan susah-derita, ketika orang-orang yang dikasihi membutuhkan dirinya. Cita-citanya hanya satu: kebahagiaan orang-orang yang dikasihi. Ternyata jauh sebelum itu, Johann Wolfgang Goethe (1749 – 1832),  sastrawan asal Jerman pernah berkata, "Apa  yang dapat engkau lakukan atau impikan dapat engkau lakukan, lakukanlah itu! Keberanian itu punya kuasa, kejajaiban  serta kejeniusan di dalamnya." Alam semesta akan mendukung jika seseorang berbuat untuk kebaikan sesama. Mestakung!!!

(261212). Markus Marlon


Sent by PDS
http://pds-artikel.blogspot.com

Tidak ada komentar: