(Kontemplasi Peradaban)
Belum lama ini saya mengunjungi kampung yang bernama Matara, sebuah kampung di Wendu – Merauke (16 Desember 2012). Sesampai di kampung tersebut pikiran saya teringat pada sebuah kota yang bernama Tara, tempat tinggal dari tokoh utama novel Gone with The Wind yang bernama Scarlett O'Hara. Dalam perjalanan itu saya juga membaca buku Ramayana tulisan Nyoman S. Pendit. Tanpa sadar, saya terpukau dengan seorang wanita tengah baya yang bernama Mantara. Ceritanya hampir sama dengan Anak Bajang Menggiring Angin tulisan Sindhunata. Kedua novel tersebut menyinggung Dewi Tara yang jadi rebutan antara Sugriwa dan Subali.
Di sini, saya hendak mengontemplasikan bahwa nama Tara, Matara dan Mantara – mungkin juga Tara-tara, sebuah kampung di Minahasa –itu memiliki kisah yang menarik. Dikisahkan bahwa Dasaratha sudah menyiapkan Rama untuk menjadi raja di Ayodya. Ketiga permaisuri itu adalah: Sumitra, Kausalya dan Kaikeyi. Mereka bertiga hidup tentram, rukun dan damai. Tidak ada rasa iri, dendam dan mementingkan diri sendiri. Namun kerukunan itu sirna, tatkala Mantara seorang wanita – maaf – mirip mak lampir itu menghasut Kaikeyi bahwa yang berhak menjadi Raja adalah Bharata putranya. Sudah berkali-kali, Kaikeyi tidak mau mendengar apa yang dikatakan Mantara. Tetapi karena "diilikithik" (digoda terus-menerus), maka menyerahlah Kaikeyi dan menghadap Dasaratha supaya pemahkotaan Rama atau Rajasuya dibatalkan. Bahkan Dasaratha harus membuang Rama di hutan Dandaka yang terkenal angker dan menobatkan Bharata menjadi Raja. Mantara, si penghasut itu pernah mendengar janji Dasaratha kepada permaisuri tercantik, Kaikeyi bahwa di kemudian hari anaknya akan diangkat sebagai putra mahkota.
Karena hasutan itulah, sebuah rencana bisa gagal. Karena hasutan sebuah impian menjadi mimpi buruk di tengah bolong. Karena hasutan sebuah kehidupan yang indah jadi berantakan. Marga. T dalam Sepagi itu Kita Berpisah menggambarkan sosok Odi Bobadila sebagai penghasut Keluarga Deni dan Triska Omega. Orang yang menghasut itu bermain di luar. Ia berusaha supaya suasana yang teratur-rapi menjadi amburadul. Dalam permainan kartu, orang yang ngasut adalah orang yang mengocok kartu dan membagikan kartu-kartu itu kepada para pemain. Jadi dialah yang menjadi dhalang ataupun sutradara.
Hasutan baru terjadi jika diwujudnyatakan, entah itu dalam kata-kata maupun perbuatan. Pembunuhan Julius Caesar (100 – 44 seb.M) yang terjadi pada pertengahan Maret 44 karena ditusuk hingga mati oleh Marcus Junius Brutus (85 – 42 seb.M). Peristiwa ini terjadi karena adanya kata-kata yang mengarah pada perundingan (conspiration) dari Marcus Brutus, Cassius, Casca, Trebonius, Ligarius, Decius Brutus dan Mettelus Cimmber. Akan lebih mendalam jika kita membaca kisah-kisah konspirasi dari para Mafioso dan Godfather serta Sherlock Holmes tulisan Sir Arther Conan Doyle.
Pikiran menjadi ladang empuk untuk terjadinya penghasutan. Beberapa kaisar Romawi ada yang mentahbiskan dirinya sebagai Dewa. Para Firaun mendirikan Piramida untuk makamnya. Kaisar-kaisar di Cina membangun makam-makan mewah untuk dirinya sendiri, seperti yang terlihat dalam terra cota. Itu karena dalam dirinya terobsesi – mungkin – terhasut untuk menjadi abadi. Sidik Nugroho dalam 366 Reflections of Life, menulis hasutan yang terjadi dalam diri Adolf Hitler. Hitler menganggap dirinya sebagai "Penerus tugas-tugas Martin Luther yang belum selesai." Ia menebarkan ajaran bahwa semua orang Yahudi perlu dibasmi karena merekalah yang membunuh Yesus. Ia menghasut dirinya sendiri terus-menerus, sehingga tidak kurang dari 6.000.000 orang Yahudi tewas dalam kamp konsentrasi.
Zaman sekarang ini, hasutan-menghasut ada di mana-mana. Karyawan kantor menghasut kepala kantor, tukang cukur menghasut para pelanggannya, sopir pribadi menghasut majikannya, tukang pijat menghasut orang yang keseleo, pembantu Rumah Tangga menghasut tuannya, koster menghasut Dewan Paroki, Umat menghasut pastor paroki dan masih banyak lagi hasutan-hasutan. Mbuh ra weruh!! artinya, entah saya tidak tahu lagi (16 Desember 2012).
Rm. Markus Marlon MSC
Sent by PDS
http://pds-artikel.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar